SECTION 63. TYPO

4 4 0
                                    

Sylvia menaiki mobil sembari memberikan ekspresi senang karena beberapa detik yang lalu; Sylvella sampai di rumah bersama Aksana dan Caca. Gadis itu tak mengerti mengapa kakaknya meminta yang menjemput di rumah sakit sekaligus mengantar ke rumah harus dilakukan oleh Aksana dan Caca.

Arman dan Marina tampaknya belum sampai di rumah. Sylvia langsung mempersilakan kedua teman kakaknya itu untuk duduk lalu dirinya mengambilkan minum. Sylvella menuju kamarnya mengambil sesuatu. Gadis itu berjalan tergopoh-gopoh masih merasakan pusing dan mual.

"Kamu kelas berapa, Sylv?" tanya Aksana yang melihat suatu keanehan dalam diri adik temannya itu. Sylvia meletakkan gelas minum di meja.

"Kelas X, Kak. Ini mau semesteran semoga naik kelas XI, Kak." jawab Sylvia dengan nada polos. Aksana menyenggol tangan kanan Caca. Keduanya tampak berkomunikasi melalui kode-kode khusus yang hanya mereka bisa mengerti satu sama lain.

"Sylv," sapa Aksana sembari memberikan kode berupa jari telunjuk menempel di bibirnya. Aksana tampak memainkan bibirnya sendiri. Caca tersenyum lebar menanti ekspresi dan tanggapan dari Sylvia.

"Ada apa, Kak?" tanya Sylvia balik. Ia melihat dengan jelas tingkah Aksana dan senyum Caca yang merekah. Sylvia memahami maksud Aksana. Ia langsung memegangi bibirnya sendiri. Sylvia langsung memainkan bibirnya sendiri.

"Sama siapa, Sylv?" tanya Caca dengan intonasi pelan. Aksana melirik Sylvia dengan tatapan penasaran dan penantian jawaban. Sylvia tersipu dan rasanya ingin cepat-cepat pergi.

"Sama pacar kamu?" sambar Aksana. Sylvia tampak diam tetapi gerak tubuhnya aneh. Aksana dan Caca langsung saling menyenggol satu sama lain tersenyum lebar melihat tingkah aneh adik dari sahabatnya itu.

"Sylvia," teriak Sylvella dari kejauhan. Sylvia langsung menghampiri dengan berlari kecil membawa nampannya. Aksana dan Caca melihat aneh tingkah Sylvia yang malu-malu.

"Anak jaman sekarang, ya, Ca." Aksana tampak mencibir Sylvia dengan intonasi pelan.

"Ellah.. kayak lu gak aja, Nyet!" sambar Caca yang tahu bagaimana dulu kelakuan Aksana sejak SMP. "Lo hampir juga kan sama siapa, tuh? Feri?"

"Hampir apaan?" Aksana bergidik.

"Bercocok tanam." jawab Caca dan keduanya langsung tertawa terpingkal-pingkal.

"Untung gue masih tahan iman. Coba kalau enggak," jelas Aksana.

"Kenapa?"

"Bakal digrebek." jawab Aksana dengan intonasi pelan. Aksana dan Caca langsung tertawa terpingkal-pingkal. Aksana dan Caca tampak tertawa dengan bertingkah aneh dari kejauhan. Sylvella melihatnya dengan jelas dan dalam obrolannya bersama sang adik. Sylvella meminta agar Sylvia memesan makanan menggunakan jasa ojek online; pesan makanan dan minuman.

"Kalian kenapa, sih?" Sylvella berjalan mendekat ke arah dua temannya. Sylvia tampak sumringah dari kejauhan lalu menghilang karena tersipu malu. Saat di dalam kamar-pun; Sylvia tak henti-hentinya memegangi bibirnya yang merekah.

"Lucu aja." jawab Aksana yang langsung disusul tawa yang cukup keras. Sylvella langsung ikut tertular ketawa karena ketawa itu nular. Kebetulan juga tawa Aksana yang khas dengan durasi yang cukup lama. Mulutnya menjadi lebar ketika tertawa.

***

Pak Laksama; seorang guru laki-laki yang terkenal akan kesetiaan dan jiwa integritas nya tinggi merupakan guru paling disayang oleh seluruh siswa dan siswi SMA Akal Bangsa.

"Bahwa kejujuran adalah pondasi pokok dalam diri seorang manusia." jelas laki-laki berkepala empat itu.

"Kamu boleh jadi presiden, anggota DPR, dokter, pilot, arsitek, penulis, dan lainnya. Silahkan," Laki-laki itu tampak menggebu-gebu, "tetapi, kalau kamu tidak berlandaskan pada kejujuran. Maka habislah kamu!" Laki-laki itu berjalan menyusuri ruang antar meja murid-muridnya.

"Lalu, bisakah saya bersikap jujur dari sekarang, Pak?" jelas laki-laki itu memperagakan seolah-olah dirinya adalah siswa, "sangat bisa, Nak. Sebentar lagi kalian akan melaksanakan ujian semester. Kalian sendirilah yang akan menentukan nasib kalian."

Siswa-siswi tampak tidak antusias kecuali Sylvia dan Bagaskara.

"Camkan satu hal, ini pesan dari Bapak untuk kalian. Yang hanya bisa bertanggung jawab terhadap kalian itu ya kalian sendiri."

Tanpa musabab yang jelas tiba-tiba Bagaskara bertepuk tangan antusias. Semua pandangan mengarah padanya.

"Lu ngapain sih? Kesambet?" Bayu bergidik risih. Pak Laksama agak bengong. Sylvia tersenyum kecil. Siska melanjutkan memoles wajahnya dengan acne serum.

"Siska," Pak Laksama baru menyadari siswinya sedang merias diri, "taruh dulu, Sis."

"Oke, Sis." jawab Siska yang tampak bersahabat dengan Pak Laksama.

Pak Laksama tersenyum, "Kara? Kamu ada masalah?"

Bagaskara lingkung meletakkan kedua tangan di atas meja, "enggak, Pak. Saya cuma.."

Semua wajah tertuju kepada laki-laki berwajah bruntusan itu. Bagaskara tiba-tiba menghentikan suaranya cukup lama.

"Tidak bisa menjawab?"

Bayu langsung bergidik, "emang anaknya gitu, Pak. Pura-pura culun padahal culun beneran."

"Batu," Pak Laksama mengernyitkan dahi.

"Bayu, Pak."

"Maaf...maaf... Bapak suka typo."

"Iya, Pak." Bayu rada jengkel.

Pak Laksama langsung melanjutkan pembelajaran tanpa memperdulikan maksud Bagaskara yang bertingkah aneh. Tak beberapa lama kemudian akhirnya bel istirahat pun berbunyi cukup keras.

***

Tuan yang sedang jatuh cinta!

-Prayoga R-

SECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang