SECTION 12. THE SLAP

17 13 0
                                    

Narendra tidak bisa melepaskan pandangannya dari wajah Sylvia. Bentuk mata yang sempurna. Kulit putih mulus. Rambut Cepol indah. Angin yang berhembus kian berjarak. Ada satu kebisingan tentang jalan-jalan yang ramai. Anak-anak jalanan yang lalu lalang melewati jalan kota meminta sesuatu berbekal sandi-sandi belas kasihan.

"Lo mau gue siram lagi?" tanya Sylvia yang merasa risih dengan tatapan Narendra.

"Tawaran yang bagus." jawab Narendra santai. "Kalau kamu berani silahkan."

Sylvia hanya menyembul kecil tak karuan. Ia menyesal telah memulai obrolan. Ia masuk ke perangkap yang ia buat sendiri. Narendra adalah penguasanya.

"Tadi katanya lo mau ngomong sesuatu."

"Enggak jadi."

"Kenapa?" Narendra makin penasaran dan ia meneguk kopi robusta-nya.

"Harus banget gue kasih tau alasannya?"

"Enggak penting." tukas Narendra. "Itu udah gak penting lagi. Yang paling penting sekarang lo udah ada di sini. Di hadapan gue."

Sylvia hanya bergidik jijik. Ia meraih gadget-nya beserta earphone. Gadis yang mengenakan setelan sederhana itu langsung memutar lagu dari aplikasi musik. Kepalanya mengangguk berulang mengikuti irama lagu. Wajahnya dialihkan ke arah jalanan kota.

"Kamu hampir mendekati kesempurnaan." Narendra mulai berbicara sendiri. Ia meyakini bahwa orang-orang tak ada yang mendengarkannya. Sylvia masih bisa merasakan bahwa Narendra mengatakan sesuatu tetapi ia tetap tak menggubris. "Definisi-definisi sempurna yang aku ajukan semua ada di kamu, Sylvia. Aku gak begitu yakin tentang keluargamu. Keluarga baik? Keluarga jahat? Aura kamu memang beda. . ."

Sylvia langsung melangkah pergi, bahkan Narendra belum sempat menuntaskan semua ide gagasannya.

"Tolong bayarin." ujar Sylvia dari kejauhan melalui isyarat bicara tanpa suara. Mulutnya komat-kamit. Narendra memahami maksudnya.

"Aku akan letakkan semuanya di sana. Kesempurnaan itu harus bisa ku raih dengan segera. Dunia sedang dilanda kekacauan. Kesempurnaan adalah jalan keluarnya. Aku yakin." jelas Narendra. Ia juga langsung melangkah pergi meninggalkan cafe dengan catatan beberapa definisi kesempurnaan yang baru saja ia dapatkan. **

Narendra memasuki motornya melalui gerbang rumah yang sebelumnya ia buka sendiri. Pastilah ia mengetahui kalau Bi Ratih sudah pulang sejak tadi.

"Jam sepuluh." ucapnya kecil sembari melihat ke arah jam tangannya. Pikiran yang bahagia sekaligus lonjakan cinta tengah menggerogoti jiwanya. Malam ini; dua gaids yang hadir sekaligus. Satu gadis adalah semua keinginannya dan satunya lagi adalah titipan semesta.

"Duniaku harus sempurna. Jelajahi semua penjuru manusia. Mereka harus abadi." ujarnya kecil sembari melangkah kaki menuju pintu depan. Ia terkejut tatkala mendapati pintu tak terkunci. Narendra membuka pelan dengan gaya khas seorang yang sedang menjarah rumah tanpa permisi. Ia harus berhati-hati, kalau sampai tetangga tau bisa-bisa ia dikira maling.

Ruangan masih terang. Monokrom dinding terasa menyiksa bagi dirinya. Ada semacam bayang-bayang yang membuntutinya.

"Bi Ratih." ujarnya lagi memastikan bahwa Bi Ratih sudah pulang sejak tadi. Narendra langsung melangkah menuju kamarnya dan sekali lagi ia mendapati pintu kamarnya yang tidak terkunci padahal ia yakin sebelumnya sudah dikunci sebelum pergi.

"Ngapain papah di sini?" Narendra menyadari seseorang yang sedang duduk di kasur kamarnya. Seorang pria dengan tubuh bidang, rambut khas, dan pakaian yang masih menggunakan setelan pegawai.

"Kamu darimana, Ndra?"

"Salah." jawab Narendra sedikit menantang. Ia mendekati pria itu. "Papah yang darimana?"

"Jangan kurang ajar kamu." tantang pria itu yang langsung berdiri. Ekspresinya sudah menunjukkan kemarahan yang luar biasa.

"Buah jatuh gak jauh dari pohonnya, Pah." tegas Narendra membara. Ada sekumpulan keberanian berhasil merasukinya.

"Pipi kamu kenapa?" tanya pria itu mendekat ke Narendra.

"Ini persis apa yang udah papah lakuin ke mamah waktu itu."

Tanpa angin yang berhembus. Pria itu tanpa kasihan langsung mendaratkan tamparan cukup keras ke wajah Narendra.

"Papah sekolahin kamu bukan untuk jadi berandalan."

Narendra tak menjawab apapun. Masih terlintas dalam dirinya sebuah kebencian kepada pria yang kini berada di hadapannya. Beberapa tetes air mata mengalir pelan di pelupuk matanya; secepat itu.

"Papah udah cukup sabar menerima laporan dari sekolah. Tiap hari kerja kamu cuma bolos di sekolah pas SMP. Jangan sampai di SMA ini kamu masih sama."

Sekali lagi Narendra tak menggubris apapun celotehan pria itu.

"Tamparan tadi peringatan. Kalau kamu mau jadi anak yang berbakti. Jangan buat papah melakukan hal itu lagi ke kamu." ujar pria itu yang langsung pergi.

Narendra sangat terpukul dengan apa yang sudah ia terima. Ia melangkah ke kasurnya sembari memegangi pipinya.

Ia membuka gadget dan akan menelpon pacarnya; Ariska.

"Sayang."

Ada apa, Sayang? Aku lagi di jalan. Nanti aku telpon lagi, ya.
Ariska langsung menutup telpon.

Narendra memandangi sekeliling dan mendapati suatu hal yang tak ia sangka. Coret-coretan di blackboard menghilang di beberapa bagian. Ia marah besar tatkala menyadari kalau coretan berharganya sudah lenyap.

"Papah." Teriaknya kecil. Ia menyimpulkan kalau pria itulah yang telah menghapus semuanya. Narendra melangkah keluar kamar dengan sangat tergesa-gesa mencari pria itu. Namun, kenyataan tak sesuai. Ia sudah kehilangan jejak. Pria itu sudah pergi bersamaan dengan marahnya Narendra yang semakin membuncah.

Tanpa berpikir panjang, Narendra langsung mengendarai motornya dan pergi melalang buana mencari kesempatan-kesempatan yang bisa saja ia dapatkan. Ia mengendarai sangat laju seolah jalanan adalah miliknya seorang. Matanya kacau dan sudah tak tahu lagi harus berbuat apa. Angannya panjang memandang sepanjang jalan. Yang tersisa hanya  kobaran marah yang menjulang tinggi hingga ke atas sana. Tensi darahnya naik dan ia tak menggubris lagi bakal apa yang terjadi pada dirinya. Malam itu hanya ia habiskan dengan kemarahan dan laju motor yang begitu cepat.

***


Tuan yang sedang jatuh cinta!

-Prayoga R-


SECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang