SECTION 64. BANNER

4 4 0
                                    

Setelah beberapa hari sejak kepulangannya dari rumah sakit; Sylvella sudah bisa dikatakan sembuh total. Sylvia terkadang sampai bertanya-tanya mengapa kakaknya selemah itu? Hanya hujan-hujanan tetapi sakitnya bisa sampai masuk rumah sakit.

"Kak, emang kakak selemah itu, ya?" tanya Sylvia sembari mengambil piring di rak piring. Sylvella agak terkejut. 

"Kakak juga gak tahu, Sylv," jawab Sylvella sembari mengaduk-aduk nasi goreng yang sedang ia masak di atas wajan. "Emang kenapa?"

"Kakak kan cuma kena hujan, kan?" Sylvia menghampiri meja makan meletakkan mie goreng buatannya.

"Iya. Tapi, kakak gak sekuat yang kamu bayangin, Sylv." Sylvella menaburkan bubuk bumbu penyedap rasa.

"Terus kelanjutan hubungan kakak sama kak Bima gimana?"

Sylvella mengaduk nasi goreng cukup kuat lalu setelah ia rasa nasi goreng sudah siap langsung ia letakkan di piring besar yang sudah ia siapkan, "Kamu siapin juga buah-buahnnya juga, ya, Sylv."

Sylvia langsung mengambil pisau memotong apel dan melon yang berada tak jauh darinya. Sylvella meletakkan nasi goreng buatannya di meja makan. Gadis berusia hampir memasuki usia 22 tahun itu mengambil roti tawar dan selai cokelat di lemari tempat menyimpan makanan.

"Kamu cobain juga, ya, Sylv. Tadi kakak belum cicip, sih. Ngomong-ngomong mie goreng kamu enak banget!" Sylvella melangkah pergi, "Kakak mau panggil mamah sama papah dulu, ya."

Sylvia tersenyum. Sylvia melihat sekilas tampilan fisik nasi goreng buatan kakaknya. Nasi goreng itu tampak seperti nasi goreng pada umumnya dan tangannya langsung menyendok nasi goreng. Beberapa saat setelah mulutnya mengunyah memunculkan wajah yang sepat dan cemberut, "Apa gue harus jujur?".

Sylvella buru-buru meletakkan sendok setelah sadar papahnya telah datang menggandeng tangan kakaknya. Sylvia merasakan kecemburuan yang luar biasa saat melihat momen itu. Belum pernah ia merasakan dirinya digandeng oleh Arman. Sylvia hanya memunculkan ekspresi senyum sepat.

"Makan, Pah." ujar Sylvia kikuk.

Sylvella langsung mengambilkan piring besar lalu menyiapkan segala macam makanan buatannya dengan Sylvia. Sylvia tersenyum getir. Ekspresi apa yang akan ditampilkan Arman setelah mencicipi nasi goreng dan mie goreng dengan rasa yang sangat jauh berbeda.

"Ini nasi goreng buatan aku, Pah." jelas Sylvella, "Ini mie goreng buatan Sylvia, Pah."

Arman tersenyum antusias. Ia menerima sepiring penuh lalu meletakkan di meja makan. Sylvella langsung memberikan sendok dan garpu.

Arman menyendok nasi goreng ke dalam mulutnya dan Sylvia bisa melihat ekspresi getir itu. Tetapi, Arman berusaha tidak menunjukkan ke Sylvella. Arman langsung menyendok mie goreng dan langsung mengunyahnya, lagi-lagi Sylvia bisa menangkap ekspresi bahagia itu.

"Enak sekali," jelas Arman lalu terhenti, "Sylv." Arman langsung tersenyum lebar ke Sylvella. Sylvia tersenyum getir.

"Kamu gak makan?"

"Enggak, Pah. Aku lagi diet gak makan makanan kayak gitu. Tapi, tadi sempet nyicip mie goreng buatan Sylvia"

"Terus kenapa masak ini?"

"Masakan spesial untuk Papah. Ya, kan, Sylv?" Sylvella tersenyum lebar. Sylvia hanya bisa mengangguk.

Tak beberapa lama kemudian, Arman langsung meninggalkan dapur setelah menghabiskan nasi goreng dan mie goreng di piringnya. Sylvella juga langsung menuju kamarnya mengerjakan tugas skripsinya yang hampir selesai. Sylvia membereskan sebentar meja dapur lalu beralih ke belakang rumah ingin menyendiri.

SECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang