SECTION 70. I LOVE HER SO MUCH

4 3 0
                                    

Kepala Sekolah dengan sengaja mengundang beberapa siswa dan siswa sekolah Akal Bangsa ke kantornya. Diantara mereka adalah Alin, Narendra, Pras, Tommy, Sylvia, Karmila, Rajeng, Okta, Karin, Herry, Adam, dan Gibran serta beberapa siswa-siswi dari anggota OSIS termasuk Rama dan Hanaya selaku ketua dan wakil ketua OSIS. Kepala sekolah juga mengundang Pak Laksama selaku pembina OSIS.

"Saya sudah bicarakan ini dengan Galih," Kepala sekolah mengawali dengan menyebut nama Galih yang merupakan bekas ketua OSIS sebelumnya. "Saya berencana agar sekolah kita mengadakan kegiatan reuni sekolah."

"Kalian tahu reuni, kan?" Kepala sekolah memperhatikan wajah dari para siswa. "Reuni itu ya semacam temu kumpul sahabat yang sudah tidak pernah bertemu dalam waktu cukup lama."

"Saya ingin mengajak siswa-siswi terbaik di Akal Bangsa untuk ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan pelaksanaan reuni sekolah ini. Ini juga sudah saya bicarakan dengan guru-guru meskipun ada beberapa yang tidak setuju. Bukan tidak setuju diadakan reuni melainkan keputusan saya yang langsung memilih siapa yang berhak bertanggung jawab terhadap reuni ini."

Dalam diam; Sylvia tampak mencuri pandang kepada Narendra yang duduk di ujung sana. Wajah tampannya ketika dipandang dari sisi atau sudut lain tampak memberikan satu kesan yang menarik.

"Kalian para siswa-siswi Akal Bangsa yang duduk di hadapan saya bukanlah siswa-siswi sembarangan. Saya sudah menilai kalian sejak awal."

"Ya," Kepala sekolah mengarahkan pandangannya ke arah Narendra, "meskipun diantara kalian ada yang pernah tersangkut kasus di sini. Tapi, saya yakin dan percaya jika setiap orang pernah mengalami hari paling buruk dalam hidupnya." Narendra agak terpancing untuk mendengarkan lebih serius.

"Tetapi, bukankah setiap orang juga punya hak yang sama untuk menjadi lebih baik, kan?" Kepala sekolah tersenyum lebar. Pak Laksama sumringah.

"Sebelumnya saya ingin tahu dulu. Kalian adakah yang keberatan untuk hal ini?"

Sylvia getir. Di awal dia sebenarnya sudah agak ragu karena berbarengan dengan Narendra. Kebenciannya semakin memuncak. Ia mempertimbangkan matang-matang daripada harus menyesal seumur hidup. Jelas juga tak pernah ada keraguan dalam benak setiap siswa-siswi Akal Bangsa ketika berhasil dipanggil oleh Kepala Sekolah.

"Rajeng?" Kepala sekolah memperhatikan Rajeng yang agak gugup, "ada masalah?"

Sylvia langsung membuka matanya lebar-lebar ke arah Rajeng. Rajeng bisa memafhumi bahwa itu sebuah ancaman jikalau dia tidak mengikuti bagian daripada perkumpulan ini.

"Tidak, Pak. Aku hanya haus." jawab Rajeng yang langsung disambut tawa oleh siswa-siswi lain dalam ruangan. Rajeng kemudian dipersilakan oleh kepala sekolah untuk mengambil minum di dalam kulkas milik kepala sekolah. Sebuah kulkas besar yang tersedia di dalam kantor kepala sekolah.

"Saya tahu diantara kalian mungkin ada yang belum punya pengalaman mengurusi kegiatan reuni sekolah atau sejenisnya. Mungkin juga sudah ada yang punya sewaktu di SMP dahulu. Tetapi, bukan seperti itu cara berpikirnya. Kalian masih muda dan harus memiliki pengetahuan lebih serta pengalaman yang banyak. Di perjalanan nanti mungkin kalian akan menemukan beragam kesulitan. But, thats the point. Itu pengalaman yang tidak bisa dibandingkan dengan apapun."

"Jadi, ketika suatu saat nanti kalian diminta melakukan hal yang sama. Kalian tidak kaget. Kalian akan mendapatkan tempat terbaik di dalam masyarakat kelak. Ini baru permulaan. Saya juga akan minta Pak Laksama untuk mendampingi kalian semua yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan reuni sekolah ini. Bukankah begitu, Pak Laksama?"

"Benar, Pak." jawab Pak Laksama agak keras.

"Supaya lebih terstruktur maka saya akan membacakan kepanitiaan acara reuni sekolah ini. Kalian tahu kan ya kepanitiaan. Orang-orang yang bertanggung jawab terhadap kegiatan reuni sekolah ini."

"Saya akan menunjuk ketua pelaksana nya akan dipegang oleh Narendra dengan wakil ketua pelaksananya Rama."

"Reuni nya mau diadakan kapan, Pak?" tanya Rama agak penasaran.

"Ya, kalian memiliki waktu lima bulan untuk mempersiapkan semuanya terhitung sejak agustus sekarang ini. Akhir Januari kita akan mengadakan reuni sekolah tersebut. Kalian siap?"

Pertanyaan itu seolah-olah menjadi sebuah cambuk semangat yang menyakitkan sekaligus menyenangkan.

Sontak semua terkejut ketika nama Narendra yang disebutkan sebagai ketua pelaksana pelaksanaan reuni sekolah SMA Akal Bangsa. Berita terpilihnya Narendra sebagai ketua pelaksana reuni juga sempat menghebohkan seisi Akal Bangsa karena ini merupakan sebuah keajaiban dunia yang tidak boleh dilupakan. Narendra sumringah saja dan bersiap menghadapi tantangan kedepan.

***

Narendra tidak pernah melepaskan pelukannya di tubuh Ariska. Keduanya seolah-olah sedang dimabuk asmara yang tidak ada duanya. Narendra rela memberikan semua hidupnya kepada Ariska.

"Dari mana aja kamu?" tanya Narendra. Kedua wajah mereka saling berhadapan. Narendra mengelus kepala Ariska.

"Aku gak tahu," jawab Ariska tersenyum, "Kangen, ya?"

Narendra tersenyum. Wajah Ariska seolah tidak berubah semenjak terakhir mereka bertemu. Perjalanan akhir mereka yang tidak disangka-sangka sebelumnya.

"Kamu pacaran sama orang lain, ya?"

Narendra sumringah, "hampir. Tapi cuma ada kamu di sini." imbuh Narendra membusungkan dadanya. Ariska tersenyum geli.

"Kalau kamu?"

"Enggak ada."

"Sebenarnya kamu kemana aja selama ini? Aku selalu datang ke rumah kamu tapi gak ada. Kamu tega banget ngebuat aku hampir pusing setiap malam."

"Batas imajinasi memiliki sebuah kerahasiaan yang tidak bisa diprediksi. Masing-masing manusia hampir selalu menyalahkan realita ketimbang mengevaluasi atau memperbaikinya. Perjalanan cinta yang sunyi kini kembali ke jalanan yang terang benderang."

"Dalam ruang-ruang keniscayaan dan pertanyaan; Aku mencoba meramu menjadi satu kesatuan yang utuh sehingga sangat sulit untuk menghancurkannya."

"Terkadang ada sebuah gejolak yang tidak bisa dipahami dengan hanya membaca atau melihat barisan teori di buku. Kita harus bisa berada di situasi nyata."

"Duniaku telah mencapai titik kejayaannya. Semuanya mendambakan sebuah kemenangan yang mencakup seluruh semesta. Dua orang manusia yang kini ditakdirkan untuk menjadi juru kunci betapa menakjubkannya kekuasaan."

Ariska tersenyum mendengar bait-bait bicara Narendra yang ia sendiri sebenarnya tidak memahaminya. Hanya ada satu hal yang bisa ia lakukan; mendengarkan.

"Kekuasaan abadi adalah suatu frasa yang dapat mengecoh umat manusia. Bukankah terjadinya peperangan, kelaparan, kehancuran muka bumi, kepunahan, dan lainnya adalah karena frasa tersebut. Coba jelaskan kepadaku bahwa adakah hal lain yang menjadi alasan mengapa terjadinya kehancuran di muka bumi ini?"

"Ramalan memang terbukti benar adanya namun harus diteliti hingga ke akar-akarnya. Kita tidak bisa menafsirkan tanpa bukti empiris. Semuanya berlaku bahwa tak ada suatu kenyataan tanpa adanya suatu khayalan."

"Kumpulan binatang tak terdefinisi sedang menjaga duniaku. Ancaman dari segala penjuru bisa saja terjadi sebab duniaku penuh dengan kebaikan, kemakmuran, keajaiban, dan segalanya. Musuh-musuh berebutan untuk menguasai namun disaat bersamaan duniaku ingin menguasai semesta. Suatu keanehan metode berpikir."

"Semua masalah ini akan kubawa hingga ke meja hijau perserikatan semesta. Segalanya bisa saja terjadi sebab akulah sang pemegang kunci kehidupan yang telah kurancang dengan pikiranku sendiri."

Narendra menghentikan bicaranya yang aneh lalu dengan sigap wajahnya mendekat ke arah Ariska lalu melumat bibir Ariska kuat-kuat. Ciuman rindu yang menghangatkan sekaligus menakjubkan. Ariska tak dapat menolak dan ia pasrah menyerahkan segalanya kepada Narendra.

***

Tuan yang sedang jatuh cinta!

-Prayoga R-

SECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang