SECTION 68. ANNOUNCEMENT

4 3 0
                                    

Sylvia memandangi layar gadgetnya yang menampakkan foto swafoto. Tanpa disengaja; Sylvia mencoba membuka galeri di gadgetnya. Matanya tertuju kepada satu wajah yang menepi. Sylvia mencoba meyakinkan dirinya bahwa dirinya harus membenci Narendra. Narendra telah membuatnya malu. Itu adalah suatu momen yang begitu membekas di hati dan pikirannya yang paling dalam.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Narendra di kamarnya. Matanya melirik ke sebuah nomor dengan nama kontak 'Ariska'. Sejenak ia telah melupakan Sylvia yang barangkali sekarang ini sedang tidur lalu melupakannya. Kemarahannya yang terlalu berlebihan membuat Narendra kehilangan segalanya termasuk seorang gadis yang pernah mengisi ruang hatinya ketika kosong. Narendra mencoba mengikis semuanya perlahan dan membuka memori kembali bersama Ariska. Dalam diri Narendra seakan-akan menumpuk pertanyaan tentang siapa perempuan yang ia lihat sekilas di malam pengroyokan itu.

Suatu ketika entah bagaimana ceritanya saat Karmila dan Sylvia duduk bersama tanpa Rajeng dan Hanin. Tommy mendatangi mereka sembari membawa sebuah kertas dan sebungkus cokelat yang sangat populer di kalangan remaja. Tommy memberikan secara percuma dan tanpa menitipkan sepatah katapun.

"Rajeng mana?" bisik Tommy kepada Karmila yang merasa kehilangan seseorang. Sylvia tersedak ketika membaca kertas itu. Kertas itu hanya bertuliskan sebuah kata 'maaf'

"Tom," Sylvia agak membentak. Sorot matanya begitu tajam seolah-olah sedang melihat musuh di depannya, "Bilang sama temen lo. Jadi laki jangan banci. Dateng kesini!"

"Iye," balas Tommy yang agak malu sebenarnya melakukan hal konyol seperti ini. Tommy baru tahu apa yang menjadikan Narendra sangat lemah; permintaan maaf.

"Lo beneran gak mau maafin Narendra, Sylv."

"Ya menurut lo?" Sylvia balik bertanya. "Coba gua tanya sama lo, Tom. Kalau lo ditelanjangin sama seseorang di muka umum, terus apa reaksi lo?"

"Malu-lah," balas Tommy singkat.

"Exactly, but... apa reaksi lo kepada si pelaku yang udah mempermalukan lo?"

"Ya gue marah."

"Pinter lo, Tom." Karmila ikut nimbrung. Batin Sylvia begitu tersiksa ketika harus mengatakan kebencian kepada Narendra. Dalam hatinya tak pernah ada seseorang selain Narendra. Seorang remaja laki-laki mendatangi Sylvia ketika Tommy sudah melangkah pergi. Sylvia agak canggung dengan kehadiran laki-laki itu.

"Kenapa, Kak?" tanya Karmila agak kikuk. "Lo bawa jus jeruk buat apa?"

Sylvia diam dan masih berekspresi tak enak. Matanya masih memunculkan kebencian dan kemarahan.

"Ini buat lo," Laki-laki itu menyerahkan jus jeruk kepada Sylvia. Laki-laki itu langsung pergi sebelum akhirnya Sylvia mau mengucapkan terima kasih.

"Kak Praditya kenapa ngasih ini ke lo, Sylv?"

"Siapa si dia?"

"Kakel, Sylv."

"Gak kenal gue, Kar." tandas Sylvia.

"Narendra tadi udah masuk, Sylv. Dia akhirnya masuk sekolah setelah seminggu gak sekolah" tukas Karmila, "Gak penting sih buat elo. Tapi ya cuma gue pengen ngasih tau lo aja. Sapa tau penting, ya, kan?" lanjut Karmila diakhiri cekikikan.

"Kar," Sylvia bertanya dengan nada penasaran, "Emang bener ya ujian semester minggu depan duduknya bakal dirombak?"

"Iya," balas Karmila, "gak tahu juga, sih. Tapi, Pak Laksama bukannya udah bilang ya. Di kelas juga bilang kok. Kepala sekolah pengen kita semua jujur pas ujian jadi ya gitu. Lo tau kan kalau kepsek ceramah."

Sylvia agak tertawa, "Menyontek adalah batu loncatan untuk menjadi koruptor."

"Nah itu.. udah hapal banget gue, Sylv." balas Karmila, "Terus ada kabar juga kalau nanti bakal dipasang pengumuman letak duduk ujian semesteran kita."

SECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang