SECTION 81. EPILOG

28 4 0
                                    

Pak Jo menyelesaikan sruput seduhan kopi terakhirnya. Seduhan kopi ini berasal dari kopi sachet yang dibuatkan khusus oleh istrinya.

"Bagaimana kondisi Bagaskara, Bu?" tanya Pak Jo agak bergeming. Sorot matanya menimbulkan suatu makna yang lain.

"Dia sudah makan, Pak." jawab Istrinya dengan intonasi pelan. Raut wajahnya memberikan makna berbeda pula.

"Malang sekali nasib anakku." Pak Jo agak berteriak. "Kawan-kawannya jadi kesini menengok Bagaskara, Bu?"

"Iya, Pak. Tadi sudah ada yang menghubungi Ibu, Pak."

Pak Jo dan istrinya hanya bisa memandang nanar kiluan cahaya yang benderang serta deru angin yang begitu sejuknya. Seketika kumpulan bunyi mesin motor terdengar bersahutan.

"Mereka sudah datang, Pak."

Remaja-remaja itu turun dari motor langsung menyalami orang tua Bagaskara. Seorang guru juga ikut bergabung sembari membawa sebuah bingkisan yang lumayan besar.

"Bagaimana kabarnya, Bapak-Ibu?"

"Baik, Alhamdulillah, Bu."

"Bagaskara sudah baikan?"

"Masih sama, Bu. Dia kalau malam suka teriak-teriak."

"Teriak apa, Bu?"

"Banyak, Bu. Tetapi, beberapa hari yang lalu kami coba melepas kunci gemboknya, pas dia lepas malah menyakiti orang-orang, Bu." jawab Istri Pak Jo dengan nada memelas dan menyesal.

"Mohon maaf, Bu." Pak Jo akhirnya membuka mulutnya. "Kalau boleh tahu yang Narendra mana, ya?"

Remaja berwajah rupawan mengangkat tangan kanan dan langsung disambut senyum oleh Pak Jo.

"Kalau Sylvia?"

Lagi, seorang remaja perempuan mengacungkan tangan, "saya, Pak."

Entah apa yang sedang dipikirkan oleh Sylvia, tiba-tiba gadis itu berlari mendekat ke arah ibu Bagaskara lalu bersujud memegangi tangan ibu Bagaskara, "saya mohon maaf, Bu atas perlakuan saya dan teman-teman kepada Bagaskara. Saya menyesal, Bu."

Guru itu juga merasa tidak enak dengan orang tua Bagaskara, "Mohon maaf, Bapak-Ibu. Saya mewakili anak-anak di sini ingin menyampaikan permintaan maaf karena mereka dahulu sudah merundung Bagaskara."

Istri Pak Jo tiba-tiba meneteskan air mata. Pak Jo hanya bisa diam. Orang tua mana yang tega anaknya dirundung habis-habisan hingga menjadi seperti sekarang ini.

"Ya, mau bagaimana lagi, Bu. Tadi malam Bagaskara teriak kalau Narendra itu gila,"jelas Pak Jo. "Dia juga teriak kalau temannya yang bernama Sylvia itu sebenarnya sudah meninggal."

"Dia sangat benci dengan teman-temannya, Bu. Dia sampai berpikiran buruk terhadap teman-temannya."

"Kami juga memohon maaf, Bu."

"Kata 'maaf' juga tidak bisa mengembalikan anak saya seperti sedia kala, kan, Bu!" teriak Pak Jo yang sudah kehabisan kesabaran, "sudahlah mendingan Ibu dan teman-teman mendingan pulang saja."

"Pak," Sylvia mulai bersuara. "Orang tua saya ada kenalan psikiater. Saya sudah jelaskan semuanya ke orang tua saya. Mereka siap bertanggung jawab. Bagaskara akan dibawa ke Singapore untuk pengobatan lebih intensif."

"Orang tua saya bilang kesembuhan Bagaskara bisa diusahakan selama orang-orang disekitar mau mendukung." jelas Sylvia lagi.

"Begini, sebaiknya Ibu dan teman-teman pulang dulu, ya!"

"Pak," Guru itu seolah ingin Pak Jo memberikan ruang kepadanya dan Sylvia juga teman-teman yang lain.

"Ibu tidak dengar?" Pak Jo mengeluarkan suara dengan intonasi cukup keras.

Beberapa saat kemudian, rombongan itu kembali ke sekolah, SMAN 01; sekolah terbaik di kota ini.

Pak Jo dan istrinya berjalan pelan ke arah rumah belakang. Keduanya tidak bisa lagi menatap Bagaskara yang sudah terkunci.

"Bagaskara?" Pak Jo memegangi jeruji besi. Bagaskara tampak bersandar di dinding dengan kakinya di pasung oleh suatu alat tertentu berbahan kayu. Beragam rantai menyelimuti membuat Bagaskara terkunci tak bisa bergerak kemana-mana. Di dekat Bagaskara tampak alat-alat makan yang berserakan.

Istri Pak Jo tak bisa melihat anaknya lagi, ia menangis di pundak suaminya.

"Bapak," sapa Bagaskara pelan. Intonasinya hanya terdengar sayup. Seketika wajahnya basah terkena air mata.

"Ibu," sapa Bagas selanjutnya. Wajahnya memelas seolah meminta sebuah kebebasan.

Pak Jo dan istrinya terdiam,

"Bagas tolong dilepas, Pak-Bu. Bagas mau ketemu temen-temen Bagas." ucap remaja itu penuh harap.

Pak Jo,

[SELESAI]

diselesaikan,
Rabu, 06 Oktober 2021 pukul 16.46 WIB di Lazis Al-Wasi'i Universitas Lampung.

Penyelesaian unggahan per-BAB,
Ahad, 16 Januari 2022 pukul 18.55 WIB di Bandarlampung.







Catatan;

Cerita ini berdasarkan kisah nyata yang dialami sendiri oleh penulis dan orang-orang di sekitar penulis. Penulis sedikit memberikan tambahan imajinasi guna memperkuat plot cerita.

Penulis saat ini tengah disibukkan persiapan wisuda yang akan dilaksanakan pada Sabtu, 22 Januari 2022 secara daring.

Secara khusus; Penulis yang lahir pada 26 Desember 1999 ini telah menerbitkan tiga buku.

Penulis berharap bahwa buku ini bisa dengan mudah dinikmati oleh pembaca dari berbagai kalangan dan mencermati pesan yang ingin disampaikan dalam cerita.

"Bahwa mereka yang memiliki 'dunianya sendiri' berhak untuk dihargai dan bermimpi."

Semoga teman-teman selalu sehat.
Aamiin..

Instagram @praygrmd
Whatsapp 0895-6059-32046

Salam hangat,

Prayoga Ramadhan,
Author of Section

See you,

SECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang