SECTION 19. ELECTION

20 9 0
                                    

Berita TV beberapa hari ini hanya berfokus pada pemberitaan pelaksanaan pilkada serentak yang akan digelar rabu esok. Pilkada serentak ini memang menjadi saksi sejarah yang harus dicatat oleh sejarawan. Pertama kalinya, Indonesia akan melaksanakan pilkada serentak. Pilkada adalah pesta demokrasi terbesar ketiga setelah pemilu legislatif dan pilpres. Pemasangan banner dan spanduk bakal calon kepala daerah menggema sepanjang jalan. Masing-masing calon kepala daerah sibuk mengkampanyekan diri menampilkan kebagusan diri melalui pidato di depan publik. Mereka berlomba-lomba merebut hati rakyat agar memilih mereka tentunya. Berbagai cara dilakukan tanpa henti.

"Pah, nanti Alex mau jemput aku. Kita mau jalan-jalan." ujar Sylvella yang telah mengenakan pakaian rapih dan anggun. Arman memandang putri sulungnya itu dengan tatapan dan ekspresi bahagia.

"Ok. Hati-hati, ya." jawab Arman sembari meletakkan gelas setelah sebelumnya ia seruput teh hangatnya. Marina tersenyum simpul kepada Sylvella. Tatapannya masih fokus ke berita TV yang memberitakan pilkada serentak.

"Oh, iya. Kita gak kemana-mana, kan, Pah, Mah selama tahun baru ini?"

"Enggak, Sayang. Kita di rumah aja. Kamu bisa pergi bareng Alex, kok." jawab Marina mendengus kecil. Arman dan Marina sepertinya tidak bisa diganggu malam ini. Mereka sibuk menyaksikan berita TV tentang pemilihan kepala daerah serentak. Sylvella seakan tahu bahwa pemilihan kepala daerah merupakan momen sangat penting bagi kedua orangtuanya. Mereka harus memastikan bahwa calon kepala daerah nomor satu harus bisa mengkampanyekan diri dengan baik dan bisa merebut hati rakyat dengan baik. Kemenangannya adalah kemenangan Arman dan Marina juga. Calon kepala daerah memegang peranan penting di perusahaan yang kini diurus oleh Arman dan Marina.

"Papah gak bantu jadi tim sukses?" tanya Sylvella lagi diakhiri senyum kecil. Tertawa kecil. Arman dan Marina tak menggubris. Arman yakin Sylvella tak akan sakit hati. Benar saja, Sylvella tak bertanya lagi dan memilih untuk menaiki tangga rumah menuju lantai dua. Sylvella berjalan perlahan menaiki tangga. Membenamkan seluruh ketakutan-ketakutan yang selama ini ia derita. Wajahnya masih saja sendu seperti hari-hari sebelumnya. Tak ada yang abadi. Pikirnya sejenak. Kejernihan berpikir nyatanya sangat membantu dirinya.

Gadis itu mengetuk pintu kamar Sylvia berulang. Ketukan ketiga, pintu kamar terbuka dengan sempurna. Sylvia memandang wajah kakaknya dengan ekspresi biasa. Tingkahnya seolah mencirikan bahwa tak ada yang istimewa di dalam hubungan kakak-beradik ini. Sylvella melangkah masuk. Pandangannya tertuju pada beberapa potong foto-foto yang tersusun rapih di dekat kaca persegi panjang. Sebuah gantungan pernik lampu warna-warni menghiasi. Sylvia kembali terpaku dengan sangat kuat di atas kursi belajarnya. Di hadapannya; sebuah laptop yang menyala terang, buku catatan yang begitu tebal dengan sampul hitam merekah, dan beberapa buku sekolah yang tersusun cukup rapih. Handphone milik Sylvia tergeletak begitu saja di atas kasur.

"Lagi apa, Via?" ujar Sylvella melangkah mendekati kasur. Ia langsung duduk sembari memandang handphone milik adiknya.

"Belajar." Sylvia menjawab singkat tak ada lanjutan. Bahkan ia memalingkan wajah. Ia sepertinya menghindari kontak mata dengan kakaknya.

"Malam minggu, kok, di rumah saja, Via."

"Kak," Sylvia berbalik dan memandang kakaknya, "Emang penting banget, ya, kita keluar di malam minggu? Harus banget?" tanya Sylvia makin penasaran.

"Penting, dong. Kan, malam minggu jadi waktu yang pas buat kencan bareng pacar."

"Itu jauh lebih gak penting," jawab Sylvia yang kesal. Ia tahu bahwa kakaknya hanya menyindir. Sylvella menahan tawanya cukup kuat, "Kakak, kok, rapih banget. Mau malam mingguan? Kak Alex mau kesini?"

"Iya. Kamu mau ikut?"

"Enggak," jawab Sylvia sembari menggelengkan kepala. Sylvia memandang kembali layar monitor laptopnya, "Lagian kata orang-orang. Kalau ada orang pacaran terus ada satu orang yang tiba-tiba muncul, itu tandanya orang yang muncul itu dianggap sebagai mahluk halus."

SECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang