Bonus Part

11.8K 811 83
                                    

ADA YANG KAGET PAS DAPET NOTIF INI NGGAK SIH?

Ah, aku pun kaget melihat pembaca ini hampir 150k 😭🤧

***

Dinginnya udara pada malam ini tak membuat lelaki itu lelah untuk memetik senar pada gitarnya. Devan. Lelaki itu sudah satu jam berkutat dengan gitar di pangkuannya dengan rentetan chord dan lirik yang terpampang di layar laptopnya.

Gabut. Mungkin itu kata yang paling dimengerti remaja masa kini. Devan benar-benar tidak punya pekerjaan. Padahal tugas-tugas menumpuk. Biasalah.

"I want you to- take me home I'm fallin'."

"Love me long I'm rollin'."

"Losing control."

"Body and soul. Mind too for sure I'm already yours ..."

Ayunan tangan Devan terhenti sesaat ketika ia mendengar pintunya terbuka. Melirik sebentar pada wajah sang kembaran yang senyum-senyum tidak jelas. Ia mulai mendekati Devan.

Tak ingin mempermalasahkan, Devan kembali memfokuskan kegiatannya. Dengan refleks, jarinya sudah menyesuaikan kembali chord lagu yang ia nyanyikan.

"Walk you down I'm all in."

"Hold you tight—"

"Anjay adek gue lagi konser tunggal."

Bisa dilihat Devan kehilangan moodnya. Ia berdecak saat Davin menyelanya saat ia sedang bernyanyi.

"Keluar atau gue gorok?!"

Bukannya takut, Davin justru tertawa. "Galak amat sih adek gue," katanya, sambil mendorong bahu Devan.

"KAKAK IH SANA KELUAR!"

Devan berteriak pada akhirnya.

Davin hanya menutup telinga guna melindungi bagian indra pendengarannya. Sepertinya Devan sedang ganas, macam gadis yang sedang datang bulan saja.

"Padahal gue mau nawarin lo sesuatu."

Devan semakin menajamkan matanya melihat Davin. Mengira Kakaknya itu tipu-tipu. Pasalnya, lelaki itu tidak membawa apa-apa ke kamar ini. "Gue nggak tertarik."

Davin menganggukkan kepalanya dengan raut menyebalkan. "Ya udah, gue nggak maksa juga sih."

Lelaki yang lebih tua itu mulai bangkit. Ia memakai sandal bulu-bulu bergambar kelinci ke kakinya. Nyaman sekali dipakai saat musim hujan. Hawanya dingin menjadi sedikit lebih hangat.

Devan masih menatapnya tajam. Padahal sedari tadi Davin mengukir senyum pada bibirnya. Devan melihat sang Kakak berjalan mundur.

"Sip, kali ini gue bisa makan ayam teriyaki Bunda tanpa harus rebutan sama lo."

Devan mengendus aroma yang ia tangkap. Benar saja sepertinya Bunda sudah selesai memasak makan malam. Dan menu hari ini adalah salah satu yang menjadi favorit Devan. Ah iya, Devan dan Davin. Sial! Davin benar-benar harus ia lenyapkan.

Ia menidurkan gitarnya di kasur. Lalu berlari kencang saat Davin menutup pintunya dan berteriak, "BYE DEVAN GANTENG. KONSER YANG LAMA YA SAMPE PERUT LO KENYANG!"

"KAKAK!"

Devan ingin membuka pintu, namun masih ditahan oleh Davin dari luar. "Tadi lo bilang nggak tertarik anjir! Udah sana konser lagi!"

"Tapi kan Adek lapar juga ..." ujar Devan dengan nada sedih. Berharap Davin luluh.

Keisengan Davin sedang kambuh. Entah apa yang ia pikirkan saat ini, yang penting ia tidak ingin Devan hidup tenang. "Tadi kata Adek kan Kakak ganggu pas masuk kamar Adek. Padahal Kakak disuruh Bunda panggilin Adek buat makan malam loh,"

Invisible ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang