10|Diperlakukan Berbeda

10.9K 862 23
                                    

Dari tempat garasi, dimana Devan memarkirkan kendaraannya. Ia dapat mendengar keramaian dari dalam rumahnya.

Davin pun heran, tumben sekali rumahnya ramai sampai-sampai perbincangan mereka terdengar keluar. Ketika Davin mencabut kunci motornya, ia baru sadar ada mobil lain di sini. Ia tahu, itu mobil pajero hitam itu milik Omnya.

"Kayaknya Om Adli sama keluarganya lagi kesini." ucap Davin.

"Ah, iya bener. Gue baru sadar ada mobilnya di sini. Kangen deh sama bocil-bocil." balas Devan heboh, seperti biasa. Ia hanya ingin melupakan semua bebannya.

"Kuy masuk, Kak." ajak Devan dengan senyum cerah.

Davin mengangguk pelan. Dalam hati ia berdoa agar tidak ada kejadian yang tidak diinginkan. Raut wajah ragu yang ditunjukkan Davin membuat Devan menatapnya lekat.

"Lo kenapa sih? Tadi gue yang diem, sekarang gue udah berisik lagi nih. Energi gue udah terkumpul abis makan steak tadi. Tapi sekarang malah lo yang jadi diem," Devan menggerutu kesal. "Hm, sebentar. Lo kan emang orangnya nggak berisik kayak gue." Devan terkekeh setelahnya.

Davin membalas tatapan Devan. Ia segera merubah rautnya menjadi seperti biasa. "Nyadar juga lo kalau selama ini lo berisik."

Devan tertawa kecil. "Sadar dong. Orang seganteng gue harus menunjukkan bahwa gue ganteng." Devan bergaya di depan Davin.

"Nggak nyambung anjir!"

"KAKAK KEMBAR!" Suara teriakan nyaring bocah mengalihkan keduanya.

Di dekat pintu terlihat anak kecil berusia lima tahun melambaikan tangannya.

Segera saja, Devan dan Davin berjalan lebih cepat menghampiri anak itu. Rasanya sudah lama tidak bertemu dengan anak lucu ini. Mereka pun sedikit terkejut karena sekarang anak itu sudah tumbuh besar dan lebih tinggi.

"Hayo mana yang Kak Epan, mana yang Kak Apin?" Devan bertanya jahil.

Anak itu tampak berpikir. Ia mendongak untuk melihat Devan. Lalu beralih kepada Davin yang melengkungkan senyum tipis. Tapi ia tidak bisa membedakan."Key nggak tau. Muka Kakak kembar kan nggak ada bedanya." jawab anak itu polos.

Devan tertawa setelahnya. Gemas dengan kelakuan Keyla, atau yang biasa dipanggil Key.

"Kalau yang ganteng banget ini, yang Kak Epan." Devan menunjuk dirinya sendiri. "Nah, kalau yang buluk itu baru Kak Apin." Devan menunjuk Davin di sampingnya.

"Ah, Key ingat! Kak Epan yang ada tompelnya di hidung." sahut bocah itu semangat.

Davin tertawa keras. "Ganteng-ganteng tompelan."

"Key, ini bukan tompel, tapi tahi lalat." sanggah Devan. Rasanya Devan ingin menendang Davin karena ia menertawakannya.

"Sama aja—"

"Kalian ngapain masih di situ aja? Sini masuk ke dalam." Tiba-tiba Fani datang, mengalihkan atensi tiga orang itu. Setelahnya, Keyla berlari menjauh, menghampiri Mamanya di dapur.

Devan dan Davin menyalimi tangan sang Bunda bergantian. "Perasaan lesnya selesai jam delapan deh. Kok kalian baru sampai jam segini?"

"Iya Bun, tadi kita makan di luar. Bosan makan masakan Bunda, hehe ..." jawab Devan dengan nada bercanda.

Fani menggeleng saja. Ia melangkahkan kakinya ke dapur. Menyiapkan jamuan. "Ya udah kalian bersih-bersih sana. Bunda mau ke dapur dulu ya."

Kedua lelaki itu mengangguk. Mereka melangkah menuju ruang tengah. Di sana terdapat Ayah dan Omnya.

Invisible ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang