Hari ini Devan sudah kembali masuk sekolah. Energinya sudah kembali. Kelakuan minusnya pun sudah muncul. Sampai-sampai Davin ingin menukar tambah adik saking kesalnya.
"Tugas yang kemarin dikerjain, udah lo bawa kan?" Davin bertanya.
"Udah Kak."
"Gue nggak mau minjemin pulpen ya."
Devan mendengkus kesal. "Udah lengkap, Kak. Gue udah bawa semuanya. Bawel banget sih."
Davin tersenyum menanggapi melihat Devan merengek. Lorong panjang yang sudah dilalui banyak orang kini menjadi tempat dimana mereka sedang berjalan.
Mereka berdua sudah di depan kelas. Tangan Devan meraih gagang pintu. Ia masuk ke dalam, diikuti oleh Davin.
Begitu Devan dan Davin masuk kelasnya, tak disangka teman-temanya memberi sambutan.
"SELAMAT DATANG KEMBALI DEVANO!"
Teman bobroknya pun bertindak rusuh. "Bisa sakit juga lo, Van." sahut seorang siswa.
"Jangan kebiasaan overthingking, Van. Nikmatin aja hidup. Lo masih muda."
Seseorang yang sangat dikenalnya datang mendekat. "Nih, perayaan kecil-kecilan buat lo. Diterima, ya!" Leon, lelaki itu membawa piring kecil yang berisikan bakpao kantin dengan choky-choky sebagai toppingya.
Rafi juga memberi susu kotak kepada Devan. Devan menerima dengan senang hati. Semua yang berada di kelas itu pun bertepuk tangan. "Thanks, ya guys! Terharu banget gue, mau nangis." Devan berlagak mengusap sudut matanya, seakan ada air mata yang keluar.
Davin duduk di tempatnya. Memperhatikan adik kembarnya yang kini sedang sibuk dengan teman-temannya yang lain. Ia bahagia banyak orang yang menyayangi Devan.
Sedangkan di pojok ruangan, seorang lelaki sama sekali tidak tertarik pada keramaian di kelasnya. Sena lebih memilih menelungkupkan kepala di atas lengannya. Jarang-jarang cowok itu datang lebih awal. Biasanya juga telat, atau mentok bel.
"Gue nggak nyangka bakal dapat surprise beginian." kata Devan ketika ia sudah duduk di tempatnya.
"Lo tau nggak artinya apa?" Davin bertanya lembut.
Bisa dilihat Devan yang mengerutkan keningnya seraya menggeleng. Di ujung bibirnya terdapat cokelat choky-choky yang tersisa membuat Davin gemas sendiri.
Davin pun mengusap lembut sudut bibir adik kembarnya hingga bersih dan menjawab pertanyaan Devan tadi. "Artinya banyak yang sayang sama lo, Van. Jangan sakit lagi ya, Dek." Jawab Davin. Nadanya sangat tulus, Devan bisa mendengarnya sekaligus merasakan hangat jari Davin yang mengusap lembut bibirnya.
Bagi Davin, tidak ada yang lebih menakutkan darinya ketika melihat Devan dalam keadaan tidak baik-baik saja.
<<<>>>
Keempat lelaki itu sedang duduk di bangku kantin. Mereka memanfaatkan waktu istirahatnya di sini.
Devan mengeluarkan malas bekal yang dibuatkan Davin. Kembarannya itu harus memastikan bahwa makanan yang diamakan Devan steril dan higienis.
Davin juga sama. Lelaki itu juga membawa bekalnya. Ia tahu betul pasti Devan akan malu karena diledeki teman-temannya karena membawa bekal. Padahal itu bukan hal memalukan. Ya kan?
Bagi Devan memalukan. Bahkan, sangat memalukan. Karena tempat bekalnya berwarna merah muda bergambar mermaid. Aish, Davin ini.
"Gue mau sambalnya Umi." ujar Devan dengan wajah mupeng. Umi, atau yang dikenal pedagang bakso di kantin. Jika Devan membeli bakso tersebut, ia pasti akan menambahi sambal super pedas—jika Davin tidak mengawasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Invisible ✔
RandomLelaki kembar seiras yang memiliki potret wajah serupa. Devan dan Davin namanya. Namun, kehidupan keduanya berbeda. Tidak tampak tetapi selalu diingat. Jelas terlihat tetapi tak pernah dianggap. Setiap insan memiliki cerita hidup yang berliku-liku...