Kalau kangen book ini, jangan lupa klik bintangnya yaa 🙂 Jangan lupa dikomen juga, yang rame pokoknya ...
<<<>>>
Tidak ada kata baik-baik saja untuk menggambarkan suasana saat ini. Selalu ada dua kata yang mereka gumamkan yang mewakilkan perasaannya. Maaf dan menyesal.
Mungkin mereka baru saja menyadari, betapa berharganya seorang Devan bagi kehidupan mereka. Sayang saja, ia sedang merajuk tidak mau berbicara kepada siapapun. Jangankan bicara, sekadar membuka mata saja sepertinya enggan.
Keadaan Devan belum stabil. Kapanpun bisa drop, lalu membaik. Setelahnya kembali drop. Karena itu, Devan masih harus dipantau ketat dalam ruang rawat intensif.
Kini ada Dafa yang menemani Davin di ruang rawatnya. Ia baru saja sampai di kota ini satu jam lalu. Dan lelaki itu langsung bergegas menuju rumah sakit dimana adik-adiknya dirawat.
Dafa duduk termenung di sofa ruangan itu. Tatapannya kosong. Namun, pikirannya penuh. Penuh oleh seseorang bernama Alfarizi Devano Pratama. Yang kini masih betah memejamkan matanya.
Ingatan tentang Devan terus berputar di kepalanya. Bagaimana Dafa memperlakukan Devan. Bagaimana tidak acuhnya Dafa kepada Devan. Bagaimana jahatnya Dafa kepada Devan.
"Mas benar-benar menyesal ..."
Entah sudah keberapa kalinya Dafa berkata seperti itu kepada dirinya sendiri. Menandakan bahwa ia tersiksa dengan semua ini. Apakah ini balasan atas perbuatannya? Tapi kenapa harus Devan juga yang menanggung. Kenapa harus adik-adiknya yang menjadi korban?
Sekarang Dafa tahu. Devan itu sama seperti Davin. Sama sepertinya pula. Sama-sama anak Ayah Bunda. Sama-sama makan nasi. Sama-sama bernapas melalui hidung.
Tapi, kenapa selama ini ia bersikap beda kepada adik-adiknya?
Seperti yang kita ketahui, Dafa akan bersikap manis kepada Davin. Namun, berbanding terbalik dengan sikapnya kepada Devan.
Terdengar jahat memang, Dafa itu malu memiliki adik bodoh seperti Devan. Dan ia akan membangga-banggakan adik jeniusnya, seperti Davin. Tapi itu dulu.
Dafa sadar, kehadiran adik kembarnya itu sama-sama berharga. Devan dan Davin adalah adiknya yang harus ia jaga. Kedua adiknya adalah anugerah terindah bagi hidup Dafa.
Mengingat bagaimana Devan terbaring lemah dengan bermacam alat medis menghiasi tubuhnya, membuat siapapun yang melihat akan merasa sedih. Termasuk Dafa. Biasanya, Devan selalu bertingkah random, tetapi kini untuk bernapas saja ia membutuhkan alat bantu.
"Maafin Mas ya, Devano," gumamnya.
Ingatannya melayang ketika seorang kurir mengantar sesuatu barang ke kosannya. Dan ternyata si pengirim adalah Devan.
Dafa terkejut melihat isinya yang ternyata adalah tas yang sedang dibutuhkannya. Saat itu tasnya yang biasa dipakai sedang rusak, dan belum sempat untuk membelinya. Selain itu, keuangannya juga sedang kritis.
Dafa hampir tidak pernah bercerita apapun kepada Devan. Dafa hanya bercerita kehidupannya kepada Davin, karena ia memang lebih percaya kepada Davin dalam hal apapun. Dan mungkin, Davin memberi tahu Devan saat itu. Makanya, dua hari kemudian datanglah barang yang sangat dibutuhkannya. Di dalamnya juga terdapat kertas yang berisikan pesan manis bahwa Dafa harus jaga kesehatan selalu. Ia juga berkata Devan merindukannya. Devan menyemangatinya dengan kata-kata manisnya untuk menjalani hidupnya dengan baik.
Dafa tidak menyangka, Devan sepeduli itu kepada dirinya.
Padahal selama ini, ia terkesan abai pada Devan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Invisible ✔
RandomLelaki kembar seiras yang memiliki potret wajah serupa. Devan dan Davin namanya. Namun, kehidupan keduanya berbeda. Tidak tampak tetapi selalu diingat. Jelas terlihat tetapi tak pernah dianggap. Setiap insan memiliki cerita hidup yang berliku-liku...