Devan dan Davin berjalan bersama menuju tempat duduknya. Namun, fokus keduanya mengarah kepada lelaki yang duduk di paling belakang pada barisannya. Lelaki yang kerjanya tidur di pojokan. Lelaki yang suka membolos pelajaran. Namun sekrang orang itu sedang duduk dengan tatapan kosong menghadap ke jendela.
Lelaki itu Sena. Tak mudah untuk mereka melupakan kejadian yang telah Sena perbuat kemarin.
"IPIN GUE LIAT TUGAS KIMIA LO DONG!" Suara menggelegar milik Leon terdengar setelahnya. Lelaki itu berlari kecil menghampiri Davin. Ia membuat raut wajahnya secute mungkin bermaksud agar orang itu luluh.
Mungkin menurut Leon cute, tapi menurut Davin malah seperti om om pedofil.
"No!" tolaknya. Davin menghentakkan tangan Leon dengan kasar. Ia meninggalkan orang itu lalu berjalan menuju tempat duduknya.
"Katanya mau berubah udah kelas dua belas. Omong doang lo!" ujar Devan.
"Liat punya lo dong, Van." pinta Leon.
Devan memikirkan sesuatu. Menimang-menimang apakah ia harus mengiyakan atau tidak.
"Gue traktir deh nanti."
Devan menatap Leon. Ia bergaya cool. Sok jual mahal. "Apa?"
"Bakapo plus chocky-chocky?" bujuk Leon.
Devan menggeleng. Enak saja jajanan murahan.
"Batagor Pak Mamat?"
Devan kembali menggeleng.
"Bakso Umi?"
Devan menoleh. Uh, ia akan kalah jika ditawarkan bakso Umi.
Leon tersenyum smirk. Mudah sekali membujuk Devan. "Gimana?"
Detik selanjutnya Devan kembali menggeleng. "Ah, jangan deh. Nanti Ipin marah. Gue pasti nggak dibolehin jajanan kantin dulu."
Devan meninggalkan Leon yang masih memikirkan tawaran menarik. Jujur, Devan kangen bakso Umi. Tapi, ia tidak mau Davin berbuat lebih jika ia tidak menuruti semua pesannya.
"Ah, kali ini menyehatkan kok, Van. Kebab ukuran jumbo? Gimana Pak ketua?"
Sial. Leon biadab! Sudah lama ia tidak memakan makanan yang satu itu. Mana pakai panggil Pak Ketua lagi. Tanpa pikir panjang Devan menyetujui. Ia membuka resleting tasnya. Mencari buku tugasnya untuk diserahkan ke Leon.
Leon bersorak senang. Mudah sekali membujuk Devan. Akhirnya ia tidak akan dihukum berlari dari kenyataan lagi karena tidak mengerjakan tugas.
"Kenapa lo pada?" Davin bertanya.
Keduanya tidak menjawab. Leon hanya mengulas senyum lebar kepada Davin. Lalu, buku tugas bernamakan Alfarizi Devano diserahkan kepada Leon oleh sang pemilik.
Davin yang sudah mengerti pun berdecak. "Makanya kerjain, Le. Begadang mulu lo nonton bokep."
Mendengar itu Leon menggebrak meja. Tidak terima, dirinya yang masih polos begini dibilang nonton hal yang tidak senonoh.
"Gue nggak pernah nonton begituan anjrit! Gue masih polos."
Memang benar ia suka begadang, tapi untuk push rank. Enak saja Davin memfitnahnya. Leon sakit hati nih.
"Kakak! Lo ngomongnya sembarangan." Devan memukul Davin dengan pelan.
"Segitunya banget lo buat nyontek. Gue kasih malah nggak mau." ujar Rafi ketika Leon sudah duduk di tempatnya dan bersiap menulis. Ia hanya memperhatikan interaksi Leon dan saudara kembar itu saat mereka masuk kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Invisible ✔
RandomLelaki kembar seiras yang memiliki potret wajah serupa. Devan dan Davin namanya. Namun, kehidupan keduanya berbeda. Tidak tampak tetapi selalu diingat. Jelas terlihat tetapi tak pernah dianggap. Setiap insan memiliki cerita hidup yang berliku-liku...