Wanda dan Sofyan jatuh sakit di waktu yang sama. Adara berusaha keras menampilkan wajah khawatir begitu ibunya menyampaikan kabar tersebut, sebab keadaan batinnya sudah terlampau naik-turun beberapa waktu belakangan, sampai pada titik ia nyaris mati rasa untuk satu lagi kabar buruk. Setidaknya, Rusmi jadi sibuk di panti dan Adara yang sedang sendu tak perlu sering-sering bertatap muka.
Entah sampai kapan Adara bisa menyembunyikan fakta tentang Lionel dari Rusmi, tapi satu hari tambahan dengan ibunya dalam ketidaktahuan sudah sangat Adara syukuri.
Hari Selasa, jumlah wartawan yang mengitari Garda Bangsa berkurang drastis. Ada berita tentang perceraian satu pasangan artis kondang dan korupsi pengadaan bantuan sosial yang memenuhi kanal-kanal berita, membuat artikel tentang video mesum berisi anak pejabat turun dari tahtanya pada posisi pertama trending. Tahta yang telah ditempati topik artikel tersebut selama tiga hari.
Setelah bel istirahat pertama berbunyi, tiba-tiba saja Adam sudah hadir memasuki kelas Adara.
"Ikut gue, Ra. Melisa mau ketemu sama lo."
Adara terkejut. "Melisa udah masuk?"
"Well, she doesn't really have a choice."
Adam dan Adara melangkah beriringan setengah berlari menuju ruang klub debat. Ruangan yang berada dalam kekuasaan Melisa, dapat gadis itu pergunakan untuk kebutuhannya kapan pun ia mau.
Melisa bangkit dari duduknya begitu melihat Adara datang. Mata kedua gadis itu saling menatap satu sama lain. Begitu banyak yang ingin mereka sampaikan, hingga tak satu pun kata berhasil keluar dari bibir.
"Lo berdua mau tatap-tatapan kayak gini sampai kapan?" komentar Adam gusar.
Melisa mendengus ke arah Adam sejenak, lalu kembali menatap Adara dengan pandangan yang melembut. "Makasih, Ra. Tante Yuni bilang Lionel beneran mau ngomong lagi semenjak lo jenguk. It makes his treatment so much easier, you have no idea."
"Gue yang harusnya makasih ke lo, Mel. Makasih udah ... apa tuh, Bahasa Inggrisnya? Oh, knocking some sense into me! Iya, itu. Makasih udah nggak nyerah bikin gue sadar kalau gue masih peduli sama Lionel."
Melisa tertawa renyah. "Cuma lo yang bisa-bisanya malah berterima kasih gue teror lewat chat, surat, bahkan sampai gue samperin."
"Nggak, gue beneran makasih. Gue sadar kalau gue nggak mau kehilangan lagi satu aja nyawa di dunia ini, ketika gue bisa bantu dia bertahan. Kalau lo nggak ngelakuin itu semua, ke depannya gue pasti tambah menyesal, Mel."
Melisa mengambil satu langkah mendekati Adara. Tangannya terangkat kikuk, perlahan meraih tubuh gadis di hadapannya. Adara mengerti maksud Melisa. Gadis itu tersenyum lebar, lalu merengkuh Melisa tanpa sedikit pun meragu.
"Lo nggak pernah meluk orang ya, Mel? Awkward banget?" goda Adara.
"Hng." Melisa hanya bergumam tak jelas. Dirinya sedang sibuk menikmati hangat yang ditularkan Adara dari peluknya.
"Now, move on to the bad news," ucap Melisa setelah pelukan mereka terurai.
Adara menelan ludah mendengarnya. Secercah harap bahwa semuanya akan menjadi lebih baik dari titik ini kembali padam. Ketika Adara menelisik penampilan Melisa lebih jauh--mata sayunya, rambut berantakannya, bibir dan wajahnya yang polos tak terpoles apapun--Adara menyadari, sangat jelas ada hal melelahkan yang menjadi beban gadis itu.
"This school officially hates Lionel," lirih Melisa. "Lionel bukan seseorang yang ... menyisakan suatu prestasi apapun di sekolah sampai mereka berat melepas dia, Ra. He was just ... you know, an ordinary student. Komite sekolah yang didominasi donatur utama sekolah ini sepakat buat keluarin dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Mismatch So Perfect [COMPLETED]
JugendliteraturAdara dan Lionel ibarat kutub utara dan selatan. Mereka begitu berbeda, selayaknya dua keping puzzle yang tidak akan pernah cocok menyatu. Seharusnya, Lionel tetap menjadi lelaki tampan dan populer dengan dunia tak terjamah oleh Adara. Semestinya, A...