Bolehkah Lionel bergembira sedikit saja?
Sebab, perasaan yang membuat batinnya ringan ini begitu asing. Sebab, yang belakangan akrab membalut dirinya adalah pedih, lelah, dan luka, bukan harap dan tawa. Sebab, Lionel sempat mengira memang sudah sepantasnya ia tenggelam dalam kemuraman, selayaknya menjadi hukuman atas bejat yang ia torehkan di masa lalu.
Tapi, bagaimana bisa Tuhan begitu baik?
Seperti ketika bundanya membawa si kembar Keisha dan Marsha untuk kali pertama ke rumah sakit, setelah memastikan keadaan Lionel sudah stabil. Gadis kembar itu terduduk di dua buah kursi di sebelah kasur Lionel. Kaki mereka yang berbalut sepatu selop berwarna merah muda cerah menggantung di udara, tidak bisa mencapai tanah. Keisha memandangi Lionel lamat-lamat, sedangkan Marsha sibuk bermain dengan gelang karet di tangannya, sambil sesekali melirik Keisha dan Lionel bergantian.
"Hai," sapa Lionel kikuk, tapi setidaknya sebuah senyuman tulus berhasil ia tunjukkan.
"Halo," sahut Keisha dan Marsha kompak. Lionel terkekeh, menyadari bahwa jawaban itu pastinya merupakan template sapaan di sekolah.
"Halo halo halo," sapa Lionel kembali, iseng.
"Hai hai hai," balas Keisha dan Marsha masih berbarengan. Bahkan di akhir, Keisha mulai terkikik geli. Marsha yang melihat saudaranya mulai mencair, juga turut tersenyum simpul.
"Abang kenapa sakitnya lama?" tanya Keisha tiba-tiba.
Lionel terkejut. Anak kecil dan keluguan mereka benar-benar sering mengucapkan tanya yang sederhana, tapi tak terduga.
"Allah kasihnya gitu. Tapi nggak apa-apa, sakitnya nikmat, kok."
"Masa sakit nikmat?" protes Keisha sambil mengerutkan pangkal hidungnya. Lionel berdecak. Semua hal yang dilakukan dua gadis cilik di hadapannya ini jadi terlihat menggemaskan.
"Kalau sabar, sakit bisa menghapus dosa. Kata Bunda gitu," jawab Lionel kemudian.
Marsha mendongakkan kepala. "Berarti aku flu kemarin, dosa aku ambil es krimnya Keisha ilang ya, Bang?"
Keisha mendengus. "Kok enak dosa kamu cepet ilang?"
Lionel menggaruk kepalanya yang tidak gatal--gestur sederhana penanda ia kebingungan menanggapi percakapan yang semakin menuntut kreativitas, namun detik berikutnya, Lionel bersyukur dalam hati karena beberapa hari yang lalu ia bahkan kesulitan menggerakkan jari.
"Anak-anak Bunda lagi ngobrolin apa, nih?"
Kedatangan Yuni membuat Lionel menghela napas lega.
"Ibun, kan Abang udah sehat, jadi Ibun bisa sering pulang, dong?" rengek Keisha tiba-tiba.
Hati Lionel mencelos mendengarnya.
"Eh, Ibun enggak pergi jauh, kan? Kalau Keisha sama Marsha butuh apa-apa, Bunda selalu bisa dihubungin. Cling, langsung sampai rumah. Kita sering video call juga," sergah Yuni cepat. Namun, Keisha masih memajukan bibir.
"Kei, kemarin aku nggak langsung sembuh pas habis sakit flu. Masih harus banyak istirahat dulu, nggak boleh banyak main. Abang Lio juga kayak gitu, jadi Ibun harus nemenin."
"Gitu, ya?" Keisha melirik Lionel iba. "Abang ada yang sayang-sayang?"
Lionel tergagap. Apa pula maksudnya?
"Kata Bunda, kalau ada orang sakit, harus disayang-sayang biar ceper sembuh. Kemarin aku sayang-sayang Marsha, terus dia sembuh, deh!"
Lionel tersenyum hingga gigi-giginya terlihat. "Disayang-sayang itu diapain, sih? Abang nggak ngerti."
![](https://img.wattpad.com/cover/244749200-288-k422923.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Mismatch So Perfect [COMPLETED]
Teen FictionAdara dan Lionel ibarat kutub utara dan selatan. Mereka begitu berbeda, selayaknya dua keping puzzle yang tidak akan pernah cocok menyatu. Seharusnya, Lionel tetap menjadi lelaki tampan dan populer dengan dunia tak terjamah oleh Adara. Semestinya, A...