[ EPILOG ]

6.2K 504 217
                                    

Everyone wants a little bit of Adara.

Dari pertama kali melihat interaksi Adara dengan anak-anak panti, Lionel paham betapa berartinya Adara bagi mereka. Tetapi, Adara versi jauh lebih percaya diri saat ini mengundang lebih banyak lagi orang-orang yang ingin berdekatan dengannya. Adara bagaikan sumber gula yang dikelilingi semut-semut kelaparan. Lionel bangga, tapi ia tidak bisa menampik ... sebagian dari dirinya cemburu. Ingin rasanya memeluk Adara erat-erat dan menyimpan gadis itu untuknya sendiri. Apalagi, dalam beberapa bulan Adara harus bertolak ke Yogyakarta.

Lionel mengembuskan napas berat.

"Galau kenapa lagi, sih?!" Ilana dengan suara melengkingnya menghardik Lionel.

"Paling ceweknya ada acara di panti, jadi nggak bisa jalan sama dia. Ya kan, Yo?" tebak Justin.

Lionel memajukan bibir. "Hari ini dia udah ada janji sama anak-anak jurnalistik."

"Coba tanyain besok," saran Ilana.

"Ada kajian sama anak rohis."

"Lusa?"

"Acara sama Adinata Group."

"Damn," gumam Ilana mulai prihatin.

"Tapi lo juga nggak nganggur kan, Yo? Kerjaan magang lo tuh, selesaiin. Bentar lagi kelas ilustrasi lo bakal mulai juga, kan? Pasti banyak yang harus disiapin," komentar Justin. Justin bangkit dari posisinya berbaring di sofa. Suaranya berubah serius, "Nih, ya, gue yang udah ngebucin bertahun-tahun, udah berpengalaman. Kadang, satu dua hari ngebucin harus lo ikhlasin. Lo sama dia sama-sama butuh waktu untuk ngembangin diri, kali. Katanya mau married habis Adara lulus kuliah? Persiapin masa depannya harus ngegas dong, dari sekarang."

Lionel mengerjapkan matanya tidak percaya. Wajahnya mulai memerah dan tiba-tiba saja jemarinya menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Lionel memang serius tentang keinginannya menikahi Adara empat tahun lagi. Keluarganya sudah mengetahui keinginan itu, begitu juga keluarga Adara. Tidak ada yang menolak rencana tersebut, hanya saja semua pihak mengajukan saran dan pertimbangan mereka masing-masing tentang bagaimana sebaiknya Lionel dan Adara menjalani hidup mereka empat tahun ke depan. Kini, keduanya memiliki rencana hidup pribadi dan bersama yang sangat mendetail, mencakup pencapaian-pencapaian psikologis, spiritual, administratif dan finansial yang harus mereka raih. Semacam check list super panjang yang tenggat waktu pemenuhannya sebelum Adara mendapat gelar sarjana.

"Hm, iya, deh. Lo bener, kak," cicit Lionel pelan.

Ilana tergelak. "Gampang banget sih, ngejinakin lo, Yo. Kayaknya kalau gue minta lo beliin makanan, gue tinggal bilang 'ini latihan membahagiakan istri lo, loh'. Atau pas gue bikin lo kesel dan lo mau marah, gue bilang aja ini ujian kesabaran lo jadi suami," ujar Ilana di sela-sela tawanya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Heboh banget sih, anak-anak muda ini ngomongin istri-istri, suami-suamian!"

Tiba-tiba saja Sharon sudah bergabung bersama tiga orang itu di ruang tengah.

"Eh, Mami. Bawa apaan, Mi?" Mata Justin langsung tertarik pada sebuah benda berbalut penutup hitam yang sedang ditenteng oleh Sharon.

"Ini, jasnya adik kamu. Lio, baju kamu udah beres, nih. Yang kemarin nggak pas di lengan udah dibenerin. Coba dulu, gih."

Mendengar Sharon membahasakan 'adik kamu' kepada Justin membuat hati Lionel berbunga-bunga. Keluarga baru Demian, meskipun prosesnya lebih lambat dari keluarga baru Yuni, pada akhirnya sukses mendobrak benteng penghalang yang dahulu Lionel bangun dengan kokoh. Nama Sharon—dengan segala kehangatan dan keanggunannya—serta Justin dan Ilana—yang terkadang mengesalkan tapi sering juga memberi nasihat-nasihat yang sangat bermanfaat tentang menjadi dewasa—kini terpatri di lubuk hati Lionel sebagai keluarga sesungguhnya.

A Mismatch So Perfect [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang