Lionel pernah sangat membenci wanita. Ada masa ketika suara melengking para gadis membuat udara dingin seakan-akan berembus menembus kulitnya. Ada masa ketika memikirkan jemarinya bertaut dengan jemari lawan jenis membuatnya ingin meraih westafel terdekat dan menghabiskan sabun cuci tangan di sana. Ada masa ketika ia tidak pernah menonton satu pun film di bioskop, karena selalu ada kemungkinan film-film itu akan menyajikan adegan pria dan wanita bertukar air liur yang menurut Lionel sangat menjijikkan.
Namun, sekarang tidak lagi. Tidak ketika para gadis itu sendiri yang berebut mendapat perhatiannya, bahkan rela membiarkan bagian tubuh mereka disentuh. Tidak ketika bersama mereka, Lionel yang bisa mengendalikan segalanya.
Seperti malam ini, bersama Stefanie.
-
"Lio ..." Stefanie memanggil nama Lionel dengan suara lirih. Wajah gadis itu merona merah, matanya sayu dan tangannya mencengkeram lengan Lionel erat.
"Tambah lagi, Yo ..." pinta Stefanie sambil menggigit bibirnya.
"Beneran mau nambah, hm?"
Stefanie mengangguk kecil.
"As you wish, princess," ucap Lionel sembari mengecup pelan kening Stefanie yang mulai dihiasi beberapa butir peluh.
Cengkeraman tangan Stefanie bertambah kuat, napasnya putus-putus.
Ketika akhirnya tubuh gadis itu berhenti menggelinjang, Lionel tersenyum puas. You are under my control, girl.
-
"Gila. Lo gila, Lionel Orlando Wijaya ..."
Pundak Lionel bergetar akibat tawa. Ia menyambar bibir Stefanie yang sebenarnya sudah mulai membengkak akibat pergumulan mereka sebelum mencapai kamar ini."Thank you. This is my first time pleasing woman this way, asal lo tahu. I guess I have a natural talent," ujar Lionel begitu bibir mereka terlepas.
"Mantan-mantan gue nggak ada yang bisa kayak lo, Yo. Padahal mereka udah pake senjata utama." Stefanie menjeda ucapannya saat suatu kesadaran muncul. "Does it mean ... you are still a virgin?"
Lionel terpaku. Seharusnya, jawaban pertanyaan itu sangat mudah. Ya atau tidak. Namun, tidak sesederhana itu bagi Lionel. Ia ingin masih menjadi perjaka.
"Well, yeah." Kali ini, Lionel memutuskan untuk berdusta.
Mata Stefanie berbinar. "Care to make me your first--ah!" Stefanie menjerit saat tangannya yang mulai menggerayangi paha Lionel digenggam dengan kasar oleh lelaki itu. "S-sakit, Yo!"
Detak jantung Lionel melejit cepat. Napasnya mulai memburu. Dihempaskannya tangan Stefanie dengan kasar sebelum ia bangkit dari kasur, meninggalkan Stefanie yang menatap punggungnya dengan pandangan nanar.
"What the hell was that, Lionel? Baju lo masih utuh, gue udah kayak gini, sekarang lo nggak mau gantian? Anjing lo!" Stefanie mengumpat-ngumpat.
Lionel tidak peduli. Ia membuka tirai jendela kamar. Pemandangan Jakarta dengan kerlap-kerlip lampu gedung dan jalanan adalah hal sederhana yang biasanya berhasil mengalirkan ketenangan ke sekujur tubuh Lionel.
"Lionel!" Stefanie yang telah kembali mengenakan pakain meraih pundak lelaki itu.
Lionel cepat membalik badan untuk lagi-lagi menahan tangan Stefanie. "Pulang, Stef. Sorry gue nggak bisa nganter."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Mismatch So Perfect [COMPLETED]
Teen FictionAdara dan Lionel ibarat kutub utara dan selatan. Mereka begitu berbeda, selayaknya dua keping puzzle yang tidak akan pernah cocok menyatu. Seharusnya, Lionel tetap menjadi lelaki tampan dan populer dengan dunia tak terjamah oleh Adara. Semestinya, A...