Lionel tidak sabar menunggu teman kencannya kali ini mengatakan putus.
Gerak-gerik Fatasya, nama gadis itu, jelas menunjukkan kegugupan. Ia memilin-milin ujung rambutnya sedari tadi. Mulutnya membuka beberapa kali, namun menutup kembali dengan cepat.
Lionel berperang melawan keinginan untuk menyeringai lebar. Sudah enam kali ia berada dalam posisi ini. Ia sudah belajar untuk tidak terburu-buru. Tidak ada yang menginginkan perpisahan penuh jeritan dan tangis, apalagi jika berhadiah cakaran di wajah berkat kuku tajam seorang gadis yang murka.
Asal dirinya memainkan peran dengan baik, Lionel percaya, justru sebuah ciuman perpisahan yang akan ia dapatkan. Demi mewujudkan itu, Lionel menampilkan paras serius, lalu berkata, "Ngomong aja, Tasya. Gue dengerin."
"Gue ... gue takut banget lo ninggalin gue."
Lionel membiarkan beberapa detik berlalu dalam keheningan.
"Kenapa mikir gitu, Tasy? Yang lagi punya pacar bukannya lo, ya?" tanya Lionel dengan nada sendu.
Mata Fatasya membulat. "Nggak usah sok suci gitu, deh. Gue emang selingkuh, tapi lo sendiri punya cewek di setiap tikungan. Baru bulan lalu lo nge-ghosting anak hits-nya 32 setelah dia nge-post foto kalian nge-gigs bareng. Berapa cewek lagi yang lo tanggepin DM-nya? Yang lo ladenin chat-nya? Yang lo ajak jalan?" Fatasya mencecar Lionel dengan nada tinggi.
Buset, semua cewek emang cocok jadi agen FBI, batin Lionel.
Lionel menampakkan wajah frustrasi. "Terus, lo maunya gimana? Lo tahu gue nggak bisa dikekang."
"Ck. Gue tahu lo alergi komitmen. Gue yang bego. Segitu ngarepnya gue sama lo sampai cowok gue yang beneran peduli gue khianatin. Kita udahan aja," ucap Fatasya penuh ketegasan.
Lionel mengusap wajahnya dengan kedua tangan, menyembunyikan seulas senyuman.
"Oke, kalau itu yang lo mau. Gue harap lo sama Aldi cepet baikan."
Fatasya terkesiap. Ada binar keterkejutan di matanya. Gadis itu kemudian menggelengkan kepala kuat-kuat. "Seharusnya gue nggak kaget lo ngelepasin gue segampang ini."
"Hei," Lionel mengulurkan tangan, menyentuh pinggang Fatasya. "Don't say things like that. It's just that I can't give you more than some dates. I can't give you a real relationship. Tapi gue enjoy bareng lo, Tasy. Beneran. Lo orangnya seru." Tangan Lionel berpindah meraih dagu Fatasya. Ibu jarinya mengusap bibir Fatasya yang merekah, membuat napas gadis itu mulai memburu. "And your lips taste so good. One last kiss?"
Saat Fatasya memejamkan kedua mata, itu menjadi pertanda bagi Lionel untuk menghapus jarak di antara mereka. Awalnya, Lionel membiarkan bibirnya sekadar menempel. Hal itu sukses menggoda Fatasya untuk mengambil alih. Fatasya menggerakkan bibir dan memaksa milik Lionel untuk membuka. Bahkan, jemarinya memasuki sela-sela rambut lelaki itu, menjadi pegangannya seiring pergumulan mereka semakin panas.
Ciuman itu berakhir menyisakan Fatasya yang terengah-engah. Matanya berkabut memandang Lionel, seakan menyiratkan ketidakrelaan menyudahi hubungan ini. Namun, ia tahu keputusan Lionel sudah bulat.
Lionel memasang sabuk pengaman, lalu memegang kemudi. Matanya fokus mengawasi jalanan. "Gue anter lo pulang, ya?"
Fatasya hanya mengangguk lemah sambil mengusap bibirnya dengan sebelah tangan.
Lionel memang selalu mendapatkan apa yang ia inginkan.
-
Selembar kertas tidak seharusnya mempengaruhi suasana hati seseorang separah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Mismatch So Perfect [COMPLETED]
Novela JuvenilAdara dan Lionel ibarat kutub utara dan selatan. Mereka begitu berbeda, selayaknya dua keping puzzle yang tidak akan pernah cocok menyatu. Seharusnya, Lionel tetap menjadi lelaki tampan dan populer dengan dunia tak terjamah oleh Adara. Semestinya, A...