[ 43 ] Jika Hidup Adalah Lomba Lari ...

2.2K 398 46
                                    

Votes and comments will brighten my day <3



-


Juli, Agustus, September ... dan tiba-tiba saja sudah Oktober. Adara menatap buku catatannya dan menggoreskan tanda silang di atas satu lagi target yang berhasil ia penuhi. Setelah mencoba kesekian kali, salah satu artikelnya berhasil diterbitkan oleh sebuah media online yang cukup terkenal. Yang lebih membanggakan lagi, ia tidak menulis untuk kolom remaja dan sejenisnya. Ini adalah artikel umum! Adara pergi ke sekolah dengan hati sangat gembira.

"Konsep setiap kelas udah oke, yak? Kalau perizinan gimana?" Doni memulai rapat panitia yearbook setelah kelas hari itu usai.

"Tinggal 12-5 sama 12-8 yang belum kasih kepastian. Lagian tempat foto mereka emang ribet gitu sih, perizinannya. Tapi udah on progress semua, tinggal nunggu feedback dari pihak tempat foto," Tania menerangkan.

"Oke. Yang penting nggak usah maksain aja, ye, Tan. Bilang ke mereka, kalau sampai minggu depan belum dapet izin, mending ganti yang lain, deh. Takutnya ngejar satu doang sampai jadwalnya kacau kan berabe."

"Siap, Pak Ketua!" Tania berseru sambil bersemangat menulis di buku catatannya.

"Kalau gitu, gue mau denger dari tim kreatif, nih. Merch pelengkap yearbook jadinya mau apa aja?"

Adara berdeham. Ini adalah waktunya berbicara. "Yang udah disepakatin tuh, gantungan kunci. Tapi, masih ada jatah satu merch lagi yang kita pinginnya customized buat setiap anak. Cuma, kita belum dapet ide, enaknya apa. Mungkin temen-temen bisa kasih usul."

Aldi mengangkat tangannya. Semua mata memandang lelaki itu. "Lo pada tahu karikatur nggak? Gambar wajah orang, tapi dikartunin. Bagus tuh, kalau bisa bikin itu. Satu-satu buat setiap anak, gue rasa banyak yang bakal masukin pigura dan dipajang di kamar mereka."

Banyak kepala mengangguk-angguk mendengar usulan Aldi.

"Menarik sih, usul lo. Tapi yang kayak begitu bukannya mahal banget, ya? Maksudnya, budget merch kita tuh, cuma dua puluh ribu loh. Kalau maksain order ke orang dengan harga segitu, dan kita dapet hasil gambar yang jelek terus anak-anak pada nggak suka kan, sayang."

Adara menyipitkan mata melihat gerak-gerik Aldi. Lelaki itu membalas tatapan Adara dengan semringah. Akhir-akhir ini, mereka memang jarang berinteraksi. Semenjak kelas 12, Adara merasa Aldi mulai menjaga jarak dengannya. Tidak ada lagi ajakan untuk duduk dekat dengan lelaki itu, tidak ada lagi percakapan-percakapan ringan tentang masa depan, apalagi kunjungan ke rumahnya. Adara tidak benar-benar memusingkan itu, sebenarnya, karena toh Aldi adalah sosok yang bisa dikagumi dari jauh, tidak membuatnya merindu atau bagaimana.

"Kalau gue bilang ada seseorang yang mau bikinin satu angkatan kita karikatur buat latihan dia, gimana?" tawar Aldi, seulas senyum penuh arti tersungging di bibirnya.

"Gratis?"

"Tapi bagus nggak, karyanya?"

"Iya nih, jangan-jangan abal-abal."

Seruan keraguan dari banyak penjuru malah membuat Aldi tertawa. Ia merogoh saku celananya, lalu mengeluarkan ponsel dari sana. Dinyalakannya layar ponsel, kemudian sebuah gambar karikatur dirinya terlihat.

"Nih, contohnya kayak gini. Orangnya udah bikinin buat gue duluan."

Adara tidak bisa mengelak, karikatur itu memang terkesan sangat profesional. Tidak sekadar menjejak gambar asli, tapi benar-benar memberikan sentuhan kartun di wajah Aldi.

A Mismatch So Perfect [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang