[ 9 ] Mekar, Kuncup, Lalu Mekar Lagi

3.4K 628 162
                                    

Sore ini, Melisa yang mengaku tidak memiliki kegiatan lain sepulang sekolah, menjarah isi kulkas Lionel di apartemen dan meluruskan kakinya di sofa. Tidak lama kemudian, Lionel bergabung sambil membawa nintendo kesayangannya.

"Mel, lo masih sering ketemu Olga nggak?"

Pertanyaan tiba-tiba Lionel di sela-sela kesibukan lelaki itu bermain gim membuat Melisa menunda satu suapan yoghurt ke mulutnya. "Sering, lah. Hampir setiap hari malah. Gue sama dia sama-sama anak debat, kalau lo lupa."

Lionel mengangguk-anggukkan kepala.

"Kenapa, deh? Lo penasaran kenapa gue nggak pernah lagi berantem sama dia?" Melisa balik bertanya setelah sesuap yoghurt itu ia telan.

Lionel tersenyum miring. "Gue nggak peduli sih, lo sama dia berantem atau nggak. I never have to worry because you are that strong, dan lo nggak akan biarin diri lo diinjek-injek. Beda sama ..." Ucapan Lionel menggantung.

Melisa meletakkan alat makannya di meja depan sofa yang sedang ia duduki berdua dengan Lionel. Badannya ia majukan guna mengamati Lionel lebih dekat. "Sama?"

Lionel menarik napas. Ditekannya tombol pause, supaya ia bisa menengadahkan kepala saat bertutur, "Not a big deal, kok. Gue cuma pernah denger cerita dari Adara. Olga kan sekelas sama dia tuh, sempet sekelompok sama Adara. Resek banget anaknya, mentang-mentang English-nya jago, dia pasang standar tinggi buat anggota kelompoknya. Padahal kan, Adara nggak bisa disamain sama kita-kita. Jangan gitu banget, lah."

Melisa menyipitkan mata. Lionel peduli dengan orang lain adalah hal baru. Tentu, Lionel sering menunjukkan perhatian pada gadis-gadis yang menjadi target pendekatannya. Namun, perhatian itu tidak pernah khusus. Starbucks, McDonald's, tiket nonton bioskop, Dufan, Sephora, adalah beberapa tempat yang sering Lionel sambangi untuk membeli satu dua kejutan bagi semua gadisnya. Lionel tidak pernah repot-repot menggali apa yang benar-benar dibutuhkan oleh para gadis itu.

"And how did that high standard from Olga affect her?"

Lionel mengedikkan bahu. "Thankfully, she was not insulted at all. Malah dia semangat banget belajar Bahasa Inggris. I help her sometimes, and she's actually a very fast learner."

Melisa menelan ludah. Mengajari Adara Bahasa Inggris tidak ada dalam kesepakatannya dengan Lionel dahulu. Jelas itu di luar tanggung jawab Lionel membuat Adara nyaman berada di Garda Bangsa. Bahkan, Adara telah mendapatkan teman-temannya sendiri. Melisa kira, Lionel akan menghela nafas lega karena tugasnya telah selesai. Nyatanya, saat ini lelaki itu justru memiliki lebih banyak alasan untuk berdekatan dengan Adara.

"Good for her," cicit Melisa, berusaha menyembunyikan perasaannya yang berkecamuk.

Calm down, Melisa. Lionel enggak berubah. Dia cuma kebawa arus sedikit, batin Melisa berteriak. Ingin membuat dirinya tenang, Melisa memancing, "Yo, tahu nggak sih, ada cewek cakep banget di acaranya Stefanie kemarin. Dia nanyain lo."

Lionel menolehkan kepala. Wajahnya berubah antusias. "Oh ya?

Respons lelaki itu masih sama seperti biasanya, sehingga tanpa sadar Melisa tersenyum tipis. "Iya. Namanya Cindy. Sepupu Stefanie. Dia nanya kenapa gue dateng, tapi lo enggak. Gue bilang aja kalau Stefanie sekarang benci sama lo."

Lionel terkekeh. "Nggak salah sih, emang benci dia sama gue. Lo ada ig-nya Cindy nggak?"

Senyum Melisa semakin mengembang. "Ada, nih. Katanya dia udah nge-follow lo. Follow back, deh."

Lionel meraih ponselnya. Ia mengetikkan username Cindy di kolom pencarian Instagram. Begitu halaman profil gadis itu muncul, mata Lionel membulat. "Bule, ya? Anjir, ini sih, Stefanie nggak ada apa-apanya."

A Mismatch So Perfect [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang