~~~~•••~~~~
SEPERTI yang sudah Gadzi katakan pada anak itu, kalau hari ini ia akan membantu Leo menemukan kedua orang tuanya yang telah lama berpisah. Gadzi tidak tega jika harua membiarkan anak itu pergi sendirian.
Pagi-pagi sekali Gadzi sudah menyiapkan makanan untuk sarapan pagi ini. Walau hanya sekedar nasi goreng dan telur mata sapi yang sedikit gosong. CEO mana yang bisa masak? Mungkin hanya Gadzi. Memang ia tidak berniat mempekerjakan asisten rumah tangga. Selagi ia bisa, ia akan melakukannya sendiri bersama Rheina. Tapi entah nanti jika sudah punya anak.
Rheina belum juga keluar dari kamar. Mungkin kepalanya masih terasa sakit. Jadi, Gadzi berinisiatif memasak alakadarnya untuk dirinya, Rheina dan juga Leo yang sepertinya sedang mandi. Karena terdengar gemericik air.
Setelah semua makanan siap di meja makan, ia menutupnya kembali. Ia menuju kamarnya. Bukan untuk membangunkan istrinya melainkan untuk membersihkan diri.
Gadzi tersenyum datar menatap Rheina yang masih tertidur pulas. Sebenarnya tadi subuh Rheina sudah bangun, hanya untuk solat kemudian kembali terlelap.
Gadzi segera menyiapkan pakaian yang akan ia kenakan hari ini. Mungkin Gadzilah suami yang paling mandiri. Segala hal yang menyangkut kepentingannya ia lakukan sendiri. Terutama di rumah.
Sepuluh menit berlalu. Rheina belum juga terbangun. Gadzi membiarkan saja. Meski sebenarnya Rheina hari ini ingin ikut menemani Leo mencari orang tuanya. Tapi kalau kondisi Rheina sedang tidak baik-baik saja, Gadzi pasti akan melarangnya pergi kemana pun hari ini sampai kondisinya kembali membaik.
"Leo?"
"Iya, Om?" Leo meletakkan kembali buku yang baru ia baca. Padahal ia tidak paham buku apa itu, karena itu buku milik Gadzi.
"Sudah sarapan?" Leo menggeleng.
"Ayo sarapan dulu sama Om. Kamu udah mandi?"
"Udah, Om."
"Pinter. Ya udah yuk sarapan dulu. Habis itu kita berangkat buat cari orang tua kamu." Katanya seraya membuka tutup saja berwarna putih kemudian mendekatkan sepiring nasi goreng buatannya untuk Leo.
"Om, om nggak kerja?"
"Oh, iya. Sampai lupa izin hari ini," Gadzi merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya.
Ia sengaja mengambil cuti setidaknya dua hari sampai Leo menemukan orang tuanya. Ya, mudah-mudahan saja hari ini Leo bisa langsung bertemu mereka. Misalkan tidak, Gadzi masih memiliki waktu satu hari untuk menemani Leo.
"Halo, selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Suara seorang wanita terdengar dari benda pipih itu.
"Maaf, pagi-pagi sudah mengganggu, Mbak. Saya mau ambil cuti sekitar dua hari mulai hari ini. Nanti pekerjaan saya Fahri yang menghandle." Kata Gadzi tanpa basa-basi.
"Baik, Pak. Nanti akan saya sampaikan pada Pak Fahri."
"Tidak usah saya hubungi Fahri saja. Ya sudah, itu saja. Oh iya, Mbak saya jadwal meeting saya kapan Mbak?"
"Em.. Masih sekitar dua minggu lagi, Pak."
"Alhamdulillah, jadi minggu ini saja agak free, ya. Terima kasih."
"Iya, Pak. Sama-sama."
Kemudian Gadzi menghubungi Fahri untuk memberi tahu selama dua hari kendepan ia ambil cuti dan Fahrilah yang akan menghandle semua pekerjaannya selama ia cuti.
Gadzi kembali menyimpan ponselnya dalam saku dan kembali menikmati nasi goreng buatannya. Ya, mungkin menurutnya rasanya pas-pasan, tapi Leo sangat lahap menikmati nasi goreng itu.
"Tante Rheina mana, Om?"
"Tante Rheina sakit. Semalam katanya pusing," Gadzi kembali memasukkan sesuap nasi goreng ke dalam mulutnya.
"Kenapa nggak dibawa ke dokter, Om?"
"Tantenya nggak mau. Tapi udah minum obat kok."
"Semoga Tante Rheina cepet sembuh, ya."
"Iya, Nak. Terima kasih. Ayo habiskan makannya." Leo mengangguk.
"Tante sudah sembuh kok," suara itu terdengar tiba-tiba. Dan Gadzi telah mendapati Rheina berdiri di depan pintu kamarnya yang terlihat dari meja makan, dengan rambut panjangnya yang tergerai serta senyumnya yang membuat Gadzi ikut tersenyum.
Rheina melangkahkan kakinya mendekati dua lelaki yang sedang menikmati sarapan.
"Maaf ya, Mas, aku bangun telat. Ini semua kamu yang masak?"
"It's ok, Rhein. Cobain deh, kayaknya sih enak kalau lihat Leo yang makan."
"Enak nggak?" Tanya Rheina pada Leo yang sedang menikmati telur mata sapinya. Walau pun warnanya sedikit cokelat tapi rasanya jadi lebih gurih.
"Enak kok Tante, cobain deh. Om Gadzi ini pinter masak kaya Papa aku."
"Oh, ya?" Tanya Gadzi penasaran. Leo mengangguk mantap.
"Kok gosong," protes Rheina. Gadzi hanya tersenyum. Tapi melihat raut wajah Rheina yang tidak menunjukkan tanda-tanda ia tidak suka dengan masakannya, Gadzi sedikit puas. Akhirnya ia bisa masak untuk istrinya.
Tak perlu lama-lama mereka segera berangkat menuju alamat yang akan ia cari berama Lao dan Rheina. Keadaan Rheina sudah kembali membaik, jadi Gadzi mengizinkan istrinya untuk ikut bersamanya setelah memberi kabar ke kantor bahwa Rheina juga akan cuti sesuai dengan lama suaminya mengambil cuti.
~~~~•••~~~~
Dihari yang sama. Zahra sepagi ini sudah siap-siap untuk pergi. Tapi tidak ke kantor melainkan ke panti yang sedang membutuhkannya. Tentunya Zahra juga mengambil cuti hari ini satu hari.
Panti saat ini sedang membutuhkannya. Karena dikabarkan ada satu anak panti yang sakit. Suhu tubuh anak itu tidak kunjung turun. Malah semakin panas. Awalnya ibu panti hanya memberinya obat penurun panas tapi semakin malam suhu tubuhnya terus naik. Hingga ibu panti menghubungi Zahra. Tapi Zahra harus menunggu pagi untuk bisa pergi ke panti. Tak lupa ia juga menghubungi Gadzi sebagai pemilik dan ketua komunitas yang mengurus panti itu.
Tapi sampai pagi ini pun pesan Zahra tak juga terbaca oleh Gadzi mau pun Rheina. Tertera dua centang yang masih berwarna abu-abu di sana. Panggilannya juga diabaikan.
Setelah siap-siap ia segera pergi ke panti untuk membawa anak itu ke rumah sakit agar segera mendapatkan pertolongan.
"Semoga aja, uang di panti masih cukup buat biaya berobat Tiara."
~~~~•••~~~~
Alhamdulillah, up date.
Terima kasih sudah membaca, spam komen boleh ko:)
Bintangnya juga hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔
Romance❗W A R N I N G❗ Cerita ini kemungkinan mengandung bawang. Unpublish sementara !! Sedang proses revisi !! "Sungguh indah agamaMu, ya Allah." Rheina Graceva. Satu shaf dibelakangnya adalah salah satu mimpinya setelah pertemuan dengan Fikran Gadzi A...