~~~~•••~~~~
"Loh, Pa. Kok ada baju OB disini?"
ERIK nanar mendengar pertanyaan Rheina. Ia benar-benar lupa untuk menyembunyikan pakaian kerjanya itu, yang menurutnya tak pantas diketahui oleh Rheina sekarang. Erik tak langsung menjawab pertanyaan itu.
"Punya siapa, Pa?" Tambah Rheina setelah ia berhasil meletakkan buket bunga besar pemberian Gadzi.
"Emm...itu......" Erik menjeda sambil memasang seat beltnya. Sedangkan Rheina masih menunggu jawaban papanya.
"Punya karyawan baru, papa bawakan untuk karyawan itu." Lanjutnya.
Rheina ber oh ria dan merasa puas mendengar jawaban papanya yang sebenarnya adalah dusta.
Mobil hitam yang masih tergolong mobil mewah itu melesat di tengah keramaian jalan raya. Mobil seketika hening, tidak ada obrolan apa pun. Rheina sibuk dengan ponselnya sedangkan Erik masih tetap fokus berkutat dengan benda lingkaran di depannya.
"Pa..."
"Hmm.."
"Do'ain Rheina ya, semoga setelah ini Rhein langsung dapat kerjaan. Biar nggak nganggur dan itung-itung bantu papa cari uang..."
"Yaaah.....semoga."
Ruangan berjalan itu kembali hening. Rheina kembali berselancar di internet mencari lowongan pekerjaan. Dan ia baru saja teringat apa yang tadi di ucapkan oleh Gadzi.
"Em...pa, mungkin mulai besok Rhein bisa cari-cari pekerjaan..." Kata Rheina basa-basi.
"Wah, bagus dong Rhein....Rencananya mau dimana?"
"Belum tahu pa, ini lagi cari-cari di internet.." jelasnya. Rheina sengaja tidak memberi tahu papanya lebih dulu.
Erik hanya menganggukkan kepala seakan-akan paham maksud Rheina. Tapi diam-diam juga Erik merasa was-was jika nantinya Rheina bekerja di kantor tempat Erik mengais sejumlah uang untuk kebutuhan hidupnya. Karena untuk saat ini pun Erik belum siap jika putrinya mengetahui keadaan pahit ini.
~~~~•••~~~~
Pukul tujuh pagi Erik sudah rapi dengan jas dan kemejanya namun tanpa tas jinjing. Ia menyambar kunci mobil yang ada di atas bifet kecil sebelum akhirnya ia menghampiri Rheina di kamarnya.
"Rhein..."
"Iya Pa..." Rheina beranjak dari bangku riasnya setelah mengurungkan niat untuk memoles wajahnya.
"Rhein, papa berangkat dulu..."
"Papa udah sarapan?" Mata Rheina tertuju pada meja makan yang masih terlihat kosong. Tidak ada hidangan apa pun pagi itu.
"Nanti saja di kantor. Masih ada satu roti, itu untuk sarapan kamu saja."
"Emmm...ya sudah kalau begitu. Tapi papa jangan lupa sarapan ya, hati-hati di jalan, Pa...." katanya sambil mencium punggung tangan Erik yang sudah mulai keriput.
Beginilah kehidupan keluarga kecil Erik. Untuk makan saja kadang mereka susah ketika Erik belum mendapat gaji yang tak seberapa. Namun, Erik sangat pandai beralibi saat ditanya makan apa malam ini. Terkadang Erik hanya membawa sebungkus roti tawar dan susu untuk mengganjal perutnya yang tidak lebih dari satu minggu. Itu saja jika Erik sudah mendapatkan gaji, jika tidak ada pemasukan sama sekali Erik terpaksa berbohong dengan Rheina. Makan nasi dengan telur pun ia sangat bersyukur atau bahkan sekedar mie instan tanpa sebutir nasi pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔
Romance❗W A R N I N G❗ Cerita ini kemungkinan mengandung bawang. Unpublish sementara !! Sedang proses revisi !! "Sungguh indah agamaMu, ya Allah." Rheina Graceva. Satu shaf dibelakangnya adalah salah satu mimpinya setelah pertemuan dengan Fikran Gadzi A...