28. Permintaan [1]

481 30 2
                                    

~~~~•••~~~~

TAHU tidak bagaimana sikap Zahra pada Gadzi setelah kejadian kemarin? Marah? Tidak, Zahra tidak marah sama sekali. Karena memang Zahra adalah wanita kuat berhati lunak. Bahkan dengan mudahnya Zahra dan Gadzi memperbaiki hubungan persahabatan mereka dan sebagai Bos dan karyawan. Mereka tidak ingin terlalu lama tenggelam dalam masalah ini. Mereka sudah dewasa dan tidak baik kalau sampai nantinya ada pihak lain yang mengetahui masalah ini.

Lalu bagaimana dengan OB yang kemarin ikut menyaksikannya?

Gadzi rasa karyawannya bukanlah orang-orang yang suka bergosip. Gadzi percaya mereka. Toh, mereka juga tidak berhak cari tahu lebih tentang masalah bosnya, meski sebenarnya mereka mungkin tahu.

Setelah kejadian itu, malamnya Gadzi langsung menghubungi Zahra. Karena tidak mungkin jika ia harus datang ke rumahnya yang nantinya Abi dan Umi akan tahu apa yang sudah ia lakukan dan itu tidak seharusnya ia lakukan pada Zahra.

"Assalamu'alaikum, Ra.."

"Wa'alaikummussalam warahmatullah wabarakaatuh.."

"Ra..aku benar-benar minta maaf, nggak seharusnya aku seperti itu sama kamu, aku terima keputusanmu, Ra. Kamu percaya aku, kan?" Suara itu terdengar sedikit bergetar dari seberang sana.

Zahra menghela nafas dan tersenyum meski Gadzi tidak melihatnya, lalu berkata "iya, kak Zahra paham, Zahra sudah memaafkan kak Gadzi, anggap saja tidak terjadi apa-apa ya, kak...Zahra juga minta maaf atas kelakuan Zahra yang membuat kak Gadzi tidak nyaman.."

"Iya, Ra..terima kasih. Kalau pun bukan aku yang nantinya bersamamu, semoga kamu mendapatkan seseorang yang lebih baik dariku, ya Ra..."

"Aamiin, Kak. Begitu juga untuk kak Gadzi..."

"Zahra, makan malam dulu, Nak!!" Suara Umi terdengar dari balik pintu kamar Zahra membuat Zahra harus mengakhiri panggilan itu.

"Iya, Umi-"

"Em,, maaf kak Zahra sudah dipanggil Umi. Zahra tutup dulu, ya Assalamu'alaikum.."

"Wa'alaikummussalam warahmatullah.."

Zahra memenuhi panggilan umi untuk makan malam bersama sebelum waktu isya tiba.

~~~~•••~~~~

Diwaktu yang sama dan tempat berbeda.

"Gadz, lalu bagaimana permintaan ibu, Nak? Apa masih mau menundanya?" Pertanyaan ibu membuat Gadzi mengalihkan pandangannya dari layar laptop. Gadzi tersenyum.

"Ibu, doakan Gadzi semoga lekas dipertemukan dengan jodoh Gadzi, bu..."

"Semoga yang terbaik buat kamu, ya.."

"Kenapa nggak kak Rheina aja, Bang?" Celetuk Agna tiba-tiba. Meski sedang bermain play station ternyata ia diam-diam mendengarkan perbincangan antara ibu dan abangnya.

"Siapa Rheina?" tanya Ayah yang belum mengetahui siapa itu Rheina. Atau mungkin ayah lupa?

"Temennya bang Gadzi, sahabatnya kak Zahra, Yah?"

"Yang mualaf itu loh, Yah. Gadzi kan pernah cerita dulu.."

Gadzi membisu membiarkan ayah dan ibu memperbincangkan gadis itu. Gadzi tidak bisa berbicara apa-apa karena semua yang dikatakan Agna yang ikut memperbincangkan itu adalah benar. Termasuk kalimat ini...

"Tapi, bang kok kayaknya kak Rheina naksir deh sama abang? Abang tahu nggak?" Mata Gadzi melirik Agna yang bertanya hal itu. Gadzi tidak memberi jawaban apa-apa selain menaikkan kedua bahunya mengisyaratkan bahwa ia tidak tahu. Lebih tepatnya Gadzi pura-pura tidak tahu.

"Tahu dari mana, dek? " tanya ibu penasaran pada Agna.

"Soalnya Agna pernah lihat ka Rhein kaya diam-diam liatin abang terus,"

"Ehem.."Gadzi berdehem. Ia tidak ingin melanjutkan perbincangan ini, kemudian ia memilih untuk pergi saja.

"Bu, Gadzi izin keluar sebentar, ada berkas ketinggalan di kantor..." begitu alibinya saat berpamitan dengan ibu.

"Bukan untuk menghindar, kan?"Goda Ibu. Gadzi melirik Agna yang cengengesan jahil.

"Tidak, bu...ayah pamit dulu ya..insha Allah tidak sampai terlalu malam..."

"Yasudah, hati-hati.."

"Iya, Assalamu'alaikum.."

"Wa'alaikummussalam.."

~~~~•••~~~~

Di perjalanan menuju kantor malam itu Gadzi terus memikirkan permintaan ibunya. Tapi, pikirnya apa ia tidak terlalu lancang jika tiba-tiba ia mengkhitbah wanita lain secepat ini? Sedangkan hatinya masih menyimpan perasaan pada Zahra, yang jelas-jelas sudah menolaknya.

Sampai kantor, ia bertemu security yang sedang berjaga dan memintanya untuk membukakan pintu lobi. Gadzi benar menuju ruangannya. Dan entah ia akan apa di sana.

Ia sudah berbohong pada ibu. Sebenarnya ia butuh waktu untuk memikirkan permintaan ibunya. Tapi setelah ia melihat setumpuk map yang tergeletak di meja kerjanya, ia berpikir ia tidak jadi membohongi ibu. Dan ia menemukan barang yang harus ia bawa pulang.

Mengenai perasaannya?

Ah, itu belakangan saja. Tapi ia ingin segera mewujudkan permintaan ibunya. Tapi tidak untuk sekarang, entah kapan.  Haruskah ia tetap meminta izin pada Zahra? Tapi....

Gadzi memijit keningnya. Yah, mungkin itu adalah jalan terbaik demi Ibu. Meski ia tidak memiliki perasaan yang sama dengan gadis yang menaruh hati padanya, ia yakin ia pasti akan bisa mengimbangi. Allah adalah Maha membolak-balikkan hati semua hambaNya.

"Kak, menikahlah dengan Rheina......."

Gadzi membisu mendengar kalimat itu. Matanya menatap tajam gadis yang berdiri di depannya. Ia tidak bisa berkata apa-apa.

"Tapi..." tak ada suara lagi dan tiba-tiba gadis itu hilang dari pandangannya.

~~~~•••~~~~

Akan ada dua bagian gaes. Tunggu ya..

#staysafe
#staywithme

Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang