37. Magic Hour

492 35 3
                                    

~~~~•••~~~~

MENYENANGKAN istri merupakan kewajiban suami. Bukankah benar begitu? Wanita mana yang mau tiba-tiba hidup bersama dengan orang asing yang sama sekali tidak mengetahui bagaimana orang asing itu, kalau tidak karena taat pada suami. Dan untuk mencari ridho dan surga dari suami. Jadi, sudah sepantasnya dan sudah semestinya seorang suami memberi kebahagiaan untuk istrinya. Apa lagi kalau sudah cinta sedalam-dalamnya. Janganlah sampai memberi beban, bahkan suatu kepedihan yang nantinya akan membuat hati sang istri seperti tercabik-cabik.

Tapi, bagaimana kalau Rheina tahu semua kebenaran dibalik pernikahannya dengan Gadzi?

Setengah tahun lamanya Gadzi dan Rheina hidup berama bersama kebahagiaan. Perasaan Gadzi kini telah berubah. Dulunya yang hanya ingin sekedar membalas perasaan Rheina, kini berubah menjadi cinta. Walau pun Gadzi masih tetap berusaha ikhlas dengan kenyataan ini. Sepersekian hatinya masih ada nama cinta pertamanya di sana. Sampai saat ini pun Gadzi masih berusaha keras untuk mengenyahkan nama itu. Tapi bagaimana? Ia tidak bisa menolak permintaan cinta pertamanya dan ia juga tak tega melihat wanita menangis terluka. Terlebih lagi Rheina, sebagai sahabat sejati Zahra.

"Rhein," panggilnya seraya berjalan mendekati sang istri yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya.

Hari ini Gadzi memang sengaja mengajak Rheina untuk kembali dari kantor lebih awal. Awalnya Rheina menolak karena tidak ada alasan yang tepat mengapa Gadzi mengajaknya pulang sebelum jam tiga sore. Baiklah, Rheina ikut saja dengan apa yang diminta Gadzi. Mereka pulang lebih awal. Terpaksa selama perjalanan pulang Rheina terus mengoperasikan laptopnya untuk menyelesaikan berkas yang harus ia serahkan pada Gadzi besok pagi.

"Iya!?"

"Udah selesai?" Tangan Gadzi mengusap ubun-ubun Rheina yang masih terbalut jilbab warna abu-abu dengan lembut. Romantis memang, dan juga penyayang.

"Alhamdulillah, udah, Mas."

"Ya sudah, bersih-bersih ganti baju. Habis ini kita keluar."

"Loh, kemana? Ketemu klien lagi?"

"Ya, enggak dong. Ini alasanku ngajak kamu pulang cepet. Kita makan malam di luar, terus pulangnya mampir sebentar ke rumah Papa kamu,"

"Beneran? Serius, Mas?" Mata Rheina berbinar-binar mendengar apa yang baru saja Gadzi katakan.

"Kapan aku main-main sama kamu, Rhein?"

"Emm..udah kangen juga sama Papa,"

"Bukannya tadi baru ketemu, ya?"

"Beda, Mas. Itu kan di kantor. Di kantor sama di rumah itu beda rasanya."

"Tapi..."

"Hm?"

"Perasaan kamu ke aku beda nggak?"

"Sesuai apa yang pernah kukatakan, Mas, perasaanku nggak pernah berubah. Malahan semakin hari semakin bertambah kadarnya," kata Rheina sambil beranjak dari duduknya kemudian berdiri tepat di depan Gadzi.

"Ellleeh..." Gadzi terkekeh.

"Nggak percaya?"

"Percaya,sayang..." katanya sambil mencubit lembut pipi Rheina. Kemudian Rheina tersenyum. Ah, rasanya seperti ada kupu-kupu yang beterbangan di dada Rheina setiap dekat dengan Gadzi.

Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang