13. Dilema

541 40 0
                                    

~~~~•••~~~~

Gubrak

SEBUAH tumpukan buku-buku tebal yang dibawa Rheina terjatuh berserakan di lantai kamarnya. Kakinya tidak sengaja menyambar kaki meja yang ada di depannya. Rheina meringis kesakitan, ngilu rasanya. Kalian tahu kan bagaimana rasanya saat kaki tak sengaja mengenai kaki meja. Silakan bayangkan. Hmm.

"Aduh....sialan, siapa sih yang taruh meja disini?" katanya menyumpah serapahi mejanya yang diam tak tahu apa-apa.

"Sakit tauuukk!!!" Katanya sambil menabok meja yang kini menambah sakit di telapak tangannya.

Hingga sebuah kertas yang tergeletak tak jauh dari kakinya menyadarkannya. Ia meraih kertas itu. Wajahnya semakin kesal setelah tahu foto siapa yang tertera di kertas itu. Sekilas ia menatapnya dengan wajah geram kemudian membentuk lembaran foto tadi menjadi seperti bola kecil, lalu ia kempar ke dalam tempat sampah.

Memang saat itu Rheina berniat membersihkan kamarnya. Membenahi rak bukunya dan ia menemukan beberapa barang-barang pemberian Doni--mantan pacarnya yang kini sudah tidak berguna sama sekali. Dan ia berniat untuk membakar semua kenangan-kenangan suram dari Doni yang tega mengkhianatinya. Termasuk foto tadi.

Ia segera menyelesaikan acara bersih-bersih itu kemudian ia menuju halaman belakang rumah lalu membakar sampah-sampah yang berhasil ia kumpulkan mencapai lebih dari satu kardus mi instan.

"Sumpah Doooon, gue masih nggak nyangka sama lo yang tega ngehianatin gue," gerutunya dengan geram seraya melempar barang tadi satu persatu ke dalam api yang sudah menyala.

"Untung aja gue langsung kenal Gadzi, jadi gue nggak perlu susah payah cari kursus buat move on dari lo," lanjutnya lagi sambil tersenyum sinis dengan aktivitas yang masih sama sambil menunggui sampah-sampahnya berubah menjadi abu.

Setelah selesai membersihkan kamarnya saatnya ia membersihkan diri dan segera pergi ke kampus untuk menemui dosen pembimbingnya dalam membuat tesis.

Ia mengunci seluruh bagian rumah sebelum ia pergi. Karena seperti biasanya rumah itu akan kosong sampai pukul empat sore nanti. Tak lupa pagar rumah pun ia pasang gembok sebaik-baiknya, jangan sampai ada orang yang bisa masuk ke pekarangan rumah megah milik papanya.

Sepanjang perjalanan entah kesambet apa anak itu sehingga ia terus memancarkan senyum bahagianya. Apakah ia akan bertemu Gadzi hari ini setelah dua hari lalu ia tidak bertemu. Secepat itu Rheina merindukannya.

Dan ternyata benar. Zahra menghampirinya setelah selesai bimbingan.

"Rhein, kamu nggak lupa kan, sepulang kampus ada rapat komunitas sebentar." Ujarnya seraya meletakkan pantatnya di samping Rheina.

"Enggak, dooooong." Katanya dengan riang.

"Seneng banget gitu kayaknya, Rhein?" Zahra heran dengan Rheina yang mendadak menjadi semangat. Padahal biasanya Rheina akan menanggapi berita rapat dengan lesu.

"Enggak, kok. Eh, itu udah dzuhur kamu sholat dulu, gih! Aku tunggu kamu disini, Ra." Ujarnya. Zahra tersenyum.

Zahra sangat bersyukur memiliki sahabat seperti Rheina. Meski Rheina berbeda dengan dirinya tapi Rheina selalu mengingatkan Zahra untuk beribadah. Terkadang Zahra pun sering sekali berharap semoga hidayah segera menghampiri sahabatnya sehingga mereka bisa beribadah kepada Allah bersama.

Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang