26. Keputusan

539 34 4
                                    

~~~~•••~~~~

PERASAAN. Hati-hati tentang itu. Jika salah kau menaruhnya akan parah akibatnya. Separah apa? Kau tahu luka tapi tak berdarah seperti yang dikatakan kebanyakan orang. Yah, seperti itulah yang dirasakan seorang Zahra. Gadis sholiha, baik nan cantik. Tapi tidak untuk perasaannya saat ini, yang bimbang dan dilema antara mengatakan "ya" atau "tidak" disertai dengan alasan yang tepat.

Zahra berpikir bahwa ia salah menempatkan perasaannya. Tapi sebenarnya perasaan itu tidak seharusnya disalahkan. Ia datang tanpa direncana dan secara tiba-tiba. Dan itu adalah fitrah manusia dari Allah untuk mempunyai perasaan. Termasuk cinta.

Satu hal yang perlu diingat mengenai cinta. Berulang kali disebut dalam cerita ini. Jangan berlebihan atas sesuatu. Apalagi pada manusia yang entah manusia yang kita cinta itu ditakdirkan untuk siapa.

Seperti kata sahabat Rasulullah SAW. Umar bin Khatabb pernah berkata, bahwa "apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku."

Termasuk cinta. Rasa cintamu yang berharga itu entah untuk siapa nantinya. Hanya Allah yang tahu takdir kita, masa depan kita yang telah dituliskanNya di lauh mahfudz yang tidak akan pernah salah. Dan yakinlah, pilihan Allah adalah yang terbaik.

"Ya Allah, aku memohon petunjukMu. Jika memang dia yang terbaik untukku, satukan kami dengan RidhoMu..."pintanya di setiap sepertiga malam itu. Yang merupakan waktu paling romantis untuknya berduaan dengan sang Pencipta alam raya.

Hingga pada akhirnya ia harus berpikir lagi. Setega itukah ia dengan sahabatnya sendiri? Hanya karena ego dan rasa cintanya ia tega melukai hati sahabatnya yang telah lama bersamanya. Menemani sejak bertahun-tahun yang lalu dalam suka mau pun duka. Walau banyak perbedaan diantara mereka.

Satu minggu selang Gadzi mengkhitbahnya, malam ini selepas sholat isya Allah memberinya petunjuk dan membuat yakin Zahra atas jawabannya.

"Abi..."

"Ya, Nak." Senyum sumringah Pak Syarif merekah melihat putrinya yang turun dari tangga masih mengenakan mukenanya. 

Zahra duduk di samping Abi, yang kebetulan Bang Fahri juga ada di sana. Kemudian disusul Umi yang membawakan secangkir teh hangat untuk Abi.

"Abi, Umi, Bang Fahri...." ketiga orang yang Zahra sebut memperhatikannya dengan saksama.

"Ya, Ra..."kata Fahri dengan penuh perhatiannya sebagai abang yang tidak bisa jauh terlalu lama dengan Zahra.

"Abi..sebelumnya Zahra minta maaf sama Abi sama Umi, sama Bang Fahri juga..."

"Kenapa, Nak, sayaang..."Umi bangkit dari duduknya yang semula berada di samping kiri Abi kemudian berpindah mendekati putrinya yang sedang merasakan takut mengecewakan. Umi menggenggam tangan Zahra. Kepalanya tertunduk, mengumpulkan kekuatan untuk memberi jawaban kepada abi sebelum disampaikan langsung kepada pria yang telah mengkhitbahnya minggu lalu.

"Maaf jika Zahra membuat kecewa Abi dan Umi," matanya menatap abi dan umi secara bergantian,"Bang..." kemudian ia menatap bang Fahri yang masih dengan perhatiannya. Sampai pekerjaannya pun ia abaikan.

Mendengar kalimat Zahra, abi malah tersenyum lalu berkata,"apa pun keputusanmu, abi akan dukung, ya kan, Mi?" Abi meminta persetujuan umi. Umi mengangguk. Fahri yang tak diminta tanggapannya pun ikut setuju dengan abi.

"Emm...."Zahra bergumam sambil membaca bismillah dalam hatinya. "Abi, maaf Zahra....Zahra belum siap menerima...menerima pinangan itu..Zahra masih ingin sendiri dan memantaskan diri. Maaf abi, umi bukan maksud Zahra mengecewakan orang terdekat Zahra, terutama....kak Gadzi.."

Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang