9. Rahasia (2)

724 55 0
                                    

~~~~•••~~~~

BUKANKAH penyesalan tidak akan membuat masalah teratasi? Itulah yang kini dirasakan oleh Erik. Setelah uang sekian milyar yang ia cari dengan susah payah direnggut oleh seorang penipu yang biadab itu. Membuat perusahaannya dua bulan terakhir ini tidak ada pemasukan sama sekali. Apa lagi ini adalah akhir bulan. Lalu, bagaimana caranya memberi gaji kepada seluruh karyawannya.

Semua yang dikatan Gadzi satu minggu yang lalu benar. Beberapa karyawan resign dari perusahaan. Pikiran Erik semakin kalut. Bagaimana nasib perusahan kedepannya. Terutama dirinya yang sudah tidak memiliki pekerjaan lagi untuk menghasilkan uang demi mencukupi hidupnya, selain perusahaan peninggalan almarhum orang tua Erik.

Dengan malas Erik terpaksa pergi ke kantor sepeninggal Rheina. Pagi ini Rheina meminta izin untuk pergi ke rumah Zahra. Erik memang menyembunyikan hal ini dari putri semata wayangnya, Rheina. Sampai nanti waktunya Rheina harus mengetahui ujian besar Papanya.

Bahkan Erik bingung harus mulai dari mana untuk menyampaikan ini pada Rheina. Mobil Erik terus melaju menuju kantor yang mungkin sekarang ini tidak ada karyawan yang datang.

Erik memarkirkan mobilnya di pelataran kantor. Dengan tatapan penuh kekecewaan Erik memandang bangunan megah bercat kuning itu. Benar yang ada di pikiran Erik. Perusahaan tidak ada lalu lalang karyawan, bahkan office boy sekali pun. Hanya ada seorang tukang sapu halaman yang di dapati Erik pagi itu.

Dengan berat dan langkah gontai Erik menaiki tangga menuju ruangan kerjanya. Bangunan itu menjadi sangat sepi dan mistis. Erik mengumpulkan dan membenahi beberapa barang yang harus ia bawa ke rumah dari pada dibiarkan berdebu di ruangan itu yang tidak akan terpakai entah sampai kapan.

Erik tidak memiliki bayangan apa pun yang akan ia lakukan setelah ini dan nanti kedepannya. Pikirannya terasa sangat buntu. Mata Erik kini tengah berkaca-kaca, berat jika ia harus meninggalkan kantor yang sudah bertahun-tahun menjadi perantaranya mendapatkan penghasilan. Apalagi itu adalah satu-satunya peninggalan dari almarhum orang tua Erik selain tanah yang kini telah berdiri rumah megah tempat tinggalnya.

"Tuhan... Tolong hambaMu..." Teriak batinnya sambil menitikkan air mata. Dengan cepat Erik menyeka air matanya meski meninggalkan bekas warna merah di matanya.

Setelah beberapa menit berdiam diri duduk di kursi kerjanya Erik keluar ruangan dan kembali ke rumah. Selama perjalanan Erik memikirkan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan dari Rheina jika nanti muncul pertanyaan "kenapa Papa nggak kerja hari ini?"

Erik tidak ingin mengecewakan putrinya yang sudah hampir menyelesaikan pendidikan S1nya. Ia tidak ingin karena ini Rheina gagal mendapat gelar sarjana. Entah bagaimana caranya nanti Rheina harus menyelesaikan pendidikannya. Setidaknya sampai Sarjana Administrasi Perkantoran berhasil disandang oleh putri kesayangannya itu.

Tiba-tiba handphone Erik berdering. Tertera nama Rheina Graceva di layarnya.

"Hallo Rhein?" Ucap Erik setegar mungkin.

"Pa, Rhein nanti langsung ke kampus aja ya setelah dari Zahra. Dan kayaknya nanti pulangnya agak sorean dikit mau ada rapat sebentar." Kata Rheina.

"Bailah, Rhein. Jangan lupa makan siang. Ngomong-ngomong rapat apa, sayang?"

"Hallo, Rhein?"

Tuut tuut

Belum sempat Rheina menjawab pertanyaan Erik panggilan sudah lebih dulu terputus. Ada perasaan lega di benak Erik karena Rheina tidak akan mengetahui bahwa hari ini ia tidak bekerja.

Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang