33. Different Something's

533 35 1
                                    

~~~~•••~~~~

MERENUNG sendiri, itulah yang saat ini dilakukan Rheina. Terus terngiang kalimat sahabatnya beberapa waktu lalu,  "kalau ada lelaki yg datang, terima ya," Zahra mengatakannya dengan tersenyum meski sebenarnya berat baginya. Tapi ia harus ikhlas. Ia terlalu sayang dengan Rheina. Ia tidak mau menjadi penyebab sakit hati Rheina.

Rheina beringsut kemudian membenarkan posisi tidurnya dan menarik selimut agar membungkus seluruh tubuhnya. Malam ini cukup dingin. Dan sepi. Rheina mulai mencoba untuk tidak lagi memikirkan kalimat Zahra yang dianggapnya hanya bercandaan saja. Tapi setelah ia mengingat bahwa senyum Zahra terlihat tulus, sorot matanya seperti ada rasa yakin bahwa dalam waktu dekat ini akan ada yang datang pada Rheina. Itulah yang membuat Rheina terus memikirkan hal itu.

Ia mencoba memejamkan matanya. Sulit. Ia tak kunjung terlelap. Kalimat Zahra terus terngiang, wajah Zahra terus terbayang. Seketika ia rindu sahabatnya itu.

Sampai tengah malam pun ia masih terjaga. Entah apa yang akan ia lakukan di malam yang sepi itu. Hanyalah suara serangga yang tak terlihat terdengar bersahutan. Ia bangun kemudian duduk di tepi ranjang. Mengumpulkan niatnya untuk mengambil air wudhu kemudian melaksanakan sholat malam, mungkin akan lebih baik meski tubuhnya terasa sangat dingin. Bahkan suhu saat ini mencapai dua puluh derajat.

Ia melangkahkan kaki menuju kamar mandi. Membasuh wajahnya dengan air yang teramat sangat dingin. Terlihat bibir bawahnya bergetar saking dinginnya. Kemudian ia mengambil air wudhu dan dilanjutkan sholat malam. Siapa tahu dengan ini Allah memberi petunjuk maksud dari kalimat sahabatnya.

Dan saat setelah selesai melaksanakan sholat malam barulah ia bisa tidur dengan nyenyak. Suasana hati menjadi lebih tenang. Kepalanya yang tadi terasa penuh kini menjadi lebih ringan. Ia tidak lagi memikirkan apa yang dikatakan Zahra lagi. Ia sudah menyerahkan itu semua pada Tuhannya, yaitu Allah Sang Maha membolak-balikkan hati hambaNya.

~~~~•••~~~~

Malam menjadi terasa lebih cepat. Alarm jam bekernya sudah berbunyi menunjukkan pukul empat pagi.

Ya, inilah perubahan gadis mualaf itu. Dulu baginya bangun sebelum adzan subuh berkumandang adalah hal yang berat. Sampai ia paham dengan keutamaan sholat subuh membuat ia takut melewatkan waktu itu. Bahkan ini merupakan hal yang baru baginya sejak ia menjadi seorang Muslimah. Karena saat ia belum mengenal Islam, bangun paling pagi Rheina adalah pukul tujuh pagi.

Menunggu adzan subuh berkumandang, ia melakukan sesuatu yang menurutnya adalah hal yang luar biasa. Menanak nasi untuk sarapan pagi ini bersama Erik, Papanya.

Apa yang membuat hal sepele menjadi luar biasa bagi Rheina?

Wanita memanglah harus gesit. Ia tak lagi seperti dulu. Ia sudah dewasa dan harus bisa memanage waktu. Sejak ia bekerja, ia mulai membiasakan diri menjadi ibu rumah tangga. Ia harus bisa memasak meski menurutnya masakannya tidak selezat masakan mamanya dulu. Belajar dan terus berusaha. Tidak mungkin juga ia terus membeli makanan sebagai kebutuhan hidup.

Intinya saja, ia ingin menjadi wanita yang baik, lebih tepatnya menjadi istri yang baik yang mampu melayani semua permintaan suaminya kelak.

Usai melaksanakan sholat subuh ia mulai berkutat di dapur. Memasak seadanya untuk sarapan pagi ini. Kemudian membersihkan rumah dan berbagi tugas dengan Erik. Karena waktunya tak lama, pukul tujuh ia sudah harus berangkat menuju kantor.

"Pa...Rhein cuma masak tumis jamur, nggak papa, ya?"

"It's ok, Rhein...ini malah favorit Papa banget..."

"Kok Rhein baru tahu, ya..." katanya seraya meletakkan sepiring nasi di hadapan Papanya.

Pagi itu romantis. Berdua dengan sang Papa ditemani bunga mawar dan dua batang lilin yang masih menyala di meja makan. Sebenarnya ia rindu Mamanya. Tapi tak mungkin ia menemuinya. Bahkan ia tidak tahu sama sekali saat ini dimana Mamanya berada. Dan Rheina yakin pasti Mamanya sudah memiliki keluarga lagi.

"Rhein..ambilkan jas Papa di atas..." Tanpa basa-basi setelah meletakkan piring kotor di wastafel, ia langsung memenuhi perintah Papanya.

~~~~•••~~~~

Tidak ada yang berbeda hari ini. Kegiatan kantor berjalan lancar seperti biasanya. Bahkan CEO muda yang selama ini dicintai Rheina terlihat sangat berbinar-binar. Entah kenapa.

Makan siang pun sang Bos mengajaknya bersama Zahra. Tak lupa dengan Fahri yang senantiasa setia pada Gadzi.

"Pesen aja, nanti saya yang bayar..." celetuk Gadzi tiba-tiba setelah keempat sekawan itu duduk di sebuah meja kantin yang memang sudah dipesan Gadzi sepertinya. Karena hanyalah meja itu yang masih kosong dan ada kertas bertuliskan "Pak Gadzi" tertempel di salah satu sisi meja.

"Seriusan, Bos?"

"Udah, buruan..."

"Dalam rangka apa, Kak..eh Pak?" Kali ini Zahra membuka sura, dan Rheina masih diam. Oh, ini memang berbanding terbalik. Biasanya Zahra yang selalu diam kenapa malah jadi Rheina yang sama sekali belum mengeluarkan suara.

"Pengen aja menyenangkan sahabat,..selamat makan.."

Hidmat. Bukanlah makan siang bersamaan dengan meeting klien. Entah kenapa Rheina menjadi pendiam tiba-tiba. Malah Zahra yang menjadi banyak bicara usai makan siang sebelum mulai bekerja lagi.

Perjalanan menuju ruangan kerja Zahra menyempatkan diri bertanya pada sahabatnya yang tidak seperti biasanya. Tadi pagi saja Rheina baik-baik saja.

"Rhein..kok tiba-tiba kamu jadi diam gitu?"

"Nggak tahu deh, Ra...kayak ada yang aneh sama Bos.."

"Aneh gimana?"

"Ya aneh aja..susah didefinisikan..aku sih ngerasanya gitu, Ra...kaya bakal ada sesuatu gitu..."

"Memang akan ada, Rhein, buat kamu..." Zahra tersenyum mengatakan itu dalam hati. Zahra sudah ikhlas dengan takdir Allah. Allah punya yang terbaik untuknya. Maka dari itu, Zahra yakin atas permintaannya pada Gadzi yang ia anggap sebagai kakak sendiri selain Fahri.

"Kenapa, kok senyum, Ra?"

"Enggak, gemes aja sama kamu, Rhein...selamat bekerja..."

"Loh?"

"Soalnya dari tadi kamu dieeeeeem aja, bikin gemes...udah kerja-kerja-kerjaaa...."

Seperiang itu Zahra sebenarnya. Hatinya kuat meski sakit tapi tak pecah meski pernah retak. Dan ia sudah berhasil mengobati luka hatinya. Semoga keputusannya tepat. Keputusan Gadzi juga tepat setelah tadi malam Gadzi sengaja berkunjung ke rumah Zahra untuk meminta restu pada orang tua kedua Gadzi yang merupakan orang tua Zahra.

~~~~•••~~~~

Next?

Do'akan yang terbaik saja:)

#staysafe

Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang