~~~~•••~~~~
SEKIRANYA sudah satu tahun Gadzi menjadi single parent. Mengurus anaknya dan juga perusahaan bukanlah tugas yang mudah. Itu adalah sebuah tanggung jawab yang besar untuk Gadzi. Apa lagi ia pernah berjanji akan menghidupi putri angkatnya sampai nanti ia dewasa.
Beruntunglah Gadzi memiliki Ibu yang baik. Ibunya sangat memahami bagaimana dan apa yang Gadzi hadapi saat ini.
Dengan suka rela Ibu sering sekali berkunjung ke rumah Gadzi hanya untuk cucunya. Meski Putri bukan cucu kandung untuk Ibu Gadzi.
Putri kini semakin tumbuh, walau pun usianya belum genap satu tahun. Usia sangat dini. Dilahirkan dari rahim entah siapa. Dan seharusnya Putri harus merasakan kasih sayang seorang Ibu. Tapi, Allah berkehendak lain. Putri belum juga diizinkan untuk merasakan bagaimana mempunyai Ibu.
Anak yang malang.
Sore itu Ibu memutuskan untuk pergi ke rumah Gadzi dengan membawa tas besar berisi pakaian. Ibu ingin menginap disana setidaknya sampai Gadzi kembali dan menyelesaikan pekerjaanya. Meski sebenarnya ada baby sister disana. Tapi, Ibu Gadzi tetap ingin mengurus cucunya.
Bahkan Ibu pun rela mengurus cucunya sampai Gadzi benar-benar mencarikan seorang Mama untuk Putri.
Gadzi lusa harus berangkat ke luar kota mengurus pekerjaan yang sama sekali tidak bisa diwakilkan apa lagi ditinggalkan.
Deru mobil terdengar oleh Gadzi yang sedang menimang Putri yang hampir terlelap. Gadzi tersenyum sambil membuka sedikit tirai jendela.
Ucapan salam Ibu membuat Gadzi beranjak dari duduknya dan menjawab salam dengan suara sangat pelan. Ia tidak ingin tidur lelap Putri terusik.
"Oh .. Cucu oma bobo," kata Ibu sambil menyentuh lembut pipi Putri yang chubby dan kemerahan.
Asisten rumah tangga juga ikut menyambut kedatangan Ibu. Seperti kebanyakan orang sang ART pun membuatkan minuman dan memberi jamuan seadanya untuk Ibu.
"Gadz, sini Ibu aja yang gendong. Kamu belum istirahat, kan?"
"Ibu yang harusnya istirahat dulu. Kan baru sampai. Lagian Putrinya juga bobok, Bu."
"Udah. Nggak apa-apa. Kamu juga perlu mempersiapkan semuanya, kan? Lusa kamu sudah harus pergi. Jangan mepet-mepet menyiapkan sesuatu itu. Sini, Putri sama oma aja."
Akhirnya Gadzi memberikan Putri ke pangkuan Ibu. Tidurnya tidak terusik sama sekali. Yang ada malah semakin nyenyak.
"Gadz, Putri Ibu taruh di kamar, ya!?"
"Ya, Bu. Biar ditatain sama suster."
Lagi-lagi Gadzi berkutat di depan komputer untuk menyelesaikan pekerjaannya. Yang tidak mungkin jika ia mengerjakannya di hari esok. Karen ia harus istirahat untuk perjalanan jauh besok lusa.
Matahari mulai bergerak ke arah barat. Dan hari pun semakin gelap. Sekembali dari solat maghrib berjamaah di masjid mereka makan malam bersama.
Alhamdulillah. Putri tidak rewel. Semoga kelak menjadi anak yang soliha.
"Gadz?"
"Ya, Bu."
"Ibu mau tanya," Ibu duduk mendekati Gadzi yang sedang menata pakaiannya yang akan ia bawa ke luar kota.
"Apa, Bu?"
"Kamu udah lama loh jadi duda. Kamu juga punya anak yang pastinya sangat butuh kasih sayang dari seorang Ibu." Kalimat Ibu membuat Gadzi langsung tahu kemana arah pembicaraan ini.
Gadzi hanya menghela nafas sambil mendengarkan Ibu dan menata pakaiannya.
"Gadzi, apa kamu belum ada niat untuk mencarikan Mama untuk Putri?"
"Bu.." kata Gadzi tersenyum. "Doakan saja, semoga setelah ini Allah mengirimkan sosok Ibu yang baik, yang soliha untuk Putri. Yang bisa mendidik anak-anak Gadzi nanti menjadi anak yang sukses di dunia dan di akhirat."
"Aamiin. Ibu selalu mendoakanmu, Nak."
"Gadzi sebenarnya sudah memikirkan ini sejak lama. Tapi belum sempat untuk menyampaikan pada Ibu."
Harapan Ibu sepertinya tidak akan dikecewakan oleh Gadzi. Dan tetaplah gadis itu yang Ibu minta untuk menjadi pendamping hidup putranya. Ibu tersenyum sambil mengusap tangan Gadzi yang memiliki tanggung jawab besar dengan lembut.
Doa Ibu memang tak pernah berubah dari dulu. Jika Allah memang belum mengabulkan Ibu tetap tidak menyerah memohon pada Allah. Seperti halnya seseorang yang mengetuk pintu rumah orang lain, dan apa bila sang pemilik rumah belum juga membukakannya, orang itu akan terus mengetuk sampai pintu dibukakan sang pemilik rumah.
Allah tidak pernah ingkar dari janjiNya. Doa siapa pun pasti akan dikabulkan oleh Allah. Jika tidak di dunia, di akhiratlah Allah akan menepati janjiNya pada hambaNya yang taat dan tidak bosan untuk berdoa.
Kekuatan doa mengalahkan segalanya. Permohonan Ibu ternyata Allah kabulkan di dunia. Inilah pilihan Allah untuk Gadzi. Semoga sampai surga nanti.
Tadi malam Gadzi baru saja mengucap janji suci. Janjinya yang kedua pada Allah, pada orang tuanya dan orang tua sang gadis yang baru saja menjadi istrinya.
Betapa bahagianya hati Ibu melihat kebahagiaan putra putrinya. Terlebih lagi gadis yang didambakan Ibu sejak lama untuk menjadi menantunya, benar-benar Allah izinkan gadis itu untuk bersatu dengan Gadzi. Dengan pria yang pernah begitu mencintai dan dicintainya. Sebelum hatinya pernah kecewa karena kenyataan dan takdir Allah yang tidak bisa ditolak oleh siapa pun.
"Malicha Azzahra Putri Syarif, terima kasih. Jadilah Ibu yang soliha untuk anak-anak kita. Jadilah Mama Putri saat ini yang menyayanginya. Jadilah istri yang soliha untukku. Semoga Allah menyatukan kita di surgaNya kelak."
"Aamiin."
Dekapan keduanya terlepas setelah mendengar tangis Putri yang terbangun dari tidurnya.
T A M A T
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔
Romance❗W A R N I N G❗ Cerita ini kemungkinan mengandung bawang. Unpublish sementara !! Sedang proses revisi !! "Sungguh indah agamaMu, ya Allah." Rheina Graceva. Satu shaf dibelakangnya adalah salah satu mimpinya setelah pertemuan dengan Fikran Gadzi A...