~~~~•••~~~~
BAHAGIA tentunya bagi siapa pun yang memiliki seorang anak. Apa lagi kehadirannya yang sudah lama dinantikan. Sama halnya dengan pasangan suami istri ini yang baru saja kedatangan sang buah hati.
Meski pun bayi itu bukanlah bayi yang lahir dari rahim Rheina. Tapi ia tetap memperlakukan bayi itu seperti anak kandung sendiri. Namun, mereka tetap tidak berhenti memanjatkan do'a pada Allah agar dikaruniai seorang anak dimana dalam tubuh anak itu mengalir darah mereka.
Hari ini tepat satu bulan Rheina dan Gadzi menjadi orang tua. Tentunya Ibu Gadzi yang sangat mendambakan seorang cucu juga merasakan kebahagiaan. Walau Ibu tahu anak itu hanyalah hasil adopsi. Tapi, Ibu sangat menghargai perjuangan mereka untuk memenuhi keinginannya sajak lama.
Kebetulan, hari ini tanggal merah. Jadi Gadzi dan Rheina libur kerja. Untuk itu mereka berkesempatan mengajak Putri, bayi lucu itu untuk bertemu Omanya.
Ya, mereka menyebutnya Putri. Karena nama bayi dengan sang Mama sama persis. Hanya saja ditambah kata Putri di tengah-tengah namanya.
Dalam waktu satu bulan ini, Rheina benar-benar sudah lihai menjadi seorang ibu. Bagaimana cara mengurus bahkan menggendongnya sampai anak itu tertidur.
Selama perjalanan Putri terlelap di pangkuan Rheina. Sang Mama terus memandangi wajah bayi itu. Jika dipandang lekat-lekat, wajah bayi itu seperti ada kemiripan dengan Mama Rheina yang menghilang. Bisa jadi ini hanya perasaannya saja. Tapi Rheina sama sekali tidak menceritakan hal ini pada Gadzi. Dan mencoba untuk tidak memikirkannya.
Berbeda dengan Gadzi. Dengan kehadiran Putri di tengah-tengah mereka, perasaan Gadzi mulai berbeda. Sepertinya kadar cintanya sudah mulai bertambah lagi. Apa lagi melihat bagaimana perlakuan Rheina sebagai seorang ibu. Bahkan nama Zahra pun sepertinya sudah mulai enyah dari hatinya.
Perlahan tangan kirinya meraih tangan Rheina yang mendekap putri kecil itu. Sambil tersenyum Gadzi menatap Rheina. Tentu saja Rheina bingung, ada apa dengan suaminya yang tiba-tiba seperti ini. Padahal sejak dari rumah tadi meraka tak banyak bicara. Takut mengusik tidur nyenyak Putri.
"Maaf, ya!?"
Kata maaflah yang tiba-tiba keluar dari mulut Gadzi. Rheina semakin bingung dengan sikap suaminya yang menurutnya sedikit aneh.
"Kenapa?"
"Maaf belum bisa jadi suami dan ayah yang baik untuk kamu dan..." pandangannya beralih ke wajah mungil itu.
"Putri," lanjutnya.
"Mas.. Kita sama-sama belajar, ya. Aku juga belum bisa jadi ibu yang baik. Jadi istri yang baik. Tapi kita tetep harus berusaha memperbaiki semuanya. Manusia memang nggak ada yang sempurna," ucap Rheina. Dan Gadzi hanya tersenyum setelah mengucapkan terima kasih untuk istrinya.
Padahal dalam hati, Gadzi terus menyumpah serapahi dirinya dan memohon ampun pada Allah. Karena selama ini hati dan pikirannya mendua. Dan benar, Allah memang maha membolak-balikkan hati manusia. Saat ini ia sudah benar-benar mencintai Rheina dengan seutuhnya.
Tapi apakah Gadzi adalah orang munafik?
Mungkin itulah yang Gadzi rasakan. Selama ini ia sudah menjadi orang munafik. Terutama pada istrinya sendiri. Dan Gadzi menyesali semua perbuatannya yang sama sekali tidak diketahui Rheina.
Sesampainya di rumah orang tua Gadzi, terlihat Agna yang sudah tumbuh lebih dewasa menyambut mereka.
"Well come home, Putri." Putri sudah terbangun dari tidurnya. Sepertinya ia tahu kalau sudah sampai di rumah Oma. Agna memang sayang sekali dengan Putri. Sampai-sampai baru datang saja Agna meminta Putri daru Rheina untuk diajaknya bermain. Setelah bertemu Oma tentunya.
"Assalamu'alaikum, Bu.. "
"Wa'alaikummussalam... Eee sayangnya Oma. Langsung nemplok sama Om Agna." Kata Ibu.
"Tua banget ya gue. Udah jadi om-om." Ucap Agna yang membuat semuanya terkekeh.
Pak Arman atau Ayah Gadzi sedang tidak ada di rumah. Sedang mengikuti pelatihan mubaligh katanya. Tapi Gadzi tidak akan pulang sebelum bertemu ayahnya.
Mereka hanya duduk santai dan bercanda ria dengan Putri yang sudah mulai aktif. Tak kalah dengan Rheina, Agna pun juga pintar mengurus ponakannya. Ya, walau hanya dari hal kecil saja. Bahkan mengganti popok pun ia sudah lincah. Benar-benar papa-able Agna ini.
"Mas, mau ke kamar mandi dulu."
"O iya, sekalian Rhein kalau kuenya udah jadi bawa kesini!"
"Ya, Bu."
Rheina bergegas pergi kebelakang. Segarnya air siang ini membuatnya tak henti-hentinya menyiram wajahnya. Hari ini memang udara sedikit terasa lebih panas dari biasanya. Sampai-sampai ia lupa dengan kue. Rheina segera keluar dan mengecek kue yang masih di dalam oven.
"Udah mateng, nih." Lalu ia sedikit bergeser dan tangannya mengambil piring.
Tapi entah kenapa pandangannya tiba-tiba menjadi gelap. Ia tidak bisa melihat apa-apa. Ia mengerjapkan matanya sejenak tapi masih sama, semuanya gelap. Kepalanya mulai terasa paning. Bahkan sakit yang Rheina rasakan.
Ia terdiam sambil tangannya mencoba meraih piring itu. Kemudian ia memejamkan mata sejenak. Kepalanya masih sakit bahkan lebih sakit dari yang ia rasakan biasanya. Matanya mulai bisa menangkap sesuatu. Tetesan merah ada di tangannya. Kemudian ia tangannya beralih menyentuh hidungnya. Darah mengalir begitu saja dari lubang hidung Rheina.
Berniat ingin mengambil tisu. Tapi tubuhnya sudah tidak dapat menahan rasa sakit yang di kepalanya.
Pyaarrr
Piring itu terjatuh bersamaan dengan Rheina yang tak sadarkan diri. Gadzi, Ibu dan Agna yang sedang di ruang depan mendengar bunyi pecahan itu membuatnya segera berlari ke sumber suara.
Betapa terkejutnya Gadzi melihat istrinya tergeletak tak sadarkan diri di lantai dengan darah yang masih mengalir dari hidungnya. Panik.
"Rhein!!!" Teriaknya. Membuat Ibu pun menyusul mereka sedangkan Agna tetap menjaga Putri.
"Astaghfirullah. Rheina. Rheina kenapa Gadz?"
"Bu. Gadzi titip Putri sama Ibu. Gadzi bawa Rheina ke rumah sakit sekarang."
"Iya, iya. Hati-hati...."
Suasana bahagia seperti berubah tiga ratus enam puluh derajat. Melihat keadaan Rheina yang tiba-tiba seperti itu. Padahal jika penyakitnya kambuh, ia tidak sampai seperti ini.
Mobil Gadzi berjalan dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit. Kemudian Rheina segera di bawa ke IGD untuk mendapatkan penanganan dari dokter.
Sementara Ibu di rumah menghubungi seseorang. Entah mengapa orang pertama yang dihubungi adalah Zahra. Bukan Ayah Gadzi.
Mendengar kabar itu Zahra pun tersentak. Padahal kemarin saja Rheina sehat-sehat seperti biasanya. Tanpa pikir panjang Zahra segera pergi setelah mendapat izin dari Abi dan Umi. Tidak langsung ke rumah sakit, tapi menemui ibu Gadzi dulu.
Mobil Agna sudah ia siapkan. Tak lama dari itu Zahra datang dengan motornya. Mereka segera pergi ke rumah sakit dengan mobil Agna. Lalu ayah? Entahlah, sepertinya ibu lupa menghubungi ayah karena saking paniknya.
"Bu, biar Zahra aja yang gendong, Putri." Meskipun wajah Ibu cemas, entah mengapa ia tiba-tiba tersenyum setelah Zahra mengatakan hal itu.
Memang sebenarnya Zahralah menantu impian Bu Rini, Ibu Gadzi. Tapi, Gadzi dan Zahra belum diizinkan oleh Allah untuk berjodoh. Ibu harus menerima ketetapan ini. Meski pun tetap saja sampai saat ini Zahra masih Ibu harapkan.
Dan saat ini pun ujian sedang menimpa Gadzi. Apa ini teguran dari Allah untuk Gadzi dan Rheina yang sudah lalai?
~~~~•••~~~~
Do'a terbaik aja untuk Rheina. Semoga dia baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔
Romance❗W A R N I N G❗ Cerita ini kemungkinan mengandung bawang. Unpublish sementara !! Sedang proses revisi !! "Sungguh indah agamaMu, ya Allah." Rheina Graceva. Satu shaf dibelakangnya adalah salah satu mimpinya setelah pertemuan dengan Fikran Gadzi A...