بسم الله الرحمن الرحيم
~~~~•••~~~~
HIDUP itu tidak selalu melewati jalan yang lurus, halus dan mulus. Untuk mencapai tujuan pun setiap manusia harus melewati jalan yang berkelok, tanjakan, tikungan tajam. Bahkan, jalanan licin sekali pun akan dilewati. Tuhan tahu kemampuan hambaNya sejauh mana. Tidak mungkin Tuhan akan memberi ujian hidup di luar batas kemampuan hambaNya.
Seperti Rheina saat ini. Meski keadaan ini membuatnya tidak betah di rumah terlalu lama, namun ia yakin bahwa Tuhannya akan menolong.
Berbagi cerita itu mungkin menjadi salah satu solusinya untuk meringankan beban hidup meski tidak untuk menyelesaikan masalah.
Pagi ini Rheina sengaja bangun lebih pagi, satu jam lebih awal dari biasanya. Pukul setengah lima pagi biasanya ia masih memeluk boneka bearnya di ranjang. Tapi sekarang ia sudah mandi dan siap untuk pergi ke kampus.
Terlalu pagi memang. Ini semua sengaja ia lakukan untuk mengehindarkan telinganya dari keributan Mama dan Papanya yang membuatnya sakit. Bukan sakit secara fisik, tapi sangat mungkin psikologinya akan terganggu jika ini terlalu lama terjadi.
Rheina menyambar tas slempangnya kemudian keluar kamar. Ia mendapati Papanya yang sedang duduk di sofa depan.
"Rhein .. Pagi sekali kamu berangkat? Nggak sarapan dulu?" Kata Papanya. Basa-basi mungkin menawarinya sarapan. Tapi apa bisa ia sarapan di rumah sedangkan Mamanya saja tidak pernah memasak, bahkan menyediakan bahan masakan sekali pun tidak.
Ya, Mamanya masih berada di kamarnya. Dan nanti saat keluar kamar Mamanya pasti sudah memoles wajahnya kemudian pergi dengan alasan mengurus bisnisnya. Pertanyaan yang selalu muncul di benak Rheina adalah bisnis apa yang sebenarnya ditekuni oleh Mamanya. Dan membuatnya harus pergi meninggalkan rumah. Berangkat pagi buta dan pulang selalu malam.
Suami siapa yang tidak marah melihat hal ini. Demi bisnis Mamanya rela mengabaikan Papanya dan Rheina sendiri. Mamanya tidak bisa dikatakan ibu yang baik untuk anaknya dan istri yang baik untuk suaminya.
"Nggak usah, nanti sarapan di kampus, Pa." Katanya setelah mencium tangan Papa yang sudah mulai keriput. Kemudian ia melenggang pergi.
Sampai di kampus memang masih sepi. Ia hanya duduk di karidor sambil sesekali memeriksa handphonenya. Siapa tahu ada pesan dari sahabatnya yang semalam ia hubungi tapi tak ada jawaban.
Pukul setengah tujuh, lingkungan kampus mulai banyak lalu lalang mahasiswa. Dan Rheina masih menunggu kedatangan Zahra yang tak kunjung terlihat batang hidungnya.
"Ck .. Kok belum dateng sih ni Zahra," gerutunya sambil melirik jam tangannya yang melingkar di pergelangan tangan kirinya dan sudah menunjukkan pukul tujuh lewat sepuluh menit. Dua puluh menit lagi kelasnya akan segera dimulai. Tapi mengapa ia belum juga mendapati Zahra.
Kemudian ia membuka note yang ada di ponselnya untuk melihat jadwal hari ini. Dan memastikan bahwa Rheina tidak salah berangkat pagi.
"Astagaa....." Katanya menepuk jidatnya. Matanya hampir membulat sempurna. Ternyata ia salah melihat jadwal kelas. Hari ini seharusnya berangkat siang.
"Aduh Rheiin ... Mampus lo udah kaya orang nggak punya temen," gerutunya.
Kling
(1 pesan belum dibaca)
Muncul notifikasi pesan di layar handphonenya.
Zahrarara:
Maaf, Rhein semalem aku udah tidur. Ada apa? Ini juga baru sempat buka hp.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔
Romance❗W A R N I N G❗ Cerita ini kemungkinan mengandung bawang. Unpublish sementara !! Sedang proses revisi !! "Sungguh indah agamaMu, ya Allah." Rheina Graceva. Satu shaf dibelakangnya adalah salah satu mimpinya setelah pertemuan dengan Fikran Gadzi A...