~~~~•••~~~~
SEJAK saat Zahra menyampaikan permintaan itu, seperti ada sesuatu yang selalu menggerayahi pikiran Gadzi. Dan sampai saat ini juga ia belum menyampaikan hal ini pada kedua orang tuanya. Sampai-sampai pekerjaannya sedikit terbengkalai karena hal ini.
Pernah sekali Fahri, selaku orang kepercayaan Gadzi di perusahaannya sekaligus kakak laki-laki dari wanita yang dicintainya memergoki Gadzi sedang duduk melamun di ruangannya dengan layar komputer masih menyala, menampilkan sebuah file microsoft word berisi berkas yang harus segera diserahkan pada kliennya siang itu juga.
Karena pintu ruangannya terbuka, Fahri masuk begitu saja tanpa mengucap salam. Fahri menghela nafas malas setelah tahu ada apa di layar komputer Gadzi. Kemudian ia mendekati pria berpakaian rapih itu lalu menepuk bahunya sehingga ia terperanjat dan sadar dari lamunannya.
"Bos..."
"Wey....astaghfirullah..." katanya sambil mengelus dadanya yang terasa ada detakkan lebih cepat.
"What happen?" Tanya Fahri pada Bosnya yang sejak tadi hanya melamun memandangi pekerjaannya.
"Nggak ada apa-apa...kenapa?'
"Kok saya liat dari tadi Bos ngelamun terus..udah hampir jam dua lo, Bos..." kata Fahri mengingatkan. Kemudian Gadzi melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul empat belas kurang lima belas menit.
"Padahal tadi baru jam setengah satu..." kata Gadzi sambil membenarkan posisi duduknya.
"Itu, kan tadi, Bos.."
"Waktu cepet, banget..." kata Gadzi lagi sambil mulai menyelesaikan laporan itu.
"Apalagi kalo ngelamun, Bos..tambah cepet...kalo kita kerja cepet waktu bakal melambat...tapi...kalo kita yang kerjanya lelet, Bos...waktu yang bakal nyelip kita..." ceramah Fahri sambil merapikan meja kerja milik atasannya itu.
Kalimat Fahri sukses membuat Gadzi menghentikan aktivitasnya dan sejenak memandangi sahabatnya yang kini sudah menjadi pria dewasa yang baik budi pekerti dan ilmu agamanya.
"Ri...thanks," kata Gadzi tersenyum pada Fahri.
"Hehe...sorry Bos, saya malah jadi ceramah....hehehe..."
"Santai aja....nggak ada Bos nggak ada asisten kalo kita lagi berdua gini, Ri..." kata Gadzi terkekeh.
"Heheh...ya sudah, kalo gitu saya permisi dulu, Bos.."
"Ok..thanks, Ri..."
~~~~••••~~~~
Jalan raya sore itu lebih padat dari hari-hari biasanya. Mungkin karena hari ini mendekati weekend, banyak yang sudah mulai libur bekerja, banyak yang ingin pergi berlibur ke luar kota, menikmati weekend bersama keluarga, dan masih banyak lagi. Sehingga jalan raya dipadati oleh banyak kendaraan pribadi, dan rata-rata mereka adalah anak-anak muda, like as mahasiswa.
Gadzi sengaja memutar musik di mobilnya untuk menghilangkan rasa bosan karena macet. Sesekali ia ikut bernyanyi. Sebenarnya perutnya sudah lapar setelah terakhir diisi sedikit nasi tadi siang. Tapi ia harus sabar sampai ia dapat lolos dari kemacetan jalan sore ini.
Sampai matanya menemukan sebungkus makanan ringan di dasbor mobil. Makanan itu sebenarnya sudah lama sekali, tapi masih layak untuk di konsumsi. Gadzi sengaja menyimpannya. Sebenarnya makanan itu milik Zahra yang tertinggal waktu ia mengantarkan Zahra mengirimkan paket pada customer.
Ia tersenyum setelah tangannya meraih makanan ringan itu. Mungkin itu cukup untuk mengganjal perutnya yang lapar.
Saat tangannya mulai menarik dua sisi bungkus makanan itu, ponselnya tiba-tiba berdering menampilkan nama Agna di sana. Makanan itu ia letakkan lagi.
"Ya, Na.."
"Assalamualaikum, Bang.."
"Wa'alaikumussalam..ada apa?"
"Ibu, Bang..." suara Agna terdengar panik saat itu.
"Ibu? Ibu kenapa, Na?"
"Ibu masuk rumah sakit, Bang..." kata Agna lagi. Sekita tangan Gadzi bergetar mendengar kabarnya."
"Dimana?"
"RS Citra Harapan...ini baru aja nyampe..."
"Ok, ok..Abang ke sana.."
Tuut tuut tuut.
Gadzi segera menginjak gas mobilnya. Bersyukur karena sekarang kendaraan yang ada sudah mulai berjalan, tadinya tidak bisa jalan sama sekali. Gadzi mencari sebuah gang sebagai jalan alternatif untuk sampai ke rumah sakit yang dimaksud Agna.
Sepanjang perjalanan ke rumah sakit Gadzi merasa cemas. Apa yang terjadi pada ibunya? Padahal pagi tadi saat ia berpamitan, ibu baik-baik saja. Terlihat sehat dan bugar seperti biasanya. Bahkan ibu sempat bilang setelah ia berpamitan ingin mengikuti senam bersama ibu-ibu kompleks sekitar.
Gadzi menyalakan lampu sen ke kiri setelah sampai depan bangunan tinggi bernuansa putih itu. Ia memarkirkan mobil miliknya dengan apik. Tak perlu pikir panjang, ia langsung lari begitu saja masuk kedalam bangunan bernama rumah sakit itu.
Menyusuri lorong serba putih. Sampai ia menemukan Agna dan Ayah sedang duduk, menunduk dan berdo'a berharap kebaikan untuk Ibu.
"Ayah...."
~~~~•••~~~~
Next?
Tunggu part 2 ya:)
#staysafe
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔
Romance❗W A R N I N G❗ Cerita ini kemungkinan mengandung bawang. Unpublish sementara !! Sedang proses revisi !! "Sungguh indah agamaMu, ya Allah." Rheina Graceva. Satu shaf dibelakangnya adalah salah satu mimpinya setelah pertemuan dengan Fikran Gadzi A...