19. Tekad

562 36 5
                                    

~~~~•••~~~~

BAHAGIA. Definisi bahagia menurut kebanyakan orang adalah ketika ia mendapatkan suatu kejutan atau bisa meraih apa pun yang diinginkan. Mungkin. Lalu, menurut kalian apa definisi bahagia?

Tapi bahagia yang sebenarnya bagi Rheina adalah ketika ia diberi kesempatan untuk menjadi manusia yang lebih baik. Menjadi wanita muslimah yang haqiqi, dan menjadi wanita yang nantinya akan menjadi makmum sholihah bagi imamnya kelak. Dan semua itu akan ia mulai dari sekarang.

Terutama untuk mewujudkan salah satu mimpinya. Yaitu untuk bisa sholat di belakang shaf sang imam tampan yang bersuara merdu itu.

Tapi tidak untuk itu ia bertekad seperti ini. Ia hanya ingin mendapatkan Ridho Allah. Ia ingin kembali ke jalan yang lurus. Ia ingin menjadi manusia yang bahagia.

Rheina berdiri didepan kaca cermin dan tersenyum. Sangat cantik dan anggun. Ia mengenakan pakaian, hadiah dari sahabatnya. Mengenakan hijab yang berukuran sama dengan Zahra. Ini semua sudah ia inginkan sejak dulu. Tapi Allah baru mengizinkan Rheina dan Erik mengucap dua kalimat syahadat tiga hari yang lalu. Di saksikan banyak orang. Terutama seorang pria yang selama ini namanya telah bersemayam dihatinya.

"Sungguh indah agamaMu, ya Allah...." katanya sambil tersenyum teramat sangat manis. Pakaiannya yang telah menjulur menutupi seluruh auratnya membuat Rheina semakin cantik.

Tepat pukul setengah tujuh pagi, ia bergegas menemui papanya yang tengah siap untuk sarapan sebelum berangkat bekerja. Mbak Siti rupanya telah membuatkan sup spesial pagi ini untuk sarapan. Ya, asisten rumah tangga mereka telah kembali sejak satu minggu yang lalu. Jadi, mbak Siti pun ikut menjadi saksi ketika majikannya mengucapkan dua kalimat syahadat dengan hidmat.

Hari ini hari pertama Rheina bekerja di perusahaan yang Gadzi pimpin. Dan Erik pun masih menjari OB di sana. Hal ini tidak membuat Rheina malu bahwa papanya hanyalah seorang OB, yang dulunya merupakan pemilik perusahaan yang telah gulung tikar.

Apa pun pekerjaannya yang paling penting mereka mendapat uang dengan cara halal untuk mencukupi hidupnya. Itu yang sekarang Rheina pikirkan. Lalu bagaimana untuk membayar art? Mbak Siti orangnya memang baik. Meski mbak Siti telah mengetahui bahwa Erik kehilangan jabatannya sebagai CEO, tapi mbak Siti tidak terlalu memikirkan gaji. Ia hanya ingin membantu keluarga Erik dengan tulus. Dan kemungkinan kedepannya Rheina tetap ingin memberikan sejumlah uang untuk ARTnya meski tak seberapa ketika ia telah gajian nanti.

Mobil hitam itu melaju dikendarai oleh Erik dengan wajah yang terlihat berseri-seri. Begitu pun dengan Rheina. Ia merasa sangat senang sekali. Seakan-akan hari ini menjadi manusia terbahagia di dunia. Selain ia telah memeluk agama Allah dan hari pertama bekerja, juga karena dalam beberapa jam ke depan ia akan terus melihat pria idamannya itu meski hanya sekilas.

Dan hari ini ia berencana ingin menceritakan ini pada Zahra yang juga memiliki rasa yang sama pada Gadzi. Jika benar, lalu apa yang akan terjadi pada hati Zahra yang lukanya belum lama mengering?

~~~~•••~~~~

Hari semakin sore dan usai melaksanakan sholat ashar berjamaah, Gadzi sengaja menemui Erik yang tengah membenahi barang-barang. Bersamaan dengan itu Rheina datang menghampiri Erik.

Gadzi kali ini benar-benar terpesona dengan wajah Chinese Rheina yang cantik. Apalagi dengan mengenakan hijab yang menjulur di seluruh tubuhnya, membuat Gadzi kagum kali ini. Tiga detik setelah menatap Rheina yang sedang berjalan menuju tempat yang sama dengannya, Gadzi langsung membuang pandangannya dengan menyapa Erik yang telah selesai mengemasi beberapa barang.

"Pak Erik..."

"Eh...Pak Gadzi,"

Kali ini Rheina telah berdiri di samping Erik sambil tersenyum malu dengan Gadzi. Gadzi membalas senyumnya lalu kembali berbicara dengan Erik.

"Em, maaf Pak. Jika bisa dan jika Pak Erik mengizinkan Insha Allah nanti malam saya akan silaturahmi ke rumah Pak Erik..." katanya tanpa basa-basi.

"Oh, tentu Pak boleh-boleh, silakan. Pintu rumah terbuka lebar untuk Pak Gadzi..."kata Erik sedikit terkekeh.

Sedangkan Rheina terdiam menyimak pembicaraan kedua pria yang amat ia sayangi. Perasaan Rheina mulai tak tentu dan jantungnya berdebar dengan cepat. Perasaan geernya muncul. Mungkinkah Gadzi ingin mengkhitbah Rheina?

"Ini alamat rumah saya, Pak Gadzi..." Erik menyodorkan sebuah kertas berukuran kecil bertuliskan alamat tempat tinggalnya.

"Terima kasih, Pak. Kalau begitu saya permisi. Assalamualaikum, selamat istirahat Rhein...."

"Wa'alaikumussalam.."

Rheina semakin melayang-layang ketika diucapkan selamat istirahat oleh pria tampan itu. Hatinya seketika luluh mengetahui perhatian Gadzi untuk pertama kalinya padanya.

Pukul lima sore menjadi waktu yang sangat menyenangkan. Bisa berkumpul dengan keluarga. Agna yang telah kembali dari sekolah dan ayah mau pun ibu Gadzi sedang berada dalam waktu-waktu santai. Jadi, menurutnya ini adalah waktu yang tepat untuk berbicara hal ini dengan orang tuanya.

"Yah, Bu...Gadzi mau tanya..."

"Ya, Gadz?" Kata ayahnya dengan mata yang sama sekali tidak beralih dari layar ponsel. Sedangkan ibu telah siap untuk mendengarkan pertanyaan dari Gadzi. Tapi berbeda dengan Agna yang terlihat cuek saja, ia tetap fokus dengan game yang sedang ia mainkan.

"Tapi sebelumnya Gadzi minta maaf...."

"Emang kenapa sih, kok pakai minta maaf dulu.." kata Ibu sambil mengernyitkan dahinya dan tetap menatap Gadzi.

"Jadi gini..."

Dengan serius ayah dan ibu menatap Gadzi yang sebenarnya malu menanyakan hal ini. Tapi mau bagaimana lagi jika terlalu lama dibiarkan itu tidak baik.

"Gadzi mau tahu, ayah sama ibu udah siap belum punya......eee....aduh gimana ya?" Gadzi merasa kikuk menanyakan itu pada orang tuanya.

"Udaaahh....apa buruan, ibu mau denger. Tapi pertanyaannya jangan susah-susah ya, biar ibu bisa jawabnya.."

"Yah, Bu apa udah siap punya menantu?" kalimat itu mengalir begitu saja dari mulut Gadzi. Membuatnya menggigit bibir bawahnya menahan rasa malu.

"What!???" Dan pertanyaan Gadzi membuat Agna berpaling dari gamenya. Ayah dan ibu saling pandang tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Hmm...pertanyaan ini mah gampang buat kita, ya nggak Yah? " Kata ibu bergaya brusli. Tahu kan ya yang ibu jarinya menyentuh hidung. Ah pokoknya begitulah.

Dengan perasaan takut dan malu Gadzi masih tetap menunggu jawaban orang tuanya. Tekadnya memang sudah bulat sejak beberapa pekan yang lalu. Tapi kali ini Gadzi baru berani menanyakan ini dengan orang tuanya. Insha Allah jika berniat baik Allah akan mempermudah segalanya.

~~~~•••~~~~

Next?

Uwu. Benarkah Gadzi sudah ingin memiliki pendamping hidup? Tunggu kelanjutan cerita ini dan terima kasih sudah membaca.
Jangan lupa memberi bintang sebagai sebuah penghargaan tanpa uang.

Tetap menjadi orang baik.

#staysafe

Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang