4. Penghianatan

1K 74 0
                                    

~~~~•••~~~~

PAGI ini Rheina memang belum juga keluar kamarnya setelah Erik, Papanya berpamitan kepadanya sebelum pergi ke kantor. Tinggallah Rheina dan Merry, Mamanya yang ada di rumah. Seperti orang lain saja. Ibu dan anak ini tidak pernah saling sapa layaknya ibu dan anak pada umumnya.

Sepertinya Rheina sudah terlalu muak dengan sikap Mamanya yang selalu berbicara kasar dengan Papanya. Begitu juga dengan Merry yang sepatutnya memberi perhatian kepada anak satu-satunya itu. Tapi semuanya berbanding terbalik. Merry lebih mementingkan bisnisnya yang sama sekali tidak diketahui oleh Rheina.

Rasanya suntuk sekali. Ini hari ke tiga Rheina harus menetap di rumah sebelum siang nanti pergi ke kampus. Ia melirik jam dindingnya yang berbentuk hati itu. Ini masih pagi, pukul setengah delapan. Rasanya ia ingin keluar tapi tugasnya dari Pak Yuda harus segera diselesaikan. Tinggal empat puluh persen lagi.

Belakangan ini Rheina sering bangun tengah malam hanya untuk mencari waktu yang tenang demi terselesainya tugasnya. Itu ia lakukan sampai pagi dan mungkin akan setiap hari sampai tugasnya tuntas.

Ia bergegas mendekati jendela kamarnya setelah mendengar suara deru mobil di luar. Sepertinya Mamanya sudah akan pergi. Tinggalah Rheina seorang diri di rumah. Di rumahnya sedang tidak ada asisten rumah tangga. Mbok Sri sudah dua minggu ini pulang ke kampungnya karena ibunya yang sudah tua sedang sakit.

"Oh God ... " Gerutunya sambil mengacak-acak rambut panjangnya yang tergerai. Ia langsung menyambar ponselnya yang sejak tadi tegeletak di kasur.

Ia mendial dua belas digit nomor telepon milik Doni, pacarnya. Ia merasa bosan di rumah dan ingin mengajaknya pergi. Ya setidaknya ke cafe atau sekedar berkeliling kota.

"Hallo?" Suara berat itu terdengar dari ponsel Rheina.

"Don .. Jalan-jalan yuk, bosen nih!?"

"Boleh, tapi nanti sore ya,"

"Ya Tuhan, nanti siang sampe sore aku ada kelas sayang, sekarang aja ya!? Bosen ni, di rumah sendiri," rengeknya.

"Yah .. Pagi ini aku ada acara keluarga, jadi nggak bisa nemenin kamu, sayang."

"Hmm .. Yaudah deh, nggak papa."

"Maaf ya, hmmm.. udah dulu ya sayang, aku harus berangkat sekarang."

"Iyaa .. Hati-hati," kata Rheina lesu kemudian disusul bunyi tut tut yang terdengar dari ponsel.

Lalu apa yang harus Rheina lakukan. Ia tidak mungkin terus-terusan mengerjakan tugas. Otaknya juga butuh istirahat. Tidur? Rheina paling anti tidur dalam waktu masih pagi, walau pun sebenarnya matanya sangat berat.

Setelah sejenak keluar ke balkon ia beranjak lalu membersihkan diri. Ia memutuskan untuk pergi dan nanti akan kembali pada pukul setengah dua belas sebelum berangkat ke kampus.

Mengapa tidak dengan Zahra?

Tidak mungkin, Rheina mengajak Zahra pergi hanya dengan tujuan jalan-jalan saja. Zahra sulit mendapatkan izin dari Abinya. Jadi, Rheina lebin baik pergi sendiri dari pada harus menyusahkan Zahra.

Ia berangkat dengan mengendarai mobilnya yang telah lama tak terpakai. Mobilnya melesat dengan kecepatan rata-rata. Sebenarnya Rheina tidak tahu tujuannya hendak kemana. Setidaknya ia bisa keluar dan menyejukkan otaknya sejenak. Akhirnya ia membelokkan mobilnya ke rumah makan mengingat dirinya belum sarapan tadi pagi.

Ia memarkirkan mobilnya tepat di sebelah mobil yang ia kenal. Itu adalah mobil Merry. Baginya tidak masalah jika harus bertemu Mamanya di tempat ini. Dan akan jadi baik, dengan ini mungkin Rheina akan tahu bisnis apa yang ditekuni Mamanya.

Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang