6. Rahasia

800 62 0
                                    

~~~~•••~~~~

LANGIT sore mulai menampakkan warna kuningnya. Rheina belum juga kembali ke tempat tinggalnya. Pasti Erik sudah menantinya di rumah. Biasanya Papanya memang sudah berada di rumah.

"Rhein, kamu nggak mau pulang dulu aja? Bukannya aku ngusir kamu, tapi ini kan udah sore, orang tua kamu pasti udah nunggu kamu di rumah!?" Kata Zahra sambil memotong kue yang ada di meja.

"Nanti dulu deh, Ra." Kata Rheina lesu sambil jarinya berselancar internet di ponselnya.

Karena setelah mengantarkan bingkisan tadi, Rheina mengantarkan Zahra pulang dan ia sengaja pulang terlambat. Rheina sedang tidak ingin berada di rumah. Apalagi setelah melihat dua kejadian sekaligus yang membuat hati Rheina hancur lebur tadi siang di restaurant.

"Ra, janji ya sama aku, semua yang aku ceritain sama kamu jangan sampai ada orang yang tahu selain kamu," pinta Rheina.

"Insya Allah aku akan jaga, semoga aja hubungan orang tua kamu lekas membaik.  Em .. itu kuenya dimakan, Rhein. Aku loh yang buat tadi pagi."

"Cobain ya. O iya, ngomong-ngomong Abi sama Umi kamu di mana? Kok nggak kelihatan. Abangmu juga kok nggak nongol?" Tanya Rheina sambil mencomot potongan kue brownis buatan Zahra.

"Abi sama Umi tadi katanya ada kajian gitu ba'da dhuhur, dan biasanya jam segini udah selesai. Mungkin lagi di jalan. Tarus Bang Fahri kayaknya lembur di kantornya, balakangan ini memang pulangnya sampai maghrib," jelas Zahra.

Sementara mulut Rheina membentuk huruf O sambil manggut-manggut. Selain merasakan kue buatan sahabatnya yang lezat, itu juga sudah mewakili jawaban untuk penjelasan dari Zahra.

"Eh, Ra. Besok kamu jadi yang mau ke panti itu?" Tanya Rheina setelah melirik kalender kecil yang berdiri di depannya. Di sana tertera tanggal yang dilingkari oleh Zahra sebagai tanda bahwa besok pagi KCS (Komunitas Cinta Sesama) akan mengunjungi panti asuhan Pelangi yang didirikan oleh Gadzi.

"Iya, Insya Allah, Rhein."

"Aku boleh ikut nggak, Ra? Biar aku nggak nganggur di rumah, boleh ya!?"

"Boleh banget, Rhein. Besok kamu kalau mau ikut datang dulu ke rumahku ya. Kita berangkat bareng-bareng dari sini. Ada rombongan kok, sekalian bantu-bantu angkat-angkat sembako, hehe." Kata Zahra.

"Siap Bos, jam berapa? Ada Gadzi, kan? Pasti dong, eheheh." Kata Rheina sambil menunjukkan gigi rapinya.

"Ck .. Kamu ini, Rhein. Besok kita berangkat jam setengah delapan dari sini, jangan sampai telat!" Tegasnya.

"Iya iya.  Em .. Udah gelap nih, aku pulang dulu aja deh Ra, nanti salam aja buat Abi sama Umi .. Eh, Bang Fahri juga. Bilangin Rheina kangen Abi sama Umi."

"Iya, nanti aku sampaikan, makasih ya Rhein udah temenin aku. Di anterin sampai rumah lagi. Lagian kalau kamu mau nginep sini juga kita nggak keberatan, kok. Satu kamar kosong."

"Lain kali aja Ra, kasian Papa sendiri, pasti Mama nggak akan pulang malam ini. Nggak tahu deh. O iya, besok jam tujuh pagi aku usahain udah sampai rumah kamu lagi, daaaa Ra."

"Iya, hati-hati." Kata Zahra sambil membalas lambaian tangan Rheina.

Zahra dan Rheina ini sudah menjalin persahabatan sejak lama. Sejak mereka duduk di sekolah menengah pertama. Persahabatan mereka membuat iri orang lain. Bagaimana tidak? Zahra dan Rheina banyak perbedaan. Apalagi dari keyakinan mereka yang sangat mencolok.

Rheina sebagai umat kristiani yang taat. Sedangkan Malicha Az Zahra Putri Syarifah ini terlahir dari keluarga Muslim. Uminya saja seorang ustadzah di pesantren. Dan Abinya bekerja di perusahaan milik orang tua Gadzi yang sekarang sudah digantikan oleh Bang Fahri.

Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang