~~~~•••~~~~
"GADZ, kapan kamu bisa beri ibu cucu?"
Pertanyaan itu cukup membuat Rheina tertegun. Satu minggu yang lalu ia baru saja ditinggalkan oleh sang ayah untuk selama-lamanya. Hari-hari penuh duka tentu saja masih menyelimuti mereka. Terutama Rheina.
Tapi setelah Gadzi mengatakan sesuatu pada Rheina malam itu, hatinya sedikit lebih lega dan ikhlas dengan apa yang terjadi. Rheina tidak terus-terusan terlarut dalam kesedihan.
Namun, cukup dengan kalimat tanya dari Ibu, Rheina kembali merasa sedih. Terlebih lagi impian Ibu yang sudah lama ingin menimang cucu dari Gadzi belum juga tercapai sampai saat ini. Padahal usia pernikahan mereka sudah hampir dua tahun lamanya. Tapi mereka belum juga memiliki keturunan.
Apa Gadzi tidak memberikan apa yang seharusnya ia berikan pada istrinya?
Meski pun cinta Gadzi tidak sepenuhnya untuk Rheina, tapi ia tetap memberikan hak untuk istrinya dan melakukan kewajibannya sebagai suami. Hanya saja, Allah memang belum memberikan kepercayaan untuk mereka menjadi orang tua.
Karena Gadzi saja masih merasa dirinya adalah seseorang yang fakir ilmu. Ia tidak ingin gagal dalam mendidik anak-anaknya nanti.
Apa ada gangguan kesehatan salah satu dari mereka?
Tidak. Mereka berdua baik-baik saja. Hanya Allah memang belum mengizinkan mereka menjadi orang tua.
"Bu, doakan saja. Semoga Allah lekas memberi kami keturunan. Dan ibu bisa dapat cucu dari Gadzi." Kata Gadzi dengan lemah lembut kepada Ibu.
"Rheina, kamu tetap jaga kesehatan kamu, ya sayang. Kamu juga Gadzi." Ya, Ibu Gadzi merupakan tipe Ibu penyayang. Mungkin banyak yang merasa iri dengan Rheina.
Rheina memang benar-benar beruntung. Ia mendapat suami sebaik Gadzi. Mendapat mertua sebaik Ayah dan Ibu Gadzi. Siapa yang tidak ingin. Bisa dibilang selama ini Gadzi belum pernah memarahi Rheina.
Tapi itu hanya sepengetahuannya saja. Tidak tahu bagaimana sebenarnya perasaan Gadzi. Gadzi memanglah orang yang tidak gampang marah. Ia selalu memendam amarahnya apa lagi dengan istrinya.
Lalu untuk kesalahan-kesalahan Rheina?
Gadzi hanya memberinya nasehat dengan kalimat-kalimat yang mampu membuat Rheina menuruti apa yang Gadzi katakan.
Sayangnya Gadzi tidak tahu dosa apa yang sudah Rheina lakukan kepadanya tanpa Gadzi tahu. Tidak hanya pada suaminya, bahkan dengan sahabatnya sendiri yang harus menerima resikonya.
"Emm.. Ibu, sudah malam. Gadzi sama Rheina pulang dulu, ya."
Ibu tidak melarangnya karena memang waktu sudah pukul setengah sembilan malam. Lagi pula Gadzi sudah sejak tadi sore berada di sana. Dari kantor sengaja tidak pulang ke rumah. Mereka pulang ke rumah Ibu sekalian mengantarkan sesuatu pesanan Agna.
Berbicara Agna apa ia tidak merasa kesepian sejak kakaknya menikah. Sebenarnya dulu Agna sempat ngambek seharian gara-gara tahu kakaknya akan menikah.
Ya, mau tidak mau ia harus mengikhlaskan Gadzi untuk orang lain. Sekarang Gadzi tidak sepenuhnya milik Agna.
Toh, Agna juga harus paham. Kakaknya sudah dewasa dan harus segera berkeluarga sebagaimana permintaan ibu. Terlebih lagi ini perintah agama. Yang mewajibkan siapa pun yang sudah siap menikah dengan berbagai syarat dan ketentuan, maka menikahlah.
Dan Gadzi, lolos akan hal itu.
Sesampainya di rumah mereka berdua segera membersihkan badan dan segera istirahat. Karena besok pagi mereka harus kembali ke kantor untuk bekerja.
Tapi tidak untuk Rheina. Malam ini ia tidak bisa tidur. Kepalanya masih di penuhi dengan bagaimana caranya ia punya anak. Ini permintaan Ibu yang harus segera ia penuhi. Pertanyaan ibu tadi masih terus terngiang-ngiang di telinganya.
Sekilas ia melirik ke arah suaminya yang sudah tertidur lelap. Wajahnya yang lelah membuat Rheina tersenyum dan tangannya mengusap lembut kepala Gadzi.
Dalam hati Rheina terus mengucapkan syukur dan beribu-ribu ucapan terima kasih pada Gadzi. Meski ia tahu Gadzi tidak akan mendengarnya.
Tapi mengapa ia tidak mengucap maaf walau satu kali saja dalam hatinya. Maaf untuk apa yang sudah ia lakukan di belakang Gadzi. Hanya demi kebahagiaannya yang tetap harus jadi miliknya selama ia masih hidup di dunia.
Matanya masih terus menatap langit-langit ruangan itu. Sampai pada akhirnya ia terlelap tepat di pukul tiga pagi. Dan hasilnya?
"Agh..." jari Gadzi tak sengaja teriris pisau saat ia sedang memotong bawang pagi itu.
Rheina belum juga keluar kamarnya. Itulah akibatnya saat Rheina terserang insomnia pada malam hari. Gadzi tidak akan membangunkannya kecuali untuk solat subuh dan sudah waktunya bekerja. Sebegitu sayangnya ia kepada istrinya. Sampai-sampai ia memperlakukan istrinya demikian.
Apa perlakuan Gadzi itu bisa disebut memanjakan istri? Tapi berlebihan.
Gadzi sedikit terburu-buru saat masak pagi ini untuk sarapan mereka berdua. Waktu pagi memang terasa berjalan lebih cepat. Setelah ia selesai menghidangkan masakannya, ia kembali ke kamar untuk membangunkan Rheina yang masih tertidur.
Dengan perlahan ia membangunkan istrinya. Kemudian mengajaknya untuk mandi bersama. Ini adalah salah satu sunah Rasulullah. Rasulullah juga melakukan hal demikian bersama istrinya untuk menambah kadar rasa cinta.
Dilanjutkan sarapan berdua kemudian pergi ke kantor berdua juga. Dengan wajah Rheina yang biasa saja. Mungkin masih memikirkan pertanyaan Ibu tadi malam.
~~~~•••~~~~
Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan 1442 H.
Semangat puasanya. Walau baca ceritaku, Jangan lupa baca Al Qurannya, ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔
Romance❗W A R N I N G❗ Cerita ini kemungkinan mengandung bawang. Unpublish sementara !! Sedang proses revisi !! "Sungguh indah agamaMu, ya Allah." Rheina Graceva. Satu shaf dibelakangnya adalah salah satu mimpinya setelah pertemuan dengan Fikran Gadzi A...