44. Kepergian

580 26 2
                                    

~~~~•••~~~~

SEJAK Gadzi mengucapkan janji suci di depan Pak Erik semuanya terasa berubah. Tak hanya keadaan hidupnya, tapi juga sikap mereka. Terutama pada Rheina. Boleh dikatakan istri Gadzi sudah berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya.

Rheina sebenarnya adalah orang yang sangat terbuka dengan Zahra. Tapi entah apa yang membuat ia tiba-tiba jadi sangat tertutup dengan sahabatnya.

Tidak ada salahnya juga bagi Zahra. Karena Rheina adalah seorang istri yang sudah memiliki tempat terbaik untuk berbagi. Tapi tidak begini caranya. Saking tertutupnya ia saat ini sampai-sampai suaminya sendiri pun dibohongi.

Sampai sekarang pun Rheina tidak memberi tahu Gadzi bahwa ia pernah menghapus beberapa pesan dari Zahra. Sehingga Zahralah yang merasa terselimuti rasa bersalah.

Syukurlah, diantara Gadzi dan Zahra sudah baik-baik saja setelah waktu itu Gadzi berceramah panjang lebar pada Zahra melalui pesan singkat di whatsapp.

Percuma saja jika Zahra terus menerus mengatakan apa yang terjadi sebenarnya, Gadzi tetap tidak percaya. Karena pada nyatanya kalimat Rheina waktu itu ada buktinya. Ponsel Gadzi dan Rheina memang sama sekali tidak ada pesan dari Zahra.

Tidak ada alasan lagi Zahra untuk mengelak. Ia tidak ingin masalah ini menjadi besar. Selain ia mengucapkan beribu maaf pada Gadzi dan Rheina atas perbuatannya yang bisa dibilang egois. Yang berakibat hilangnya satu nyawa gadis kecil.

"Rhein sudah siap?"

Pagi ini mereka kembali bekerja seperti biasanya. Apa lagi Gadzi harus mengejar dite line. Dan besok lusa ia harus pergi ke luar kota untuk menemui salah satu perusahaan yang ingin bekerja sama dengan perusahaannya.

"Udah, Mas... Yuk," diselipkannya tangan Rheina di lengan Gadzi. Mereka berdua bisa dibilang pasangan romantis.

Mungkin Rheina akan kegirangan dikatakan seperti itu. Tapi bagi Gadzi semua biasa saja. Gadzi hanya melakukan apa tugas, kewajiban dan hak suami atas istrinya.

Mobilnya melaju menembus jalan raya yang masih sedikit lengang. Belum terlalu ramai dengan kendaraan bermotor yang lainnya. Karena hari ini mereka berangkat lebih pagi dari biasanya. Maka dari itu mereka sarapan di dalam mobil.

Rheina membawa bekal yang hanya cukup untuk sarapan mereka berdua saja pagi ini. Untuk makan siang mereka akan pergi ke kantin.

Zahra mungkin tidak akan iri melihat ini. Rheina menyuapi suaminya. Memanglah romantis. Tentu saja Rheina bahagia dengan apa yang ia lakukan. Tapi Gadzi hanya berfikir bahwa ia tidak mungkin makan sendiri sambil menyetir. Tapi Gadzi tetap senang dengan perlakuan Rheina yang selama ini sudah menjadi istri yang baik baginya.

Setelah memarkirkan mobil mereka berdua memasuki gedung perusahaan berlantai puluhan itu dengan tangan bergandengan.

"Selamat pagi, Pak.. Bu.." seorang office boy menyapa mereka dengan ramah. Gadzi membalasnya dengan senyuman yang tak pernah berubah dari dulu.

Saat Gadzi dan Rheina akan masuk  ke ruangan Gadzi tak sengaia mereka menemui Zahra yang ternyata sudah datang juga. Zahra terlihat mencari sesuatu.

"Ra!?"

"Eh, Kak.. Rheina.." sama halnya dengan Gadzi. Senyum Zahra yang menenangkan itu tidak berubah.

"Cari apa, Ra?"

"Ini Rhein, hp aku nggak ada."

"Ketinggalan kali di rumah,"

"Iya kali, ya Rhein. Soalnya tadi udah aku masukin ke tas. Ya udah deh kalau gitu. Emmm... Kak, Rhein aku masuk dulu, ya."

"Iya. Semangat kerja Zahraku," Seperti itulah sebenarnya Rheina dengan Zahra. Tapi apa mungkin karena Rheina tak ingin kehilangan kebahagiaannya jadi ia melakukan hal seperti waktu itu.

"Iya, kamu juga ya Rheina..."

"Ra, kamu berangkat sama siapa?" Tanya Gadzi. Karena di parkiran tadi ia tidak melihat motor Zahra di sana.

"Tadi aku naik bus, Kak. Ban motornya lagi bermasalah... Dan belum sempat bawa ke bengkel." Mendengar penjelasan Zahra keduanya mengangguk. Setelah itu mereka melakukan kegiatannya masing-masing.

Waktu semakin siang dan kegiatan di kantor Gadzi masih berjalan dengan lancar. Dan sepertinya hari ini sangat-sangatlah sibuk. Banyak karyawan dan staf yang keluar masuk kantor untuk kepentingan pekerjaan. Salah satunya Pak Erik, papa Rheina.

Siang ini ia harus pergi menemui seseorang untuk konfirmasi tentang pekerjaannya agar segera mendapatkan tanda tangan Gadzi selalu CEO disini.

Semakin siang jalanan semakin ramai dan padat. Bunyi kendaraan dan klakson menambah kebisingan jalan raya.

Waktu terasa mengejar Pak Erik. Ia terus tancap gas agar cepat sampai tempat tujuan. Tiba-tiba di persimpangan jalan ada pengendara yang tiba-tiba menyeberang membuat Pak Erik menginjak rem mendadak. Kaget luar biasa. Beruntung tidak terjadi apa-apa pada mereka. Pak Erik kembali melanjutkan perjalanannya.

Cuaca siang ini yang panas membuat tenggorokan Pak Erik terasa kering. Ia berusaha meraih botol minuman di atas dasbor sebelah kiri. Tapi karena tak sengaja mobilnya melewati jalanan yang rusak sehingga mobilnya terguncang dan botol itu terjatuh.

Pak Erik berusaha mengambilnya. Namum naas. Kita sebagai manusia memang tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Bahkan satu detik kedepan. Pak Erik tidak tahu kalau ternyata di depan ada persimpangan lagi. Mobil Pak Erik terhantam oleh mobil yang lain.

Sampai-sampai mobilnya terlempar jauh. Sampai akhirnya Pak Erik tak sadarkan diri dengan keadaan tubuhnya yang penuh dengan darah. Juga mobil yang tadi menghantam mobil Pak Erik keadaannya sama.

Orang-orang mulai berdatangan untuk memberikan bantuan. Para korban segera dilarikan ke rumah sakit.

Seorang perawat bingung bagaimana untuk menghubungi keluarga korban, karena ponsel milik korban pun semuanya mati total. Sampai akhirnya sang perawat menemukan kartu anggota staf perusahaan di dompet Pak Erik. Kemudian menghubungi pihak kantor dengan nomor yang tertera di kartu itu.

Gadzi yang sedang bekerja pun merasa aneh. Mbak resepsionis yang biasanya tidak mengunjungi ruangannya, hari ini ia ke ruangan Gadzi.

"Ada apa?"

"Maaf Pak Gadzi. Saya baru saja menerima telepon dari rumah sakit Sejahtera. Memberi kabar kalau ada korban kecelakaan atas nama Pak Erik Mandarko." Gadzi terperanjat mendengarnya.

Setelah mengucapkan terima kasih, ia berlari menuju ruangan istrinya. Tanpa basa-basi Gadzi mengajak Rheina pergi tanpa mengatakan apa pun yang membuat Rheina kebingungan. Sebagai istri Rheina mengikuti suaminya.

Sampai di rumah sakit ia menemui seorang perawat di IGD. Mereka berdua mendapati Pak Erik sudah terbaring tak sadarkan diri dengan tubuhnya dipenuhi darah.

"Papa... " Rheina langsung histeris melihat keadaan Papanya. Gadzi memeluk Rheina dan berusaha menenangkannya.

Tidak disangka, secepat ini Pak Erik meninggalkan putri tersayangnya untuk selama-lamanya.

"Papa... Jangan pergi..." Rheina terus mengguncangkan tubuh Pak Erik dan berharap papanya akan membuka matanya lagi. Tapi tidak ada hasilnya. Papa Rheina benar-benar akan pergi untuk selamanya. Rheina semakin menangis histeris membuatnya tak sadarkan diri.

Siapa pun yang bernyawa pasti akan menemui ajalnya. Kita semua adalah milik Allah. Berasal dari Allah, dan akan kembali kepada Allah.

~~~~•••~~~~

Innalillahi wa inna ilaihi ra ji'un. Semoga Pak Erik ditempatkan disisi terbaik Allah.

Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang