27. What Happen?

502 32 3
                                    

~~~~•••~~~~

MALAM ini adalah malam yang menurutnya paling panjang. Rasanya lama sekali baginya untuk segera jumpa dengan pagi. Yang mungkin menjadi hari-hari yang tak semenyenangkan biasanya. Tapi ia tetaplah harus bersyukur apa pun keadaan hidupnya saat ini. Dan bagaimana perasaannya saat ini. Bisa menghirup udara segar dan oksigen secara gratis yang sudah disediakan oleh Allah secara cuma-cuma merupakan kenikmatan yang sesungguhnya.

Meski perasaannya yang sakit tidak membuatnya berhenti untuk tetap mengucapkan Alhamdulillah. Karena masih diberi kesempatan hidup oleh Allah sampai detik ini pun adalah istimewa baginya.

Tapi, satu hal yang membuatnya kecewa dan amarahnya ingin segera ia luapkan. Mengapa gadis itu tega membohongi perasaannya sendiri hanya demi sahabatnya yang sama sekali tak Gadzi cintai.

Lalu setelah ini, apa yang akan telinganya dengar lagi?

Adzan subuh telah berkumandang lima menit yang lalu. Entah kenapa tubuhnya terasa berat sekali untuk ia bawa menuju rumah Allah yang sejak tadi sudah memanggilnya untuk sholat subuh di sana.

Ia mengusap wajahnya kasar. Kemudian beranjak dari kasur empuk itu. Jangan sampai karena patah hati lamarannya ditolak gadis sebaik Zahra menjadi alasan Gadzi tidak pergi ke masjid seperti yang sudah bertahun-tahun ia lakukan. Dan itu merupakan kewajiban setiap laki-laki muslim.

Bahkan ia sempat sedikit berlari ketika iqamah telah dikumandangkan oleh muadzin. Sampai-sampai sandal jepit yang ia kenakan untuk alas kaki putus. Tak peduli, asal ia tidak tertinggal sholat berjamaahnya. Meski sebenarnya, walau iqamah sudah berkumandang alangkah lebih baiknya kita tetap berjalan dengan santai atau tidak usah terburu-buru. Walaupun nantinya telat satu rakaat atau lebih Allah kasih kita ruhsah atau keringanan. Yaitu memberikan waktu untuk menambah jumlah rakat yang tertinggal.

Alhasil sepulangnya dari masjid ia harus menjinjing sandalnya yang putus. Walaupun yang putus hanya sebelah, tapi ia melepasnya semua. Karena tidak boleh jika mengenakan sesuatu yang harusnya berpasangan tapi malah dipakai hanya sebelah saja. Tidak boleh membuat jomblo. Haha, sedikit humor yang sama sekali tidak mengandung zat kelucuan. Apa si.

"Kenapa, Bang?" Tanya Agna yang muncul dari belakangnya sambil sedikit menahan tawanya.

"Hmm.."Gadzi hanya menunjukkan salah satu sandal yang putus pada adiknya.

"Kok bisa?" Kali ini Agna tertawa melihat wajah datar abangnya.

"Habis maraton, Bang?"

Gadzi diam.

"Apa ngejar jodoh? Haha" Pertanyaan Agna cukup membuat Gadzi harus menambah lagi kesabarannya. Gadzi hanya tersenyum miring dan menghela nafas sambil tetap berjalan tanpa melirik Agna yang sudah khusyu dengan gadgetnya.

"Bang..."

"Hmm.."

"Agna yakin, dengan abang ditolak sama ka Zahra, pasti Allah udah siapin jodoh yang lebih baik lagi dari ka Zahra..." Gadzi menghela nafas mendengar kalimat bijak Agna.

"Tapi sejujurnya ya Bang, Agna juga kecewa dan sedih, nggak jadi punya kakak sebaik ka Zahra...udah baik, pinter, cantik lagi...udah gitu penyayang banget..tipe idaman, deh..."kata Agna.

"Yaah,...doain aja semoga kamu lekas punya kakak yang baik, walau pun bukan Zahra..."

"Aamiin, dah Bang. Yang penting cantik. Kak Rheina juga Agna mau...hehe.."Gadzi tersentak mendengarnya.

Apa iya, Rheina saja? Pikir Gadzi setelah mengingat permintaan ibunya yang ingin segera mendapatkan menantu. Karena jika ini sudah menyangkut nama ibu, Gadzi sudah tidak bisa berkutik lagi.

Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang