~~~~•••~~~~
MENYENANGKAN bukan jika sebuah rasa cinta di balas dengan cinta. Tapi bukan cinta yang sama. Karena sampai saat ini pun ia susah lupa dengan cinta pertamanya. Tapi, untuk saat ini ia memiliki harapan besar sebagaimana pasangan lainnya. Memiliki keturunan yang solih dan solihah. Bersama Rhaina tentunya. Karena dengan hadirnya dzuriat sangat mungkin untuk mengubah perasaan Gadzi yang membuatnya merasa bukan suami yang baik untuk istrinya.
Mobil Gadzi menembus kegelapan malam. Jalanan yang sepi cukup mencekam bagi siapa pun yang melewatinya. Walau pun itu adalah jalan utama kota. Tapi tatap saja ada rasa was-was jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Yang terpenting adalah doa, memohon perlindungan pada Allah, Sang Maha memberi perlindungan.
Sampai tengah malam mereka baru saja perjalanan pulang. Setelah berkunjung ke rumah orang tua. Padahal rencana awal tidak seperti ini. Tapi mendadak Rheina mengajaknya pergi ke sebuah tempat yang katanya sangat indah. Tanpa menolah, malam itu setelah berpamitan dengan Ayah dan Ibu, Gadzi benar-benar membawa Rheina ke tempat itu. Membahagiakan istri adalah tugas suami.
Karena, perempuan mana yang mau tiba-tiba diajak hidup bersama dengan orang asing. Kalau bukan karena cintanya, kasih sayangnya, dan tanggung jawabnya, mungkin tidak ada wanita yang mau seperti itu.
Dan benar saja Gadzi terpesona dengan indahnya tempat itu. Menikmati indahnya pemandangan malam bersama seseorang yang menyempurnakan separuh imannya.
"Mas, terima kasih." Ucap Rheina tiba-tiba sambil terus memegang lengan Gadzi. Kepalanya ia sandarkan pada pundak Gadzi yang selalu tersedia untuk Rheina.
Gadzi hanya tersenyum. Karena sebenarnya Gadzi tidak butuh kata terima kasih dari Rheina. Justru ialah yang seharusnya banyak-banyak berterima kasih pada istrinya yang sudah mau menerimanya. Apa lagi dengan cinta Gadzi yang bukanlah cinta yang sama bagai Rheina. Tetapi Rheina selalu ada untuk Gadzi. Rheina istri yang baik.
"Mas,"
"Rhein, justru aku yang seharusnya berterima kasih padamu. Karena selama ini mau terima semua kekuranganku. Mungkin, dulu yang kamu mau bukan laki-laki sepertiku, karena cintaku saja...." kalimat Gadzi menggantung. Membuat Rheina mengangkat kepalanya dan menatap dalam mata Gadzi. Rheina tersenyum.
"Mas, cintamu sempurna. Buktinya, kamu masih tetap pertahankan aku yang manja, yang masih kekanak-kanakkan. Tapi kamu tetep sabar hadapi semua sifat aku yang susah berubah, Mas. Dan malam ini, kita bisa sampai sini menikmati pemandangan seindah ini, juga jadi bukti cintamu sama aku, Mas."
Gadzi tetap terdiam sambil terus mendengarkan apa yang Rheina katakan. Matanya sama sekali tidak beralih. Mereka saling tatap. Tapi dalam hati Gadzi sebenarnya ada luka. Dimana cintanya tidak sama dengan apa yang Rheina katakan. Secepat mungkin, ia ingin mewujudkan kata-kata Rheina. Tentunya ia tetap mencintai Tuhannya sebagai cinta yang paling utama.
"Aku mencintaimu Mas, sejak dulu. Dan kamu adalah laki-laki yang kuimpikan sejak pertama kali kita kenal." Rheina bicara lagi, sementara Gadzi masih diam.
"Terima kasih, Rhein."
"I love you." Tiga kata yang cukup membuat Gadzi tersenyum tanpa ada jawaban satu kata pun untuk tiga kata yang Rhiena ucapkan. Dan sebuah kecupan mendarat di ubun-ubun Rheina yang terbalut jilbab. Senyum Rheina semakin melebar. Dekapannya semakin erat. Ditambah lagi udara yang dingin membuat Rheina betah memeluk lengan kekar Gadzi.
Langit malam yang menyajikan pemandangan kelap-kelip cahaya menjadi saksi untuk kesekian kalinya Rheina menyatakan cinta pada suami yang sangat ia cintai.
"Mas, pulang kapan?"
"Hem?" Gadzi melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sudah menunjukkan pukul dua puluh tiga lewat. Tempat itu cukup membius mereka berdua. Sampai-sampai hampir tengah malam mereka belum juga kembali ke rumah, padahal esok hari Gadzi harus kembali ke kantor.
"Ayo pulang!" Gadzi berdiri dan Rheina pun melepas dekapannya kemudian mengikuti Gadzi yang mendekati mas-mas penjaga parkir untuk memberikan uang. Tempat itu masih ada pengunjung sampai tengah malam karena masih ada beberapa kendaraan yang terparkir di sana.
"Terima kasih, Mas." Kata Gadzi seraya menyodorkan uang.
"Ee, sebentar Pak kembaliannya," laki-laki itu merogoh saku celananya.
"Eh, tidak usah Mas. Buat Mas, saja."
"Tapi, Pak?"
"Sudah ambil saja," Gadzi tersenyum. Masih ingat kan, bagaimana Gadzi? Dermawan. Sekaya apa pun ia, ia tidak pernah lupa sedekah. Bahkan untuk mengurus panti asuhannya pun sebagian ia pakai uangnya sendiri. Tapi sudah lama ia tidak mengunjungi panti. Dan tentu saja sudah jarang berjumpa dengan anggota komunitasnya setelah ia menikah.
"Terima kasih banyak, Pak."
"Ya sama-sama, Mas. Kalau begitu kami pulang dulu. Mari."
"Hati-hati Pak, sekali lagi terima kasih, Pak, Bu." Rheina tersenyum kemudian mereka berjalan menuju mobilnya yang akan membawanya pulang ke rumah.
Perjalanan mereka cukup jauh. Gadzi tidak berani mengendarai dengan kecepatan tinggi. Karena jalanan yang gelap. Tentunya Gadzi tetap menomorsatukan keselamatan. Dalam mobil mereka tidak bercakap apa pun. Rheina terlihat sangat lelah hari ini. Terlihat matanya yang sudah memerah, menandakan ia mengantuk. Setelah setengah perjalanan mereka baru mendapati penerangan setelah sampai jalan utama kota. Dan hanya beberapa kendaraan saja yang berlalu-lalang. Rheina telah tertidur dengan melipat kedua tangannya di depan dada. Cantik. Gadzi tersenyum setelah sekilas melirik istri manjanya.
Tiba-tiba mata Gadzi menangkap sesuatu yang membuatnya harus menepikan mobilnya. Rheina menggeliat.
"Udah sampai, Mas?"
"Belum, kamu tunggu sini sebentar!" Gadzi melepas seat beltnya.
"Mau kemana, Mas?"
"Kamu tunggu sini, ya!?" Tanpa menjawab pertanyaan Rheina, Gadzi membuka pintu mobil kemudian ia keluar meninggalkan Rheina yang masih bingung karena baru saja bangun tidur dan tiba-tiba mobilnya berhenti di pinggir jalan.
"Ada apa sih, Mas Gadzi?"
~~~~•••~~~~
Kenapa nih?
Malam ini gatau deh mau nulis apa, jadinya cuma kaya gini. Maaf ya!?
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔
Romance❗W A R N I N G❗ Cerita ini kemungkinan mengandung bawang. Unpublish sementara !! Sedang proses revisi !! "Sungguh indah agamaMu, ya Allah." Rheina Graceva. Satu shaf dibelakangnya adalah salah satu mimpinya setelah pertemuan dengan Fikran Gadzi A...