22. Kecemasan

487 33 3
                                    

~~~~•••~~~~

Gubrak

SUARA itu mengejutkan seluruh isi ruangan. Semua karyawan yang tengah fokus dengan pekerjaannya masing-masing tiba-tiba mata meraka tertuju pada sumber suara itu. Terdapat Rheina yang tergeletak tak berdaya di lantai, sehingga beberapa kertas yang dibawanya berserakan.

"Rhein....." Zahra sama terkejutnya bercampur dengan rasa khawatir dengan sahabatnya itu.

"Rhein bangun, Rhein...."

"Rheina kenapa?"

"Rhein..."

Ruangan itu menjadi gaduh melihat kejadian itu. Seluruh penghuni ruangan panik melihat keadaan Rheina yang tiba-tiba tak sadarkan diri.

Gadzi yang kebetulan lewat segera membuka rungan yang terdengar riuh dari luar. Gadzi pun terkejut melihat Rheina tergeletak seperti itu. Gadzi semakin cemas ketika melihat Zahra menangis.

"Kenapa?"

"Kak tolong bawa Rhein ke rumah sakit..."pinta Zahra kepada Gadzi yang hanya menatapnya.

"Kak Gadzi..."kali ini Zahra mengguncangkan lengan Gadzi yang tidak langsung merespon permintaan Zahra. Zahra menangis. Spontan Gadzi melepas jas hitamnya dan mengisyaratkan agar jas itu Zahra yang bawa.

"Zahra ikut!!!!" kata Gadzi setelah mengangkat tubuh Rheina yang tak berdaya. Mereka langsung menuju lift untuk segera sampai lantai bawah.

Zahra inisiatif menelpon Erik. Tapi, ia benar-benar lupa, ia tidak menyimpan nomor telepon papa Rheina. Lalu harus bagaimana.

Gadzi menopang tubuh Rheina dan masih terus berjalan menuju parkiran tanpa merasa berat sedikit pun. Karena tubuh Rheina memang tidak terlalu berisi.

"Ra, ambil kunci mobilku di jas itu sekalian buka pintunya." Perintah Gadzi agar mengambilkan kunci mobil yang ada di saku jas yang dibawa Zahra.

Rheina diletakkan berlahan di jok mobil Gadzi bagian belakang. Zahra masih berdiri setelah diluar mobil.

"Ayo masuk!!"

"Pak Erik!?"

"Nanti saja, Ra."

Baiklah, Zahra menuruti apa kata Gadzi. Kepala Rheina bersandar pundak Zahra dengan mata masih tetap terpejam. Semoga Rheina baik-baik saja. Mereka tahu bahwa Rheina memiliki penyakit migrain. Tapi tidak biasanya ia seperti ini yang membuat kedua sahabatnya merasa khawatir. Apalagi Zahra. Ia memang tidak pernah bisa melihat sahabatnya seperti ini. Makanya ia selalu ngomel pada Rheina ketika lupa meminum obatnya.

Mobil Gadzi melaju dengan kecepatan tinggi. Dalam hatinya ia terus berdoa kepada Allah semoga Rheina baik-baik saja.

Rumah sakit terletak tidak begitu jauh dengan kantor. Rheina kini tengah diperiksa di ruang UGD. Zahra terus memanjatkan do'a memohon kebaikan untuk sahabatnya.

Sedangkan Gadzi sedang sibuk menghubungi Erik yang tak kunjung mendapatkan jawaban. Akhirnya ia menghubungi Fahri untuk menyampaikan hal ini pada Erik.

Erik sudah tidak lagi menjabat sebagai office boy di perusahaan Gadzi. Sesuai yang telah diputuskan oleh Gadzi kemarin malam. Erik naik jabatan, dan itu adalah hal yang dibicarakan kala Gadzi dan ayahnya silaturahmi ke rumah Erik, bukan untuk melamar Rheina. Kini ia menjadi partner kerja Fahri setelah Gadzi tahu bahwa Erik adalah orang tua sahabatnya, Rheina.

"Keluarga mbak Rheina? " kata dokter perempuan setelah keluar dari UGD. Zahra beranjak dari duduknya, Gadzi pun mendekat.

"Ya, dok bagaimana Rheina?"

Satu Shaf di Belakangmu [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang