Chapter 26

137 11 0
                                        

Happy reading.

>><<

Aluna duduk di sudut kamarnya, berusaha menghubungi ayahnya dan juga saudara tirinya, namun hasilnya nihil. Mata gadis itu  memerah dan sedikit bengkak akibat terlalu lama menangis.

"Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi .... "

Aluna menggerutu kesal sambil menggenggam ponselnya, "Angkat Yah!"

Tok ... tok ... tok

Aluna tak menggubrisnya, gadis itu memeluk kedua kakinya yang terlipat dan menatap nanar kearah luar jendela.

Lala masuk kedalam kamar Aluna, berjalan perlahan menuju gadis itu bersama dengan sosok Raka disebelahnya. "Luna."

Lala dan Raka ikut duduk di depan gadis itu dan berusaha menyalurkan kekuatannya untuk perempuan di depannya ini.

"Gue gak berguna."

"Gue bener-bener gak berguna La."

"Jangan ngomong gitu Lun."

"Disaat Ibu gue kecelakaan. Lo liat! Lo liat apa yang bisa gue lakuin? Gue gak bisa ngapa-ngapain La!"

"Gue emang bener-bener gak guna!"

"STOP BILANG KALO DIRI LO NGGAK BERGUNA LUNA!"

Raka yang sedari tadi hanya diam, mulai angkat suara.

"Nggak ada manusia yang dilahirkan sia-sia Luna, lo dikandung sampe dilahirkan dengan mempertaruhkan nyawa seseorang!"

Aluna tercekat, semua kosakata yang ada dalam pikirannya seakan lenyap begitu saja.

"Kalo lo berfikir diri lo nggk berguna. Ibu lo pasti sedih, dimana letak terimakasih lo sebagai anak sama dia yang udah susah payah ngurus lo sampe bisa kayak gini!"

"Lo bisa hidup karna dia. Ngerti?!"

"Udah Raka udah."

Begitu lah Raka, diri nya memang paling sensitif jika berbicara perihal orang tua apalagi Ibu. Karena menurutnya, tidak ada satu pun perempuan di dunia ini yang pantas dibanggakan kecuali Ibunya.

Aluna terdiam dan menyandarkan kepalanya ke bahu Lala, menenangkan dirinya yang saat ini benar-benar rapuh.

Dimana Ayah nya saat ia sedang seperti ini?

***

Pagi itu mungkin adalah hari yang paling Aluna benci, saat dimana rumahnya dipenuhi orang-orang yang tengah berduka dan beberapa diantaranya masih terisak ketika melihat bendera kuning yang terpasang di salah satu pilar rumahnya.

Iya, hari ini Aluna dikabarkan jika Ibu nya telah ditemukan dalam keadaan sudah tak bernyawa, entah apa yang saat itu Aluna rasakan. Melihat kematian Ibunya tanpa sosok Ayah di sisi nya.

Suara sirine ambulance memenuhi pendengarannya, air mata yang sejak tadi berusaha ia tahan akhirnya lolos juga, membasahi kedua pipi yang masih sembab dengan tangis sebelumnya.

"IBUU!" jerit Aluna ketika peti yang berisi jasad Ibunya diturunkan.

Aluna membuka peti itu, menatap jasad ibunya yang terlihat begitu pucat dan terasa dingin dengan tangisan dan jeritan yang tidak bisa ia hentikan.

"IBU BANGUN BU!"

"MAAFIN ALUNA!"

"HARUSNYA ALUNA ADA DI SAMPING IBU, HARUSNYA ALUNA PERGI SAMA IBU!"

Lala, perempuan itu mendekat dan merangkul Aluna yang berada di sebelahnya, perempuan itu ikut merasakan apa yang Aluna rasakan saat ini. Sama seperti saat dirinya ditinggal oleh kedua orang tuanya.

***

Acara pemakaman berlangsung khidmat, Aluna menatap papan yang bertuliskan nama Ibunya dengan tatapan sendu.

Kematian ini terasa begitu tiba-tiba, bahkan Aluna belum sempat membalas kasih sayang Ibu nya. Rasanya, gadis itu benar-benar menyesal telah membiarkan Ibu nya pergi begitu saja, tanpa sepatah kata untuk menutup pertemuan terakhir mereka.

"Tuhan, kematian ini terasa begitu tiba-tiba sampai aku bahkan sama sekali belum siap untuk kehilangan orang yang ku cinta untuk selamanya, kematian ini terjadi begitu saja tanpa kau beri sedikitpun pertanda," Batin gadis itu lirih.

***

Hai!

Satu kata untuk part ini?

To Be Continue ....

A L U N A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang