Chapter 40

116 10 3
                                    

Happy reading.

>><<

Seminggu sudah ujian sekolah itu berlangsung, dan selama itu juga Raka sama sekali belum membuka matanya sejak pingsan satu minggu yang lalu. Dokter mengatakan bahwa Raka masih dalam keadaan koma dan masih kritis.

Gadis itu berdiri di samping tempat tidur Raka. Menatap tubuh Raka yang masih terbaring tak berdaya di atas nya.

"Kapan kamu sadar Ka?" Batinnya.

"Raka, sebentar lagi kita wisuda. Aku mau kamu ada di sana."

Aluna memegang sebelah tangan laki-laki itu, air matanya menetes. Entah kenapa rasanya sakit ketika harus melihat Raka yang sebelumnya selalu mengganggu gadis itu, kini hanya tertidur tak berdaya.

Aluna terus saja membisikkan sesuatu tepat di samping telinga laki-laki itu, meski ia tau Raka mungkin tak akan menyahuti ucapannya. Namun, ia hanya bisa berharap dengan cara ini dapat mempercepat Raka untuk segera sadar.

"I miss you ... so much."

***

Sore ini, Aluna memutuskan untuk menjual mobil pemberian Ayahnya dulu untuk dapat bertahan hingga beberapa bulan kedepan. Ini semua ia lakukan karena tabungannya sudah mulai menipis dan ia sama sekali tak mendapatkan kiriman uang dari Ayahnya ataupun saudara dari Ibunya.

"Aluna sebenernya gak mau jual mobil ini, tapi ... Aluna gak tau harus gimana lagi untuk kedepannya," ucapnya seraya memandang mobilnya yang sebentar lagi akan berpindah tangan menjadi milik orang lain.

Hidup gadis itu seakan sudah tak memiliki tujuan. Jika dulu hidupnya hanya bertujuan untuk membahagiakan orang tuanya, namun sekarang entah siapa yang harus ia bahagiakan. Bahkan, satu-satunya alasan dia mampu bertahan pun sudah terkapar di Rumah sakit yang entah sampai kapan akan seperti itu.

***

"Lala."

Gadis itu menoleh, memandang laki-laki yang saat ini berdiri gagah di hadapannya. Dengan keringat mengucur di pelipisnya dan seragam yang sudah mulai berantakan tidak seperti sebelumnya.

"Fino ... ada apa?"

"Gue mau minta maaf untuk kejadian beberapa minggu lalu."

Lala tersenyum singkat.

Mereka berdua sudah bersahabat sejak lama, namun saat ini seperti ada tebing tinggi yang menjadi jarak untuk keduanya sehingga terasa begitu asing.

Lala tak berucap sepatah katapun, tatapan mata Fino seakan membungkam mulutnya yang terasa begitu kelu.

"Gue terlalu cemburu untuk denger alasan kenapa lo pilih Raka di banding gue. Tapi sekarang gue ngerti La! Gue .... "

Lala memeluk tubuh kekar milik Fino, detak jantung laki-laki itu begitu kencang sampai mampu terdengar oleh Lala. Diam-diam ia tersenyum ketika Fino mengusap rambutnya perlahan. Ia senang jika Fino sudah memahami  apa yang sebenarnya terjadi.

"Lo akan selalu jadi sahabat terbaik gue sepanjang masa!" ucap Lala antusias sambil menatap mata Fino yang diam terpaku di tempatnya.

Degh.

"Sahabat?" Batinnya.

Sekali lagi, Fino mengusap rambut Lala dengan begitu perhatian. Menatap wajah Lala yang sedang tersenyum sambil menunjukan deretan gigi putih miliknya.

Flashback on.

"Fino, kamu tolong jaga Lala selama om dan tante pergi ya?"

"Pasti tante, Fino pasti jagain Lala."

Wanita paruh baya itu mengusap bahu Fino seraya menitipkan putri semata wayangnya kepada laki-laki di hadapannya ini.

Ia memeluk Lala dengan begitu erat, seperti tidak ingin kehilangan gadis ciliknya ini.

Malam itu, hujan lebat disertai angin kencang membasahi seluruh penjuru kota dengan begitu hebatnya. Lala yang saat itu tengah menginap di rumah Fino pun khawatir karena kedua orang tuanya belum juga menghubunginya sejak pergi sore tadi.

"Kenapa, La?" tanya Fino saat melihat Lala sedang menggigit ibu jarinya dan menatap keluar jendela dengan tatapan penuh kekhawatiran.

"Bokap sama nyokap gue gak bisa dihubungi sampe sekarang," ucapnya.

"Udah, lo tenang dulu. Mungkin aja handphone nya gak ada sinyal kan? Cuacanya juga lagi buruk."

Fino mengajak Lala untuk duduk di sofa besar yang ada di ruang keluarga rumah itu. Memberikannya secangkir hot chocolate agar tubuhnya terasa lebih hangat.

Lala berusaha untuk tidak berpikiran negatif dan beristirahat sejenak sambil tetap berusaha menghubungi kedua orang tuanya.

Gadis itu tertidur di sofa ruang tamu. Fino yang menyadari itu tak sampai hati untuk menyuruhnya pindah, takut kalau Lala terganggu dan terjaga dari tidurnya.

Pagi ini, Lala mendapatkan kabar dari penyiar berita di salah satu stasiun tv nasional yang menyampaikan bahwa kereta yang di tumpangi oleh kedua orang tua Lala mengalami kecelakaan dan mengakibatkan sebagian besar penumpanggnya meninggal dunia.

***

"Gue udah gak punya siapa-siapa Fin," ucap Lala saat mereka sedang berada dipemakaman kedua orang tuanya

"Lo punya gue, gue selalu ada buat lo kapan pun lo butuh."

"Gue takut sendirian."

Fino merengkuh tubuh mungil Lala, berusaha untuk menguatkan raga yang sudah terlihat rapuh saat ini.

"Gue gak akan biarin lo sendirian."

Flashback of.

***

TBC.

A L U N A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang