🌼Enam belas🌼

30K 4.1K 376
                                    


Langit memandangi area tanah lapang yang sudah dipenuhi tenda-tenda untuk tempat beristirahat sementara para warga. Ia ditugaskan oleh ayahnya untuk meninjau keadaan rakyatnya di lokasi pengungsian.

Suasana malam sudah tenang, sebagian sudah pada terlelap. Yang berkeliaran hanya para pengawal kenegaraan yang ditugaskan menjaga keamanan rakyat.

Bibirnya menyunggingkan senyum kala mengingat soal Sekar.

"Aku rasa aku sudah tidak waras. Bisa-bisanya aku tertarik dengan bocah kecil yang cerewet itu" Langit terkekeh sendiri mengingat betapa beraninya Sekar menatap matanya kala berbicara dan bahkan menantangnya. Baru kali ini dia bertemu orang seberani itu.

"Bahkan ayah dan kedua saudaranya hanya bisa menelan ludah kala anaknya berbicara tadi" Langit geleng-geleng kepala.

"Ekhem" Langit berbalik lalu menatap bingung Dimas, pengawal pribadinya.

"Ada apa Dimas?" Dimas berdehem kembali sebelum menyampaikan sesuatu yang mengganjal dihatinya sejak tadi.

"Apa ada hal yang bagus hari ini tuan? Sejak tadi saya lihat tuan sudah beberapa kali menyunggingkan senyum hari ini" jawabnya takut-takut.

"Benarkah?" Langit mengerutkan keningnya.

"Iya benar tuan" angguk Dimas setuju.

"Mmmm bagaimana menurutmu soal Sekar, Dimas?" Dimas mengerutkan keningnya.

"Sekar putrinya tuan Biduar maksudnya tuan?"

"Iya siapa lagi?"

"Ah kalau menurut saya orangnya pintar dan pastinya cantik tuan" Dimas menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Aku tidak menanyakan pendapatmu perihal dia cantik atau enggaknya Dimas" dengus Langit.

"Eh?" Dimas salah tingkah.

"Kalau aku bilang ada ketertarikan dengannya bagaimana menurutmu?"

"Tu-tuan suka sama non Sekar!?" Tanya Dimas dengan suara keras.

"Ck. Apa suaramu tidak bisa lebih kecil Dimas? Kau tidak lihat kalau para warga sedang istirahat heh!?"

"Hehehhe habisnya saya kaget tuan"

"Sudahlah lupakan. Bagaimana menurutmu?" Tanya Langit kembali.

"Kalau masalah tertarik itu alami tuan. Kita tidak bisa menolak untuk bisa suka sama siapa, itu semua tergantung hati kita" Dimas terdiam sebentar. "Mmmm tapi apa tuan benar-benar tertarik dengan nona Sekar?" Tanya dia hati-hati.

"Emang ada yang salah?" Pelotot Langit.

"Bu-bukan begitu tuan!" Ucapnya gugup. "Maksud saya, apakah tuan yakin? kan non Sekar masih kecil" Dimas berkata dengan suara pelan.

Langit menghembuskan napas kasar. Sejak tadi itu juga yang membuat ia bimbang.

"Emang salah yah kalau kita suka sama yang jauh lebih muda?"

Mata Dimas terbelalak. Ternyata benar kalau tuannya itu suka dengan Sekar.

"Tidak masalah sebenarnya tuan, hanya saja nona Sekar masih sangat kecil. Kalau tuan berniat mempersuntingnya aku rasa itu bukan hal yang tepat saat ini. Non Sekar baru berusia 9 tahun sedangkan tuan sudah 22 tahun" jawabnya dengan suara kecil di ujung kalimat.

"Maksudmu aku udah terlalu tua heh!?"

Dengan bodohnya Dimas mengangguk.

Bukk

Langit menendang tulang kering Dimas, membuat si empunya menggigit bibir agar tidak berteriak.

"Akibat kau mengatakan aku sudah tua" Langit berjalan meninggalkan Dimas yang sudah terduduk memegangi kakinya.

SEKAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang