🌼Dua puluh satu🌼

24.8K 3.4K 201
                                    

Sebelumnya aku mau kasih tau kalian dulu.
Bagi yang belum tau, cerita SEHANGAT KOPI SUSU udah up untuk SPESIAL PARTnya yah 😁
Monggo di baca

__________________________________

Nyatanya sebanyak apapun Biduar mengungkapkan apa yang ia pikirkan, tetap saja ada yang tidak terima dengan pendapatnya.

Manusia-manusia itu hanya mementingkan kaum mereka saja dan tidak perduli dengan kaum lain.

Biduar memijit pelipisnya kala turun dari kreta kuda yang membawanya ke kediaman. Dia pusing, harus bagaimana lagi untuk memberitahu mereka kalau yang mereka lakukan sekarang itu salah.

"Papah sakit?" Tanya Sekar kala berpapasan dengan ayahnya diruang tamu.

"Enggak, papah hanya sedikit pusing saja" jawab Biduar dengan tersenyum.

"Yasudah papah istirahat saja dulu dikamar, Sekar bakalan bawa obat sama air hangat untuk papah" belum sempat ia menolak, Sekar sudah berlari ke dapur.

Biduar membaringkan badannya diatas tempat tidur sambil memijit kepalanya. Bakalan sulit untuk Sekar kalau ia benar-benar mewujudkan mimpinya untuk mengajar anak-anak kurang mampu itu.

Sebagai ayah, dia akan berusaha agar mimpi anaknya terwujud.

Kriiiit

Suara pintu kayu berderit ketika di dorong terdengar, Biduar membuka matanya lalu tersenyum membalas sapaan anaknya.

"Papah minum lah, habis itu tiduran lagi biar Sekar pijit kepalanya" Biduar menurut saja, percuma saja ditolak, toh Sekar bakalan kekeh dengan kemauannya.

"Kalau memang capek istirahat dulu pah, gak usah dipaksakan kali kerjanya. Biar bagaimanapun papah tetap harus jaga kesehatan" sembari memberi wejangan, tangan Sekar dengan cekatan memijit kepala sang ayah dengan telaten.

Yang Biduar lakukan hanya mengangguk dan bergumam saja.

"Harusnya papah itu gak boleh sakit" Biduar mengerutkan keningnya. "Soalnya kalau papah sakit, gak ada mamah yang bisa jagain papah hehehe"

Badan Biduar seketika menegang kala mendengar ucapan anaknya.

"Tapi kan Sekar sekarang udah bisa merawat papah iyakan? jadi gak perlu harus ada mamah lagi" ucap Sekar dengan kekehan.

Biduar memperhatikan Sekar, ada rasa bersalah yang sangat besar dihatinya kala mengingat kembali sang istri yang sudah lebih dulu meninggalkan mereka.

"Apa kamu rindu mamah Sekar?" Tanya dia dengan hati-hati. Sekar terdiam lalu tersenyum lembut.

"Sekar gak tau pah. Sekar belum pernah melihat wajah mamah sekalipun, jadi kalau dibilang rindu pun Sekar gak tau. Cuman yah gitu, kayak ada yang kosong disini" tunjuknya pada dadanya.

Dada Biduar mendadak sesak melihat senyum putrinya. Salahnya yang memisahkan mereka dahulu, bahkan membuang putrinya selama lima tahun.

"Maafin papah" ucapnya sambil memejamkan mata.

"Tidak ada yang perlu dimaafkan papah. Semuanya sudah berlalu. Ini takdir Sekar, jadi kuat gak kuat akan tetap dijalani bukan?"

Entahlah, bukannya lega, dadanya malah semakin sesak mendengar kata-kata putrinya yang begitu pasrah dan juga terlalu cepat dewasa diumurnya yang masih belia.

Sekar bukan tidak tahu kalau ayahnya sekarang tidak nyaman. Tapi ia merasa tidak ada salahnya membuat rasa penyesalan itu sesekali muncul bukan? Sekar yang dulu lebih menderita daripada mereka.

SEKAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang