🌼Tiga Puluh Tiga🌼

18.2K 2.3K 24
                                    


Sejak tadi Sekar belum bisa mencerna apa yang baru saja ia lihat sekarang. Dua orang pengawal ditugaskan untuk menjaganya dan mengikutinya kemanapun.

Sekar memijit pelipisnya. Sekarang ada apalagi, kenapa ayahnya memberi ia pengawal seperti ini, bukankah tidak terjadi apa-apa disini?.

"Kalian bisa duduk di bale sana dan jangan berdiri di depan pintu kelas begitu!. Kalian membuat kepalaku pusing tahu tidak?" Kedua penjaga saling menatap.

"Tapi kita ditugaskan untuk mengawasi nona oleh tuan besar, jadi karena itu kita berdiri disini" jawab salah satu penjaga.

"Aku tahu. Tapi kalian mengganggu proses mengajar disini. Sekarang KELUAR!" teriak Sekar.

Keduanya masih kuat pada pendiriannya untuk tetap berdiri di pintu.

"Kalau kalian tetap berdiri disitu, maka aku akan mengadu pada ayahanda kalau kalian kerjanya lalai dan tidak mendengarkan perintahku" ancam Sekar.

"Ba-baiklah nona" akhirnya mereka berdua memilih berjaga di luar daripada terus-terusan disemprot oleh Sekar.

"Ibu kalau marah serem yah" bisik anak-anak. Sekar hanya menghela napas.

"Ayo jangan malah mengobrol, lanjutkan kerjaan kalian" peringat Sekar. Mereka kembali fokus, takut dibentak seperti dua pengawal tadi.

Disaat anak-anaknya mengerjakan tugas yang diberikan, Sekar juga fokus pada buku-buku kesehatan tebal yang ia bawa dari rumah.

Kalau dibiarkan begitu saja, Sekar juga bisa kehilangan ilmu yang sudah ia pelajari karena tidak pernah memperaktekkannya di kehidupan ini.

Mau bagaimanalah, disini belum ada rumah sakit. Orang-orang masih bergantung pada tabib, padahal dia rasa di benua Barat sana sudah ada beberapa rumah sakit.

Tidak mungkin tidak ada bukan? Bukankah ilmu pengetahuan sudah berkembang pesat disana?. Ah akan ia tanyakan nanti pada kakaknya Abisatya perihal ini.

🏵️🏵️

"Eh kalian udah pernah ketemu langsung belum sama Sekar? Katanya dia cantik sekali lho"

"Iya sih. Kakak aku pernah lihat Sekar secara tidak sengaja di jalan. Terus katanya emang cantik banget"

"Tapi apa kalian gak masalah sama warna kulit juga rambutnya yang warna putih itu? Kalau aku sih agak gimana gitu melihatnya"

"Enggak lah! Justru karena dia beda dari yang lain makanya kelihatan sangat cantik"

"Nah betul itu"

Brakk

Rama menggebrak meja belajarnya. Sejak tadi ia sudah mencoba menahan emosi mendengar kawan-kawannya menceritakan Sekar.

"Sudah cukup bicaranya ha?" Pelototnya.

"Apa-apaan sih kamu Ram? Tiba-tiba emosi gak jelas" sela Bagas, anak dari keluarga bangsawan Faraz. Anak yang menceritakan Sekar karena ia memiliki warna kulit dan rambut putih.

"Kalian yang apa-apaan! Kenapa kalian menceritakan orang lain tanpa ada ijin!"

"Lah sejak kapan pula kalau ingin membicarakan orang harus ijin dulu? Hahahaha" Bagas memegangi perutnya karena merasa lucu akan pernyataan Rama.

"Tidak pantas kalian membicarakan kekurangan Sekar karena dia berbeda dengan yang lain"

"Hey hey hey" Bagas bangkit dari duduknya. "Kami membicarakannya justru karena ia berbeda. Kalau dia sama dengan yang lain kami juga tidak tertarik. Lagian kenapa kamu yang emosi? Bukankah yang seharusnya emosi itu Lingga?"

SEKAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang