🌼 Dua Puluh Lima🌼

23.1K 3K 25
                                    


Sekar tak bisa berkedip menatap sang kakak di depannya. Demi Tuhan, kakaknya sekarang luar biasa tampan. Kulit yang emang dari dasarnya putih kini tambah bersih, badan tinggi dan juga berotot.

"Kakak sebenarnya kesana untuk sekolah atau memperbagus badan sih?" Sekar memegang dagu sambil memandangi kakaknya dari ujung kaki hingga rambut.

Bicara soal rambut, kakaknya juga sedikit mewarnai rambutnya dengan warna pirang, tapi tidak terlalu terang.

"Hahahaha apa maksudmu, jelas kakak disana belajarlah" Abisatya mengacak rambut milik Sekar karena gemas.

"Lalu kenapa ini otot malah kebentuk begini? " Dengan tanpa sopannya Sekar juga meraba perut kakaknya dari luar. "Waahh ini pasti perutnya kotak-kotak deh!"

"Heh tanganmu!" Abisatya menjauhkan tangan Sekar dari perutnya.

"Hehehe maaf, habisnya Sekar antusias sih" Sekar menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Jangan ulangi lagi" ucap Abisatya.

Sekar menatapnya lalu mengerutkan dahi. Lah kenapa telinga kakaknya merah?.

"Wah wah wah ka Abi malu yah?" Kini Sekar sadar kenapa telinga kakaknya memerah.

Abisatya menjauhkan wajahnya dari Sekar. Sang adik makin gencar menggodanya.

"Hentikan Sekar" pelototnya.

"Hahahaha baiklah baiklah Sekar berhenti" ucapnya terkekeh.

"Ini sekolah yang ayahanda katakan milikmu?" Abisatya meneliti bangunan yang ada didepannya. Tidak bagus dan tidak juga buruk.

"Ah iya. Masih belum bagus sih ka, tapi sudah cukuplah daripada mereka belajar dilapangan tanpa ada tempat.

Abisatya mengangguk setuju.

"Cita-cita kamu beneran terwujud yah"

"Mmmm!" Anggunnya antusias. "Walaupun baru bisa segini" Sekar melirik bangunan yang ada didepannya.

"Segini saja sudah cukup" Abisatya mengacak rambut adiknya. "Kamu sudah berusaha sekuat tenaga, tidak ada perempuan sehebat dan sepintar kamu di negara ini. Aku yakin suatu saat nanti ini akan berkembang sesuai apa yang kamu impikan"

Sekar berkaca-kaca mendengar perkataan kakaknya. Rasanya bahagia sekali dia hari ini.

Di rumah juga sekarang sepi, Gardana si baik hati juga lagi menuntut ilmu ke benua sebelah. Satu benua juga dengan Abisatya, namun berbeda negara.

Jurusan keduanya berbeda. Gardana tidak terlalu suka dengan politik, maka ia mengambil jurusan bisnis. Biduar mengijinkan saja, ia juga berharap kelak putranya itu yang akan melanjutkan bisnis batu bara mereka agar bebannya sedikit berkurang. Maklum, Biduar adalah anak satu-satunya, jadi tidak ada yang mewarisi tambang kecuali dirinya.

"Kakak gak pernah ketemu sama ka Gardana? " Tanya Sekar. Kini keduanya sedang berjalan menuju kediaman.

"Tidak pernah. Negaranya cukup jauh dari tempat kakak, jadi tidak sempat berkunjung kesana"

"Ah rumah sepi banget tau semenjak kalian gak ada. Apalagi ka Lingga juga lagi sibuk-sibuknya belajar, jadilah Sekar memilih menghabiskan waktu di sekolah. Mengajar dan bermain sama anak-anak"

"Adikku dewasa sekali yah. Padahal umurnya masih kecil" Sekar mendelik pada Abisatya.

"Sekar udah besar yah! Udah bukan anak-anak lagi. Sekar udah dewasa" jawabnya mengerucutkan bibir.

"Hahahaha iya Sekar udah dewasa"

Keduanya banyak bertukar cerita saat perjalanan pulang ke kediaman.

SEKAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang