🌼Lima Puluh Enam🌼

12.9K 1.6K 19
                                    

Kaget yah tiba-tiba SEKAR up siang-siang begini?

Gapapa deh sesekali, mumpung aku bisa nulis 😁

Kalau ada typo kasih tau yah, soalnya ini cerita masih fresh belum aku baca ulang.

Selamat membaca
_____________________________________

Lingga dan Gardana saling menatap ketika sarapan pagi berlangsung. Wajah Langit yang selama perjalanan pulang terlihat kusut kini kembali ceria seperti biasanya.

"Aku rasa ada hal bahagia yang ia alami tadi malam" bisik Lingga. Ia melirik Langit yang tidak pernah melunturkan senyumnya sejak memasuki ruang makan.

"Dan aku merasa kalian berdua terlalu berisik, dan terlalu ikut campur urusan orang" Lingga dan Gardana mendengus ketika Abisatya ikut masuk kedalam percakapan mereka.

"Kenapa kakak kita berubah sih? Padahal aku lebih suka dia yang mulutnya bicara sana-sini daripada yang lebih sedikit bicara seperti sekarang" bisik Lingga pada Gardana kembali.

"Bagaimana tidak berubah. Kau tidak lihat bagaimana kakak ipar mengomel padanya kalau bicara banyak hal yang tidak penting?" jawab Gardana kemudian.

"Iya juga sih" keduanya terkikik geli ketika membayangkan Abisatya yang selalu kalah kalau berdebat dengan istrinya.

"Kalian berdua kalau masih terus berbisik disitu lebih baik keluar dari ruang makan" peringat Biduar. Sejak tadi dia sudah melirik kedua putranya agar bersikap baik karena mereka sedang sarapan bersama Langit yang notabenenya adalah seorang presiden.

Langit hanya tersenyum menanggapi, ia tidak banyak berkomentar. Suasana hatinya sedang bagus, karena itu ia tidak terlalu perduli dengan sikap orang di meja makan.

Sekar? Dia terlihat biasa saja. Tidak ada perubahan dari mimik wajahnya sedikit pun. Ia sibuk memakan sarapannya lalu terkadang menanggapi Daisy yang sesekali mengajaknya mengobrol.

"Apa kamu juga merasakannya Sekar?" Tanya Daisy ketika keduanya keluar dari ruang makan.

"Merasakan apa?" Sekar mengangkat kedua alisnya tak paham.

"Tuan Langit" bisik Daisy pada Sekar.

"Kenapa dengan dia?" Tanya Sekar kembali. Daisy yang kesal akhirnya mencubit pipi Sekar dengan gemas.

"Aduhh kenapa adik iparku tidak peka sih jadi orang?" Lagi. Daisy mencubit gemas pipi Sekar. " Kamu tidak melihat gimana wajah tuan Langit pagi ini?" Sekar menggeleng. Ia memang tidak terlalu memperhatikan Langit lantaran masih sedikit malu akan tingkahnya tadi malam.

Daisy menarik Sekar agar lebih mendekat dengannya. " Sepertinya suasana hati tuan Langit sedang bagus pagi ini, buktinya wajahnya terlihat cling cling dan bercahaya" ucapnya dengan antusias. "Apa jangan-jangan ini ada hubungannya dengan kamu?" Daisy menyenggol lengan Sekar lalu menggerling nakal. "Ayoo ngaku kamu" godanya.

"Apa sih mbak?" Pelotot Sekar. "Dia yang lagi senang kenapa menyangkutkan denganku? Emang aku siapanya coba?"

"Calon istri" Sekar menghentikan langkahnya kala sebuah bisikan tersebut jelas di telinganya.

Daisy kegirangan kala melihat Sekar malu-malu ketika tau kalau Langit yang baru lewat sengaja membisikkan sesuatu pada adik iparnya.

"Kayaknya benar nih" colek Daisy pada lengan Sekar. Sekar makin melotot ketika kakak iparnya itu berkali-kali menggodanya.

"Apa sih mbak! Udah deh jangan goda Sekar terus" Sekar mempercepat langkahnya agar segera menjauh dari Daisy.

"Gak usah malu Sekar. Mbak dukung kamu kok" godanya kembali. Sekar yang sudah tidak tahan, memilih berlari kearah kamarnya. Meninggalkan Daisy yang masih terkikik geli melihat kepergiannya.

SEKAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang