🌼Lima Puluh Empat🌼

11.4K 1.7K 33
                                    

Typo bilang, jangan diam-diam bae

______________________________________

"Ekhemm" Langit berdehem kala mendekati satu keluarga yang sedang melepas rindu saat ini.

Semua orang menoleh, termasuk Sekar. Sekar menatap Langit dengan memicing.

"Ini pasti kerjaanmu bukan?" Selidiknya pada Langit.

"Apa?" Alisnya dia angkat sebelah mendengar tuduhan Sekar.

"Kamu pasti orangnya kan?" Sekar mendekat kearah Langit.

"Kalau aku memangnya kenapa hmm?" Tantang Langit kemudian. Ia juga makin merapatkan tubuhnya pada Sekar, tidak memperdulikan ke empat keluarga Sekar yang sedang menatapnya tajam.

"Sudah kuduga" dengus Sekar. "Kamu memang selalu ikut campur" lanjutnya lagi.

"Apapun yang berhubungan denganmu aku akan selalu ikut campur" seringai Langit.

"Nyebelin" Sekar memukul dada Langit dengan pelan. Dadanya kini naik turun, matanya juga kembali memerah karena ingin menangis.

Langit hanya membiarkan Sekar beberapa kali memukul dadanya. Biarkan saja, yang penting Sekar bahagia.

"Aku sudah bilang kan malam itu padamu" Langit menangkap tangan Sekar yang hendak memukul dadanya kembali. "Kamu boleh pergi asal tau kapan kembali" tangannya kini menghapus air mata Sekar yang sudah membasahi pipinya. "Tapi sepertinya kamu terlalu penurut kalau mau kembali begitu saja. Makanya aku putuskan menjemputmu kesini" Sekar hanya bisa sesenggukan mendengarkan Langit.

"Sudah cukup petak umpetnya. Sekarang waktunya kembali, semua orang menunggu kepulangan mu, semua orang merindukanmu" Langit mendekatkan mulutnya pada telinga kiri Sekar. "Termasuk aku" bisiknya kemudian.

Wajah Sekar seketika blushing mendengar bisikan Langit di telinganya.

"Tidak ada yang membencimu Sekar, jadi  jangan menyalahkan diri sendiri lagi" Langit mengelus kepala Sekar dengan pelan.

Jangan tanyakan bagaimana perasaan orang-orang yang berada di belakang Sekar saat ini. Mereka sudah panas dingin, namun tidak bisa melakukan apa-apa. Karena yang membawa mereka menemui Sekar adalah Langit.

"Jangan berbuat konyol Ga" peringat Abisatya pada Lingga yang saat ini sedang mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"Tapi dia dekat sekali dengan Sekar ka" geram Lingga.

"Sudahlah, Sekar juga tidak ada masalah dengan itu. Kita jangan terlalu mengekang Sekar. Lagian kalau bukan karena tuan Langit, kita tidak akan tau kapan bisa bertemu dengan Sekar lagi" putus Abisatya kembali.

"Biarkan Sekar dengan pilihannya sendiri, toh dia sudah cukup dewasa untuk bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk" lanjut Gardana menimpali.

Dia juga sebenarnya tidak terlalu suka melihat kedekatan Sekar dengan Langit, tapi dia juga tidak bisa berbuat banyak. Ini hidup adiknya, biarkan dia yang menentukan masa depannya sendiri.

Mau tak mau Lingga akhirnya mengalah, ditambah lagi ayahanda mereka tidak memberikan respon apa-apa. Hanya diam memandangi Sekar dari tempatnya.

"Kamu tidak mau memelukku?" Tanya Langit pada Sekar yang sejak tadi hanya berdiri di depannya.

"Tidak" jawab Sekar mantap.

"Yah.... Aku kecewa" Langit membuat wajahnya sesedih mungkin.

"Belum waktunya" jawab Sekar dengan senyuman manis lalu meninggalkan Langit begitu saja.

SEKAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang