🌼 Empat Puluh Sembilan🌼

11.4K 1.7K 57
                                    

Votenya dulu lah

.
.
.
.
_____________________________________

"Bagaimana ini?" Sekar bergerak gelisah. Sejak tadi ia mengurung diri di dalam kamar, jalan sana jalan sini. Kuku jempolnya habis ia gigit, kebiasaan kalau sedang panik.

"Dengan cara apa Rama akan mengancamku. Lagian kenapa selama ini aku tidak melihat tanda-tanda kalau Rama sama denganku?"

"Tidak, tidak" Sekar menggeleng, ia tidak berani memikirkan apa yang akan Rama lakukan padanya nanti.

"Lagian aku kenapa bisa sesantai ini selama ini. Kenapa aku tidak pernah memikirkan keadaanku yang terlempar di dunia antah ini? Bodoh sekali! Kenapa aku baru kepikiran setelah Rama memgancamku?"

Sekar berkali-kali merutuki dirinya. Betapa santainya dia selama ini.

"Kenapa aku tidak pernah memikirkan kemana jiwa Sekar yang asli? Tidak mungkin kan dia bertukar jiwa dengan tubuhku yang lama? Tidak! Jelas-jelas itu tidak mungkin, karena aku yakin aku sudah mati karena peluru itu menusuk tepat di jantungku saat itu"

Sekar bergerak gelisah. Hari sudah begitu larut tapi matanya tidak bisa mengantuk. Bagaimana dia akan mengantuk kalau masalah yang akan ia hadapi esok hari akan sangat sulit?.

"Ya Tuhan apa yang akan papah dan yang lain katakan kalau tau aku bukanlah Sekar yang asli?" Air mata Sekar luruh begitu saja ketika membayangkan kemungkinan terburuk yang akan menimpanya kalau Rama memberitahu mereka kebenarannya.

"Kenapa kamu jahat sekali Rama? Bukankah sejak kecil kita bermain bersama? Lalu kenapa kamu berubah hanya karena aku tidak bisa membalas perasaanmu?" Mengingat soal perasaan, Sekar menjadi semakin panik.

"Bagaimana kalau Langit juga menjauhiku kalau tahu siapa aku yang asli. Pasti dia akan segera menjauhiku kalau tau semuanya"

"Ya Tuhan.., aku harus bagaimana?" Sekar terisak diatas lantai papan yang dingin.

Kepalanya mendadak pusing memikirkan keadaannya untuk ke depan. Bagaimana kalau Rama nekat memberi tahu orang-orang tentang dirinya?.

"Tidak... Tidak! Aku belum siap..... Aku belum siap" Sekar memeluk kedua lututnya, membenamkan wajahnya di lutut lalu menangis hingga tertidur.

"Hey bangun...." Seseorang mengguncang bahu Sekar dengan pelan.

Sekar mengerjabkan matanya. Setelah dirasa matanya bisa melihat dengan sempurna, Sekar menoleh kearah samping.

"ASTAGA! Ka-kamu?" Sekar beringsut mundur hingga mentok di dinding.

"Iya aku adalah Sekar, pemilik badan yang kamu pakai sekarang ini" Sekar gemetaran melihat Sekar kecil yang ada dihadapannya saat ini.

"Jangan takut" ucapnya menenangkan. "Aku datang baik-baik dan tidak ada niatan untuk menyakitimu" Sekar kecil mengembangkan senyum manisnya.

"Ka-kamu Sekar yang asli?" Tanya Sekar gagap.

"Iya aku adalah jiwa Sekar yang asli"

"Apakah kamu datang untuk mengambil alih badan ini?" Tanya Sekar dengan raut sedih.

"Tidak" lagi-lagi Sekar kecil tersenyum lembut. "Aku tidak ada niatan mengambil alih tubuh itu. Aku datang hanya untuk menghilangkan keraguan dan kesedihanmu"

"Apa maksudmu?" Bingung Sekar.

"Aku tau kamu sedang kesulitan saat ini, tapi jangan putus asa. Kamu tidak mencuri badan milikku, akulah yang memberikannya padamu dengan sukarela" Sekar kecil menggenggam tangan Sekar dengan lembut. "Terima kasih sudah mewujudkan mimpiku untuk bisa masuk di keluarga yang sudah membuangku. Aku sangat bahagia sekali sampai-sampai aku tidak tau harus menangis seperti apa lagi saking bahagianya melihat ayah dan juga ketiga saudaraku menerima aku dengan baik, walaupun yang ada didalam tubuh itu adalah kamu, bukan aku. Tapi tidak apa-apa, begitu saja aku sudah sangat bahagia" 

SEKAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang