🌼Dua puluh🌼

27K 3.4K 87
                                    

Kalau ada typo bilang yah
Jangan diam-diam bae

Happy reading

_________________

Untuk sementara waktu kegiatan Sekar hanya berdiam diri didalam perpustakaan dan juga di kebun mengurus tanaman obatnya. Terkadang juga ada satu dua orang yang datang meminta atau bahkan berobat padanya.

Ini sudah hampir sebulan, dan sang ayah belum memberikan tanda-tanda akan memberikan ia akses agar bisa keluar dari rumah.

"Perasaan lama banget dah aku dikurung, kapan bisa bebasnya coba? Aku kan pengen nyari jajanan di pasar" Sekar membenamkan wajahnya dibuku.

"Emang masalahnya apaan sih sampe-sampe aku gak dibolehin keluar?. Ko aku rada-rada curiga yah"

"Kamu curiganya telat bodoh!" Sekar menoleh pada sumber suara.

"Tuh kan bener..." Sekar menggebrak meja membuat Lingga yang baru datang berjengkit kaget.

"Ck kamu bisa gak sih jangan kasar banget jadi perempuan? Kamu itu gadis bangsawan sayang..." Geram Lingga.

"Bodo amat! Aku gak bisa bersikap lembut apalagi mendayu-dayu" jawab Sekar sinis.

"Aiiihhh sudahlah. Memang apa yang bisa kami perbuat kalau kamu sudah bersabda heh!" Lingga menarik kursi dihadapan Sekar.

"Sekarang ka Lingga jelasin, kenapa Sekar gak boleh keluar rumah?" Lingga menggidikkan bahunya.

"Mana aku tau" benarkan? Ia juga tidak dikasih tau apa masalahnya. Ayah beserta kakak kedua mereka merahasiakan alasannya pada mereka berdua.

"Lalu kenapa kakak tadi bilang kalau aku telat mengetahuinya? Pasti Kakak tau sesuatu kan? Ayo ngaku! " Sekar menarik kerah baju Lingga hingga ia hampir tercekik.

"Mau kamu bunuh pun aku saat ini gak bakalan ada jawabannya Sekar. Sumpah akupun gak tau alasan ayah melarang kamu keluar dari rumah. Bahkan ka Gardana juga memilih bungkam dan tidak mau memberi tahu aku"

Akhirnya Lingga bisa bernapas lega setelah Sekar melepas kerahnya.

"Jadi apa alasannya yah ka?" Sekar berpikir keras.

"Ah entahlah, yang pasti ada sesuatu. Dan sesuatu itu mungkin sesuatu yang berbahaya makanya kamu tidak diperbolehkan keluar"

Bukan apa-apa, Lingga jelas tau bagaimana sikap ayahnya. Dia tidak mungkin melarang sesuatu tanpa ada sebabnya. Tapi sebabnya itu apa? Kenapa dirinya tidak boleh tahu?.

Nyatanya Lingga juga sama galaunya dengan Sekar saat ini. Dirinya penasaran, namun sang ayah maupun Gardana kekeh tidak mau memberi tahunya barang sedikitpun.

"Kalau menurut ka Lingga, apa alasannya coba?" Lingga berpikir sebentar.

"Mungkin ayah punya utang kali makanya tidak dikasih keluar. Takutnya kalau keluar kamu akan dijadikan sebagai jaminan"

"Sembarangan kalau ngomong! Papah mana pernah berutang, papah itu kaya kak. Sawah sama kebun ayah itu luas, belum lagi tambang batu bara. Utang darimana coba!"

Lingga menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Ya kan cuman perumpamaan Sekar. Kan kamu tadi yang minta pendapat gimana sih?" Dumel Lingga.

Sekar makin mengerucutkan bibirnya. Ia sebal karena sudah sejauh ini tapi belum dikasih tau alasannya apa.

Berapa kali pun ia mencoba mengingat-ingat masalah apa yang pernah ia buat diluar sana sehingga ayahnya memberi hukuman seperti ini pun tetap ia tak ingat.

SEKAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang