🌼 Tiga belas🌼

30.5K 4.1K 103
                                    


Saat ini Sekar sedang bersih-bersih di kebun tanaman obat miliknya.

Setahun lalu Biduar mengijinkan Sekar berjalan-jalan ke hutan untuk mencari tanaman yang dia inginkan, tapi dengan satu syarat dia ditemani oleh pengawal berjumlah sepuluh orang.

Sekar hampir saja gila kala ayahandanya memberi dia penjaga sebanyak itu. Padahal dengan satu orang saja sudah cukup.

"Tumbuhlah dengan subur agar nantinya kalian bisa aku gunakan untuk mengobati banyak orang".

Sekar bersenandung kecil kala menyiram tanamannya.

I have a dream
A song to sing
To help me cope
With anything

If you see the wonder
Of a fairy tale
You can take the future
Even if you fail

I believe in angels
Something good in everything I see
I believe in angels
When I know the time is right for me
I'll cross the stream
I have a dream, oh yeah

Ketika sedang menikmati lagu milik Westlife tersebut, Sekar merasakan goncangan yang awalnya pelan namun berubah menjadi kencang.

"Eh? Gua yang oleng apa emang lagi gempa yah?" Tubuh milik Sekar oleng ke kiri dan kanan.

"Fix ini mah gempa beneran!" Sekar berjalan pelan mejauhi area kebun, karena disana tumbuh beberapa pohon besar.

Sedangkan di dalam kediaman, Biduar berteriak heboh ketika tak menemukan anak bungsunya.

"Bi Arum dimana Sekar!" Teriaknya kala sampai di ruangan milik Sekar.

"Non Sekar ada di kebun tuan" jawab bi Arum tak kalah panik.

"Ya Tuhan, Lingga, Gardana cepat keluar dari rumah ini! " Biduar meneriaki semua orang yang masih berada didalam.

"Tapi Sekar dimana ayahanda!" Teriak Lingga.

"Dia ada di kebun belakang, kalian pergilah ketanah lapang biar aku yang menyusulnya ke sana" Lingga juga Gardana mengangguk setuju.

Mereka berjalan sempoyongan, gempanya juga cukup lama. Sudah hampir sepuluh menit tapi belum berhenti.

Biduar makin kalut, kakinya berlari menuju kebun namun sayangnya Sekar sudah tidak ada disana lagi.

"SEKAR..." Berkali-kali dia meneriaki nama Sekar namun tak ada sahutan.

" Astaga nak kamu dimana" Biduar makin gusar sekarang.

Saat ini Sekar juga sudah berada di samping rumah yang memang khusus taman, dan disana tidak ada pohon besar sama sekali.

"Bahkan gempa saat ini tidak membuat aku takut sedikitpun. Jujur saja, lebih mencekam mendengar suara ledakan bom buatan manusia di kota Gaza dahulu. Gempa ini karena alam, sedangkan bom itu karena ulah serakah manusia" Sekar mendudukkan badannya di kursi yang sedang bergoyang karena goncangan gempa.

"Ya Tuhan Sekar! Papah sudah mencari kamu kemana-mana. Kamu tidak apa-apa?" Biduar datang dan meneliti setiap inci badan putrinya.

"Sekar tidak apa-apa papah. Jangan panik, kalau papah panik nanti malah makin heboh" Biduar benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran putrinya ini. Bisa-bisanya dia santai disaat suasana heboh begini.

"Kamu menakuti papah Sekar" dia merengkuh badan anaknya.

"Tidak apa-apa papah. Lihat! Gempanya sudah berhenti" Sekar membalas pelukan ayahandanya.

"Dimana yang lain, apa mereka sudah ketempat yang terbuka papah?" Biduar mengangguk.

"Mereka sudah papah suruh ketanah lapang untuk berlindung. Disana mungkin sudah ramai sekarang" jelas Biduar.

SEKAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang